Pengembalian dana nasabah bisa ditempuh dengan menyehatkan neraca keuangan Jiwasraya. Salah satunya melalui pengelolaan dana pesangon.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah penyehatan neraca keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) harus menjadi prioritas. Dengan memanfaatkan posisinya sebagai satu-satunya badan usaha milik negara di bidang asuransi jiwa, Jiwasraya dapat menjual produk berkualitas kepada seluruh BUMN.
Salah satunya adalah produk asuransi kumpulan berbasis dana pesangon. Ini menjadi peluang karena pemberian pesangon atau uang penghargaan masa kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pengamat asuransi, Hotbonar Sinaga, mengatakan, prioritas utama para pemangku kebijakan saat ini adalah mengembalikan dana nasabah yang gagal bayar. Mereka terdiri dari 17.000 pemegang polis bancassurance (asuransi melalui kanal perbankan) dan 5,2 juta peserta polis asuransi jiwa Jiwasraya.
”Wacana perkuatan anak usaha dan ide pembentukan induk BUMN asuransi dapat dilanjutkan, tetapi untuk dapat hasilnya butuh waktu panjang, lebih dari setahun. Itu baru pembentukannya saja,” kata Hotbonar di Jakarta, Sabtu (18/1/2019).
Menurut Hotbonar, sebagai satu-satunya BUMN asuransi jiwa, Jiwasraya bisa menjual produk asuransi kumpulan berbasis dana pesangon kepada sesama BUMN. Saat ini terdapat 142 perusahaan BUMN dengan jumlah karyawan 1 juta jiwa.
Ada juga 67 perusahaan minyak dan gas bumi yang memiliki sekitar 22.000 karyawan yang mendapatkan pembiayaan pemulihan (cost recovery) dari pemerintah.
”Dalam waktu tiga tahun, potensi premi produk ini mencapai triliunan rupiah. Namun, diperlukan juga inventarisasi, perusahaan mana yang telah mengalihkan pendanaan pesangon ini, termasuk perusahaan migas,” ujarnya.
Jiwasraya bisa menjual produk asuransi kumpulan berbasis dana pesangon kepada sesama BUMN.
Agar penjualan produk berjalan baik, lanjut Hotbonar, Kementerian BUMN perlu memfasilitasi inventarisasi itu. Penguatan pengawasan dari pemerintah juga diperlukan agar skenario penyelamatan Jiwasraya dapat berjalan optimal.
Selain mengembangkan produk itu, Jiwasraya juga harus melanjutkan pengembangan produk bagi generasi milenial. ”Perseroan harus berorientasi pada produk proteksi jiwa berbasis aplikasi yang sederhana tanpa perlu menambah unsur investasi,” ujarnya.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto, berharap Kementerian BUMN mampu berpikir out of the box dalam mencari solusi penyelamatan Jiwasraya. Perusahaan induk tidak akan cukup kuat untuk memulihkan kondisi keuangan Jiwasraya sehingga bisa melunasi dana para nasabah.
”Jiwasraya bisa melakukan aset desekuritisasi, yakni menjual pendapatan di masa depan, tetapi ditarik untuk masa saat ini. Mungkin lebih efektif (sebagai solusi keuangan) ketimbang membentuk induk,” ujarnya.
Jiwasraya bisa melakukan aset desekuritisasi, yakni menjual pendapatan di masa depan, tetapi ditarik untuk masa saat ini. Mungkin lebih efektif (sebagai solusi keuangan) ketimbang membentuk induk.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo meminta pengembalian dana nasabah diprioritaskan. Kementerian BUMN telah memaparkan sejumlah solusi untuk membantu menyelesaikan masalah gagal bayar itu.
Solusi tersebut adalah restrukturisasi utang, pendirian perusahaan induk asuransi, kerja sama dengan BUMN lain untuk membentuk anak usaha, penjualan portofolio saham, dan penjualan aset.
Manipulasi
Anggota Ombudsman RI Bidang Ekonomi, Dadan Supardjo Suharmawijaya, mengemukakan, kasus gagal bayar polis nasabah Jiwasraya bisa terjadi akibat hasil laporan keuangan sukar dipahami publik. Hal ini membuka ruang untuk manipulasi.
Jiwasraya menginvestasikan hasil penjualan produk saving plan sejak 2015 ke saham perusahaan yang memiliki kinerja kurang baik dan reksa dana berkualitas rendah sehingga berujung pada gagal bayar.
”Laporan tahunan yang terkesan berantakan tersebut gampang \'masuk angin\'. Uang yang mestinya jadi penjaminan bagi nasabah dan pemegang polis diputar untuk membeli saham-saham gorengan,” ujarnya.