Perkuat Pengawasan Internal di KPU

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjadi tersangka kasus suap terkait pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Wahyu Setiawan bersiap mengikuti sidang kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, Rabu (15/1/2020). Pada kasus Wahyu Setiawan, karena pertimbangan alasan keamanan, sidang kode etik penyelenggara pemilu yang biasanya dilaksanakan di Ruang Sidang DKPP dipindahkan ke Rutan KPK.Usai persidangan, DKPP akan langsung menggelar pleno agar bisa mengumumkan hasil putusan sidang pada Kamis (16/1/2020).

Manusia sejatinya takut jika diawasi. Penelitian di Inggris menyimpulkan, penempelan poster desain mata yang menatap tajam bisa mengurangi pencurian.

Hasil penelitian yang dilakukan di tiga universitas, yang banyak terjadi pencurian sepeda tersebut, menunjukkan bahwa perasaan diawasi cukup efektif untuk menekan perilaku jahat. Kasus pencurian sepeda di ketiga kampus itu bahkan menurun hingga 62 persen.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), seusai menyidangkan dugaan pelanggaran etik Wahyu Setiawan, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga mengingatkan agar KPU membangun sistem pengawasan dan pengendalian internal. Dengan demikian, tidak ada lagi anggota KPU yang terjatuh dalam perilaku melanggar hukum, seperti korupsi.

Semestinya ada pembatasan pertemuan dengan pihak lain yang berpotensi konflik kepentingan atau mengharuskan selalu ada pihak ketiga dalam setiap pertemuan.

Wahyu diduga menerima suap Rp 600 juta terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif. DKPP menilai ada pembiaran dari lembaga karena Wahyu bisa bertemu dengan pihak-pihak berkepentingan tanpa pendampingan. Semestinya ada pembatasan pertemuan dengan pihak lain yang berpotensi konflik kepentingan atau mengharuskan selalu ada pihak ketiga dalam setiap pertemuan.

Begitu diangkat untuk menjabat tugas strategis ini, KPU dan segenap jajarannya telah angkat sumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya pemilu. Faktanya, pelanggaran hukum tetap saja terjadi.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Plt Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad (kanan kedua) didamping para anggota DKPP (dari kiri ke kanan) Idha Budhiati, Alfitra Salamm, dan Teguh Prasetyo bersiap menjawab pertanyaan para jurnalis usai memimpin sidang kode etik Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta, Selasa (15/1/2019). Wahyu Setiawan dilaporkan ke DKPP oleh Bawaslu karena terjerat dugaan kasus suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI PDI Perjuangan periode 2019-2024.

DKPP juga telah membuat peraturan tentang kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu. Faktanya, lagi-lagi, peraturan setebal 20 halaman itu pun tidak cukup kuat untuk menghentikan dorongan hasrat melakukan pelanggaran hukum, termasuk korupsi.

Sejarawan John Emerich Edward Dalberg-Acton (1834-1902) sejak lama telah mengingatkan bahwa manusia yang memiliki kekuasaan cenderung menyalahgunakan kekuasaannya.

KPU, kini, tengah menyusun petunjuk teknis mengenai kode etik dan kode perilaku dalam penyelenggaraan Pilkada 2020.

Saat inilah momentum bagi komisioner KPU yang tersisa untuk membangun kesadaran tentang pentingnya membangun sistem pengendalian dan pengawasan internal dalam tataran praksis. KPU, kini, tengah menyusun petunjuk teknis mengenai kode etik dan kode perilaku dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Respons cepat ini patut kita apresiasi. Semoga langkah ini bisa dengan cepat pula mengembalikan citra KPU yang kini kembali tercoreng.

Kasus dugaan suap yang menimpa KPU ini pun harus menjadi pemantik bagi lembaga negara lainnya untuk memperkuat sistem pengendalian dan pengawasan internal agar tidak banyak lagi pejabatnya yang berakhir dengan mengenakan rompi oranye, tahanan KPK.

Tentunya penguatan sistem pengawasan ini bukan jaminan 100 persen. Penelitian di Inggris itu menunjukkan, penurunan tajam di tiga lokasi rupanya dibarengi kenaikan angka pencurian di kompleks lain. Kita semua perlu wawas diri.