Hujan berintensitas tinggi beberapa hari terakhir berpotensi memicu ancaman bencana di sekitar gunung berapi. Meski tidak memengaruhi aktivitas gunung api secara langsung, hujan lebat berpeluang menimbulkan lahar hujan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Hujan dengan intensitas tinggi beberapa hari terakhir berpotensi memicu bahaya di sekitar gunung berapi. Meski tidak memengaruhi aktivitas gunung api secara langsung, hujan lebat berpeluang menimbulkan lahar hujan.
”Terutama untuk gunung api yang mempunyai material vulkanik cukup banyak, di antaranya Gunung Sinabung, Gunung Merapi, Gunung Agung, dan Gunung Semeru,” ujar Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kasbani di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020).
Saat ini terdapat 21 gunung api di Indonesia dengan status di atas aktif Normal (level I). Tiga di antaranya, yaitu Gunung Sinabung di Sumatera Utara, Gunung Karangetang di Sulawesi Utara, dan Gunung Agung di Bali, berstatus Siaga (level III). Sementara 18 gunung lainnya berstatus Waspada (level II).
PVMBG telah mengeluarkan rekomendasi jarak aman bagi masyarakat terkait ancaman aktivitas vulkanik langsung dan bahaya sekunder. Di Gunung Sinabung, misalnya, warga diminta tidak beraktivitas dalam radius 3 kilometer (km) dari puncak serta radius sektoral 5 km untuk sektor selatan-timur dan 4 km untuk sektor timur-utara.
Pada Gunung Karangetang, masyarakat diimbau tidak beraktivitas dalam radius 2,5 km dari puncak kawah utara serta perluasan sektoral 4 km arah barat laut-utara dari kawah utara dan 3 km ke barat dari kawah selatan.
Zona perkiraan bahaya di Gunung Agung adalah pada radius 4 km dari puncak. Sementara di Gunung Merapi, potensi ancaman bahaya berada dalam radius 3 km dari puncak.
Saat ini terdapat 21 gunung api di Indonesia dengan status di atas aktif Normal (level I). Sementara 18 gunung lainnya berstatus Waspada (level II).
Akan tetapi, ancaman lahar hujan, disebutkan Kasbani, jangkauannya dapat lebih jauh dari ancaman lontaran material vulkanik akibat letusan. Jaraknya bergantung volume material vulkanik yang terbawa aliran hujan.
”Area yang dilanda aliran lahar hujan mengikuti aliran sungai yang berhulu di gunung. Jadi, warga di sekitar sungai diimbau lebih waspada saat hujan lebat,” ujar Kasbani.
Ia mengatakan, rekomendasi jarak ancaman bahaya bersifat dinamis karena terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan aktivitas gunung api. Masyarakat dapat memantau perkembangannya dengan mengunjungi situs web vsi.esdm.go.id.
Erupsi Semeru
Gunung Semeru di Jawa Timur pada Sabtu erupsi. Kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas sedang, condong ke arah barat daya dengan tinggi sekitar 400 meter di atas puncak.
Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 22 milimeter dan durasi sekitar 3 menit. Sehari sebelumnya, Jumat (17/1/2020), gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu juga erupsi dengan tinggi kolom abu sekitar 600 meter dari puncak.
Kasbani mengatakan, Gunung Semeru sering mengalami erupsi dengan ketinggian kolom abu bervariasi. Meski demikian, statusnya tetap Waspada (level II).
Masyarakat diminta tidak beraktivitas dalam radius 1 km dari puncak dan 4 km dari lereng selatan-tenggara kawah aktif (Jongring Seloko) sebagai alur luncuran awan panas.
”Tidak ada peningkatan ancaman aktivitas vulkanik secara langsung. Hanya saja, ancaman lahar hujan saat intensitas hujan tinggi patut diwaspadai,” ujarnya.
Berdasarkan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), puncak musim hujan terjadi pada Februari. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, siklus curah hujan yang tinggi kini memendek.
”Biasanya curah hujan ekstrem terjadi pada periode 10 tahunan, kini hal itu bisa terjadi hanya kurang dari lima tahun. Artinya, ada indikasi perubahan lingkungan yang kemudian memicu perubahan iklim,” ucapnya (Kompas, 4/1/2020).