Kebijakan pemerintah menaikkan harga dan cukai rokok serta memangkas subsidi elpiji 3 kilogram berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Kebijakan itu tidak akan menyebabkan inflasi naik signifikan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah menaikkan harga eceran dan cukai rokok serta memangkas subsidi elpiji 3 kilogram berpotensi menurunkan daya beli masyarakat. Kendati begitu, kebijakan itu tidak akan memengaruhi kenaikan inflasi 2020 secara signifikan.
Sejak awal 2020, pemerintah menaikkan harga jual eceran rokok sekitar 35 persen dan meningkatkan cukai rokok menjadi 23 persen. Pemerintah juga berencana memangkas subsidi solar menjadi Rp 1.000 per liter dan subsidi elpiji 3 kilogram (kg) 22 persen.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, saat dihubungi Kompas, Senin (20/1/2020), mengatakan, kenaikan cukai rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok paling berpotensi mengurangi daya beli masyarakat secara langsung.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pengeluaran per kapita terbesar masyarakat Indonesia untuk konsumsi rokok dan tembakau sebesar 12,32 persen. Di kelompok pangan, persentase pengeluaran rokok menjadi yang terbesar kedua setelah makanan dan minuman jadi yang sebesar 35,12 persen.
”Penghitungan inflasi untuk bahan rokok merupakan salah satu kelompok barang dengan andil perhitungan terbesar bersama dengan beras dan susu kental manis. Jadi, ada kecenderungan kenaikan cukai rokok akan menekan daya beli,” ujarnya.
Ada kecenderungan kenaikan cukai rokok akan menekan daya beli.
Selain itu, rokok juga merupakan komoditas kedua setelah beras yang berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan. Pada September 2019, kontribusi rokok kretek filter terhadap garis kemiskinan di kota 11,17 persen dan di desa 10,37 persen. Kontribusi tersebut naik dari September 2018 yang sebesar 10,39 persen di kota dan 10,06 persen di desa.
Kenaikan elpiji 3 kg subsidi yang rata-rata Rp 11.000 per tabung juga bisa menurunkan daya beli. Sebab, pengeluaran konsumsi untuk elpiji dalam kategori pengeluaran untuk kendaraan bermotor merupakan pengeluaran terbesar kedua setelah bensin.
Beberapa hari lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan rencana pemerintah mengatur ulang kebijakan distribusi elpiji 3 kg subsidi dari terbuka ke tertutup atau dengan syarat tertentu masih dalam tahap kajian.
”Saya pikir hal itu akan berdampak pada peningkatan inflasi tahun ini. Meskipun meningkat, ada kecenderungan inflasi pangan akan relatif terjaga di tahun ini, berkaca dari kebijakan pemerintah di tahun lalu yang sukses menahan laju inflasi pangan,” kata Yusuf.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Wisnu Wardana mengatakan, kenaikan beberapa komponen harga yang diatur pemerintah akan dibarengi dengan tren penurunan harga energi dan pangan internasional. Tren inflasi di sejumlah negara yang bergerak rendah karena minimnya tekanan eksternal juga dinilai menguntungkan Indonesia.
”Secara keseluruhan, risiko inflasi pada 2020 cukup seimbang. Inflasi pada 2020 diproyeksikan sekitar 3,39 persen,” kata Wisnu kepada Kompas, Kamis (2/1/2020).
Sepanjang 2019, pertumbuhan inflasi berada di angka 2,72 persen. Angka itu merupakan yang terendah sejak 2012. Salah satu faktor rendahnya inflasi itu, menurut Kepala BPS Suhariyanto, adalah tidak adanya kenaikan harga barang yang diatur pemerintah, seperti cukai rokok dan harga bahan bakar minyak (BBM).
Terkendalinya harga beberapa komoditas, terutama beras, juga tidak memicu inflasi yang signifikan. Pada 2019, beras tidak termasuk 10 besar komoditas yang memiliki andil dominan terhadap inflasi.
”Faktor-faktor itu yang memengaruhi inflasi tahun ini terendah sejak 2012 dengan perhitungan tahun dasar, komoditas, dan bobot yang sama,” kata Suhariyanto (Kompas, 2/1/2020).