Ketika Greysia/Apriyani dan Anthony Menjaga Motivasi
›
Ketika Greysia/Apriyani dan...
Iklan
Ketika Greysia/Apriyani dan Anthony Menjaga Motivasi
Gelar juara Indonesia Masters menjadi pemacu motivasi dan semangat Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan Anthoni Sinisuka Ginting untuk terus memperbaiki penampilannya, sehingga bisa tampil di Olimpiade Tokyo 2020.
Oleh
Yulia Sapthiani & Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Indonesia meraih tiga gelar juara dari turnamen bulu tangkis Daihatsu Indonesia Masters. Bagi Greysia Polii/Apriyani Rahayu dan Anthony Sinisuka Ginting, gelar tersebut didapat setelah melalui tahun sulit pada 2019. Gelar ini menjadi penyemangat untuk menghadapi banyak momen penting pada 2020, dengan Olimpiade Tokyo sebagai target puncak.
Apriyani, bahkan, menangis saat berpelukan dengan Greysia di lapangan, sesaat setelah juara. Rasa emosional dalam diri pemain berusia 21 tahun itu belum hilang saat berbicara dalam sesi konferensi pers.
“Alhamdulillah, Puji Tuhan, saya tidak menyangka (Apriyani menangis seraya menundukkan kepala). Saya berkaca dari tahun lalu, ketika kami terpuruk. Kami mencari cara untuk bisa keluar dari masalah, bisa jadi juara, bisa maju. Alhamdulillah, di rumah sendiri, kami bisa menunjukkan performa terbaik,” tutur Apriyani.
Gelar bagi ganda putri peringkat kedelapan dunia itu didapat setelah dalam laga final di Istora Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (19/1/2020), menang atas Maiken Fruergaard/Sara Thygesen (Denmark). Kemenangan, 18-21, 21-11, 23-21, didapat berkat upaya Greysia/Apriyani menggagalkan dua match point lawan pada skor 20-19 dan 21-20.
Selisih angka terjauh pada gim penentuan tersebut tak pernah lebih dari tiga angka. Momen menegangkan sejak Greysia/Apriyani unggul, 18-15, berbalik tertinggal, 18-19, hingga meraih poin terakhir menunjukkan bahwa mereka telah memperlihatkan upaya untuk bangkit. Medali juara yang dikalungkan di leher mereka menjadi yang pertama setelah terakhir kali menjuarai India Terbuka, Maret 2019.
Anthony harus menanti lebih lama lagi, yaitu 1 tahun empat bulan, untuk berdiri di podium juara setelah mengalahkan Anders Antonsen (Denmark), 17-21, 21-15, 21-9. Gelar terakhir tunggal putra peringkat ketujuh dunia itu adalah China Terbuka, September 2018.
Satu gelar lain bagi tuan rumah didapat dari final sesama ganda putra Indonesia. Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon juara untuk ketiga kali beruntun usai mengalahkan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, 21-15, 21-16.
Pada 2019, Greysia/Apriyani dan Anthony sama-sama melalui perjalanan sulit. Di saat kekuatan ganda putri Jepang, yang paling sulit dikalahkan pada 2018, belum bisa diruntuhkan, Greysia/Apriyani mendapat kompetitor baru dari Korea Selatan, yaitu Kim So-yeong/Kong Hee-yong, yang saat ini menempati peringkat keempat dunia.
Greysia/Apriyani mencapai hasil tertinggai pada 2019 dengan menembus semifinal Kejuaraan Dunia. Akan tetapi, mereka mengakhiri tahun tersebut dengan tersingkir pada babak pertama dan kedua dalam empat turnamen terakhir.
Tekanan bertambah berat karena Greysia/Apriyani seringkali menjadi satu-satunya wakil ganda putri Indonesia pada turnamen level tinggi. Peringkat dunia ganda putri Indonesia lainnya yang terlalu rendah membuat mereka tak bisa menjadi peserta turnamen-turnamen BWF Super 750 dan 1000.
Ini berbeda dengan Jepang, China, dan Korea Selatan yang bisa menempatkan dua hingga empat wakil hingga bisa saling “membantu” untuk mengalahkan lawan dari negara lain.
“Banyak hal yang harus kami lewati untuk juara di sini. Berhadapan dengan negara lain yang punya banyak wakil, kami harus mendorong diri sendiri untuk mencapai yang lebih tinggi, terutama dalam pola pikir,” tutur Greysia.
Salah satu pemain paling senior di pelatnas bulu tangkis itu, juga, memuji Apriyani yang tahan terhadap tekanan, baik dalam pertandingan maupun latihan. “Ibaratnya, saat juara menangis, latihan pun menangis,” katanya.
Upaya mengembalikan kepercayaan diri dan performa mereka dilakukan dengan mengubah pola main. Greysia diminta beradaptasi dengan karakter permainan cepat Apriyani. Setelah memberi hasil semifinal Malaysia Masters, 7-12 Januari, kali ini mereka mendapat gelar juara.
Sadar bahwa gelar juara Indonesia Masters ini hanya menjadi awal kebangkitan, Greysia/Apriyani mengingatkan diri sendiri untuk tak cepat puas. “Habis ini kami bersiap ke Thailand. Kami boleh senang tapi, enggak boleh cepat puas karena tujuan kami adalah untuk Olimpiade Tokyo,” ujar Greysia.
Motivasi Anthony
Lima kegagalan pada lima final 2019 menjadi motivasi Anthony untuk juara di hadapan publik yang memenuhi Istora. Lima kekalahan pada final itu terjadi pada Singapura, Australia, China, dan Hongkong Terbuka, serta turnamen Final BWF World Tour.
“Saya belajar dari lima yang selalu kalah itu, jangan sampai terjadi lagi. Tahun lalu gagal dan gagal, sekarang coba lagi, coba lagi sampai berhasil. Saya ingin membuktikan kalau tunggal putra bisa juara,” kata Anthony yang juga menjadikan gelar juara itu sebagai penyemangat untuk tampil di Olimpiade.
Namun, jadwal padat menanti pebulu tangkis Indonesia, termasuk bagi Anthony dan Jonatan Christie. Pelatih tunggal putra Hendry Saputra Ho mengatakan, dengan padatnya jadwal turnamen yang wajib diikuti, dia akan memfokuskan penampilan Anthony dan Jonatan pada turnamen BWF Super 750 dan 1000, salah satunya All England sebagai target terdekat. Turnamen bulu tangkis yang digelar sejak 1899 itu akan berlangsung 11-15 Maret.
Kedua tunggal putra itu diharapkan bisa meraih hasil baik di All England untuk meraih poin sebanyak mungkin setelah mendapat hasil buruk pada 2019. Tahun lalu, Anthony tersingkir pada babak pertama, sementara Jonatan pada babak kedua.
Hendry menargetkan, Anthony dan Jonatan bisa menempati peringkat empat besar sebelum Olimpiade agar kesempatan berhadapan dengan lawan-lawan paling berat terjadi pada babak-babak akhir.
Gelar juara ganda campuran didapat Zheng Siwei/Huang Yaqiong (China), sementara Ratchanok Intanon menjadi yang terbaik pada tunggal putri.