1,5 Tahun Hancur akibat Gempa, Irigasi Vital Sulteng Kembali Berfungsi
›
1,5 Tahun Hancur akibat Gempa,...
Iklan
1,5 Tahun Hancur akibat Gempa, Irigasi Vital Sulteng Kembali Berfungsi
Irigasi utama Gumbasa sepanjang 7 kilometer di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sudah mengalirkan air. Petani akan mulai menanam padi secara serentak pada Maret.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Irigasi utama Gumbasa sepanjang 7 kilometer di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, sudah mengalirkan air. Petani akan mulai menanam padi secara serentak pada Maret setelah hampir 1,5 tahun menunggu perbaikan irigasi vital yang hancur karena gempa pada September 2018 itu.
Pantauan Kompas pada Minggu (19/1/2020), air mengalir di saluran dengan lebar rata-rata 6 meter itu dari bendungan di Desa Pandere, Kecamatan Gumbasa, hingga ke Desa Lembara, Desa Tanambulava. Ketinggian air sekitar 1,5 meter atau tiga perempat dari tinggi saluran irigasi. Sejumlah saluran sekunder juga mengalirkan air. Pengaliran air mulai dilakukan pada Sabtu (18/1).
Air yang cukup jernih di saluran tersebut dimanfaatkan warga untuk mandi dan mencuci pakaian. Bahkan, banyak pula anak-anak dan orang dewasa yang berenang-renang di saluran di Desa Pandere.
Ini untuk mengairi sawah seluas 1.070 hektar di Kecamatan Gumbasa dan sebagian Tanambulava.
Pengaliran air dilakukan pada saluran yang memang telah rampung diperbaiki sepanjang 7 kilometer atau perbaikan tahap pertama. Ini untuk mengairi sawah seluas 1.070 hektar di Kecamatan Gumbasa dan sebagian Tanambulava. Kabupaten Sigi merupakan salah satu lumbung beras Sulteng.
Saluran irigasi itu sebelumnya sebagian besar hanya berdinding dan berlantai tanah. Saluran terbelah atau terbongkar saat gempa bermagnitudo 7,4 pada 28 September 2018. Sejumlah pintu air juga hancur.
Mahdin (58), petani Desa Pandere, menyatakan, berdasarkan kesepakatan antara petani, pemerintah, dan pelaksana proyek pada November 2019, penaburan benih padi dilakukan pada Maret 2020.
”Karena banyak lahan ditanami jagung, semua menunggu jagung selesai dipanen. Setelah itu, penanaman serentak dilakukan,” ujar petani, yang sawahnya juga ditanami jagung di Desa Pandere, Gumbasa, Sigi, Minggu.
Selama menunggu saluran irigasi tersebut diperbaiki, petani mengolah lahannya dengan menanam jagung dan sayuran. Di berbagai tempat, untuk pasokan air, petani menyedot air tanah dengan menggunakan mesin pompa untuk menyiram tanaman.
Mahdin menuturkan, debit air saat ini lebih besar dibandingkan sebelum gempa. Dulu, ketinggian air dari lantai saluran tak lebih dari 1,5 meter. ”Kami dijanjikan untuk bisa menanam tiga kali setahun. Dulunya sawah hanya diolah dua kali setahun. Kami sangat senang dengan perbaikan irigasi ini,” kata pemilik 0,5 hektar sawah tersebut.
Kepala Dusun II Desa Pandere Nur Alam (44) menyatakan, sambil menunggu jagung di sejumlah lahan dipanen, saluran-saluran sekunder dan tersier akan dibersihkan. Sejumlah saluran sekunder dan tersier telah diperbaiki, tetapi banyak ruas saluran yang sudah ditumbuhi rumput dan penuh endapan.
Saluran irigasi Gumbasa memiliki panjang 37 kilometer yang membentang dari Desa Pandere ke Kelurahan Petobo, Kota Palu. Saluran itu diperbaiki total dengan pembetonan di dinding dan lantainya karena rusak akibat gempa lalu. Sebagian besar saluran yang dirintis sebelum Indonesia merdeka itu dulunya hanya berupa tanah.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pelaksana proyek saluran, menargetkan perbaikan total rampung pada 2021. Pada awal Desember 2019, Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Sulteng Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto memastikan, tahap pertama sepanjang 7 kilometer bisa mengalirkan air pada Januari 2020.
Meskipun akhirnya berfungsi, perampungan saluran irigasi tahap pertama tersebut dua kali meleset dari target. Target pertama dicanangkan pada Maret-April 2019, tetapi tak terpenuhi. Pemerintah kemudian mengulur selesainya perbaikan pada Juli. Namun, hal itu juga meleset hingga akhirnya selesai pada Januari 2020.
Masalah anggaran menjadi ganjalan karena perbaikan tahap pertama menggunakan anggaran dari klaim asuransi kerusakan saluran irigasi yang ditaksir mencapai Rp 50 miliar. Proses klaim itu ternyata membutuhkan waktu lama.