Anthony Sinisuka Ginting selalu berpikir positif dan terus berusaha memperbaiki penampilannya. Bagi tunggal putra bulu tangkis Indonesia itu, prestasi akan mengikuti performa. Dia kini memburu juara di Indonesia Masters.
Oleh
Yulia Sapthiani
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setahun empat bulan. Selama itulah Anthony Sinisuka Ginting tak meraih gelar juara. Setelah mengalami penurunan prestasi pada 2019, Anthony memiliki kesempatan untuk juara di hadapan pendukung sendiri di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta.
Anthony mencapai final pertamanya pada 2020 dalam turnamen Daihatsu Indonesia Masters. Dia akan berebut gelar juara dengan juara bertahan, Anders Antonsen (Denmark), setelah mengalahkan pemain Denmark lainnya pada semifinal, Viktor Axelsen. Anthony mengalahkan Axelsen 22-20, 21-11 pada laga yang berlangsung Sabtu (18/1/2020).
Tunggal putra peringkat ketujuh dunia itu menjadi salah satu dari empat wakil tuan rumah yang akan bertanding di final. Gelar juara telah pasti didapat ganda putra dengan akan bertemunya Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan.
Gelar lain berpeluang didapat ganda putri, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, yang akan berhadapan dengan Maiken Fruergaard/Sara Thygesen (Denmark). Seperti Anthony, ganda putri peringkat kedelapan dunia itu, juga, lama tak merasakan menjadi juara, yaitu sejak menjadi yang terbaik pada India Terbuka, Maret 2019. Sejak saat itu, mereka, bahkan, tak pernah tampil di final.
Pada 2019, Anthony sebenarnya mendapat lebih banyak kesempatan menjadi juara dibandingkan setahun sebelumnya. Dia tampil dalam empat final, di Singapura, Austalia, China, dan Hong Kong Terbuka, tetapi selalu kalah. Anthony juga lima kali tersingkir pada babak pertama, termasuk di All England.
Pada 2018, pemain berusia 23 tahun itu hanya mencapai dua final, tetapi selalu juara, yaitu di Indonesia Masters dan China Terbuka. Di China, Anthony mengalahkan nama-nama besar, di antaranya Chen Long, Lin Dan, dan Kento Momota. Gelar pada China Terbuka, September 2019, menjadi gelar terakhirnya.
”Bagi saya, selalu ada kesempatan untuk lebih baik. Saya melupakan tahun lalu. Pada hari ini, saya hanya berpikir untuk besok. Apalagi, pada tahun ini akan ada Olimpiade,” kata Anthony yang selalu menang atas Antonsen pada dua pertemuan di Malaysia Masters 2018 dan China Terbuka 2019.
Peraih perunggu Asian Games Jakarta Palembang 2018 itu juga tak ingin terbeban untuk juara. Baginya yang terpenting adalah berpikir strategi yang tepat untuk pertandingan berikutnya. ”Hasil akan mengikuti cara bermain yang saya terapkan,” kata Anthony.
Itu pula yang diingatkan Hendry Saputra Ho kepada pemain tunggal putra yang dilatihnya di pelatnas PP PBSI, Cipayung, Jakarta Timur, termasuk dua pemain terbaik Indonesia saat ini, Jonatan Christie dan Anthony. Mereka selalu diingatkan untuk konsisten dalam menerapkan pola main yang benar.
”Contohnya, setelah mendapat dua poin dengan permainan bagus, jangan kehilangan poin lebih banyak karena membuat kesalahan. Saat bertanding, mereka harus sadar sendiri akan hal itu, bukan hanya diingatkan pelatih,” kata Hendry.
Seperti Anthony, Greysia juga tak ingin terbeban untuk juara. Dirinya lebih terfokus untuk mematangkan permainan, apalagi ketika melawan pemain-pemain dengan peringkat dunia di atas mereka. Ini sejalan dengan persiapan Greysia/Apriyani untuk tampil di Olimpiade Tokyo 2020, pada 24 Juli-9 Agustus.
”Minions” vs ”Daddies”
Perebutan gelar juara ganda putra, yang merupakan ulangan final Indonesia Masters 2019, menjadi final ideal dengan bertemunya dua pasangan peringkat teratas dunia. Kevin/Marcus, yang berada di puncak peringkat, sejak 5 Oktober 2017 hingga saat ini, akan bertemu Hendra/Ahsan untuk ke-13 kalinya. ”Minions” unggul 10-2 atas ”Daddies”, termasuk dalam sembilan pertemuan terakhir.
”Hendra/Ahsan pemain berpengalaman. Kami harus mewaspadai itu, tak boleh lengah,” ujar Kevin, juara bertahan, setelah mengalahkan Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Malaysia), 21-19, 21-19, pada semifinal.
Kekuatan dan kecepatan Hendra/Ahsan memang berada di bawah lawan-lawannya yang lebih muda. Namun, mereka memiliki keunggulan bisa mengatasi emosi dalam kondisi kritis. Keunggulan ini dirasakan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto saat berhadapan dengan senior mereka di pelatnas Cipayung itu pada semifinal.
Setelah berbagi kemenangan dalam dua gim, Fajar/Rian unggul 8-6 hingga 14-12 pada gim ketiga. Namun, setelah itu, Hendra/Ahsan meraih enam angka beruntun. Laju mereka tak bisa dihentikan Fajar/Rian.
Final antardua pasangan terbaik dunia juga akan terjadi pada ganda campuran, yaitu antar-sesama pemain China. Ganda nomor satu dunia, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, akan bersaing dengan Wang Yilyu/Huang Dongping. Ini adalah ulangan Malaysia Masters, pekan lalu, yang dimenangi Zheng/Huang.
Pada tunggal putri, perebutan gelar juara akan terjadi antara Ratchanok Intanon (Thailand) dan Carolina Marin (Spanyol). Ini menjadi momen spesial bagi Marin yang juga tampil pada final Indonesia Masters 2019, tetapi gagal juara.
Marin, bahkan, tak bisa menyelesaikan gim pertama ketika melawan Saina Nehwal (India) karena cedera lutut. Setelah itu, dia beristirahat dan bertanding kembali pada September.
”Seperti saya katakan sejak hari pertama di sini, ini adalah turnamen spesial. Final menjadi motivasi saya untuk terus menatap ke depan. Saya ingin membawa pulang gelar juara,” ujar Marin.