Dinilai Ada Benturan Kepentingan, Yasonna Laoly Dilaporkan ke Presiden
›
Dinilai Ada Benturan...
Iklan
Dinilai Ada Benturan Kepentingan, Yasonna Laoly Dilaporkan ke Presiden
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly dilaporkan ke Presiden Joko Widodo karena dinilai mengalami benturan kepentingan terkait kasus korupsi yang melibatkan calon anggota legislatif PDI-P Harun Masiku.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna Laoly dilaporkan ke Presiden Joko Widodo karena dinilai mengalami benturan kepentingan terkait kasus korupsi yang melibatkan calon anggota legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Harun Masiku. Hal itu terjadi karena Yasonna selaku pengurus PDI-P terlibat dalam pembentukan tim hukum PDI-P terkait kasus Harun.
Pelaporan Yasonna kepada Presiden dilakukan Indonesian Court Monitoring (ICM), lembaga swadaya masyarakat yang berbasis di Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan tersebut dikirim melalui layanan pos pada Senin (20/1/2020).
"Hari ini, kami akan melaporkan secara resmi Menteri Hukum dan HAM, Saudara Yasonna Laoly, kepada Presiden Joko Widodo terkait dugaan benturan kepentingan," kata Direktur ICM Tri Wahyu sebelum mengirim laporan tertulis di Kantor Pos Besar Yogyakarta, Senin siang.
Tri menjelaskan, dugaan benturan kepentingan itu muncul karena Yasonna selaku pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P terlibat dalam pembentukan tim hukum DPP PDI-P terkait kasus dugaan suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Dalam kasus itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan sejumlah tersangka, termasuk Harun Masiku.
Pembentukan tim hukum DPP PDI-P itu diumumkan dalam konferensi pers pada Rabu (15/1/2020). Dalam konferensi pers tersebut, Yasonna juga turut hadir sebagai ketua DPP PDI-P Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan. Saat itu, Yasonna mengatakan, tim hukum tersebut dibentuk untuk meluruskan pemberitaan mengenai keterlibatan DPP PDI-P dalam kasus suap Wahyu Setiawan (Kompas.id, 15/1/2020).
Tri menyatakan, sebagai pejabat publik yang telah disumpah, Yasonna Laoly seharusnya bekerja secara profesional dan akuntabel. Tri juga mengingatkan, jabatan menteri Hukum dan HAM yang diemban Yasonna itu melekat selama 24 jam.
"Artinya, kalau sudah disumpah sebagai pejabat publik, harusnya memihak pada jabatan publiknya. Tidak menjadi petugas partai atau petugas golongan," ujar Tri.
Tri juga mengingatkan, sebagai Menteri Hukum dan HAM, Yasonna juga menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 38 Tahun 2015 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Dalam peraturan itu disebutkan beberapa jenis benturan kepentingan, misalnya situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan atau instansi untuk kepentingan pribadi dan golongan. Jenis benturan kepentingan lain yang disebut adalah perangkapan jabatan di beberapa instansi yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung serta sejenis atau tidak sejenis sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lain.
Tri memaparkan, dalam laporannya kepada Presiden, ICM meminta Presiden menjatuhkan sanksi berat kepada Yasonna. Sebab, Tri menilai, tindakan Yasonna juga merupakan pelanggaran berat. "Kalau bicara ini pelanggaran berat, maka kami sebagai bagian dari rakyat Indonesia meminta Presiden untuk mencopot Saudara Yasonna Laoly," ungkapnya.
Tri menambahkan, laporan pada Presiden juga ditembuskan kepada tiga orang tokoh yang selama ini dianggap sebagai guru bangsa, yakni Ahmad Syafii Maarif, Kiai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus, serta Ibu Sinta Nuriyah Wahid. "Harapan kami, tiga guru bangsa ini bisa memberi masukan pada Presiden," tuturnya.
Sebelum laporan itu, Yasonna telah mengeluarkan pernyataan terkait kontroversi yang menimpa dirinya. Ia menyatakan, kehadiran dirinya dalam konferensi pers di DPP PDI-P bukanlah sebagai Menteri Hukum dan HAM.
Yasonna menyebut, dalam konferensi pers tersebut, dirinya hadir sebagai pengurus DPP PDI-P. "Pakaian saya juga jelas, pakaian partai waktu itu. Bukan sebagai Menteri Hukum dan HAM," katanya seusai menghadiri acara Kementerian Hukum dan HAM di Yogyakarta, Jumat (17/1/2020).
Yasonna menyebut, dirinya tidak ikut dalam tim hukum DPP PDI-P terkait kasus suap Wahyu Setiawan. Namun, Yasonna menuturkan, sebagai ketua DPP PDI-P Bidang Hukum, HAM, dan Perundangan-undangan, dirinya memang membentuk tim hukum tersebut. "Saya tidak ikut di tim hukum. Saya ketua DPP yang membentuk tim hukum. Waktu kami bentuk (tim hukum), saya umumkan. Itulah tugas saya," ungkap Yasonna.
Yasonna juga menuturkan, meski menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM, dirinya tidak bisa mengintervensi proses penyidikan kasus suap terhadap Wahyu Setiawan. "Mana bisa saya intervensi. Saya tidak punya kewenangan, kecuali saya komisioner KPK," ujar dia.