Sosialisasi Sejarah Cegah Modus Keraton Agung Sejagat Berulang
›
Sosialisasi Sejarah Cegah...
Iklan
Sosialisasi Sejarah Cegah Modus Keraton Agung Sejagat Berulang
Pemerintah Kabupaten Purworejo, menggandeng sejarawan tengah menyusun narasi sejarah tentang Kerajaan Majapahit untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Hal ini untuk mengantisipasi kasus Keraton Agung Sejagat berulang.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Purworejo, menggandeng sejarawan tengah menyusun narasi sejarah tentang Kerajaan Majapahit untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Hal ini untuk mengantisipasi kasus Keraton Agung Sejagat berulang.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Purworejo, Rita Purnama, Senin (20/1/2020) mengatakan, penyusunan narasi sejarah melibatkan dua sejarawan. “Data-data tersebut nantinya langsung kami sosialisasikan ke desa-desa dan lewat media,” ujarnya.
Data-data sejarah tersebut nantinya akan banyak difokuskan untuk meluruskan kembali fakta sejarah yang telah banyak diubah dan disampaikan para pengurus KAS kepada para pengikutnya. Menurut Rita, sejumlah cerita yang perlu diluruskan antara lain adalah pernyataan dari raja KAS, Toto Santoso, yang mengklaim bahwa KAS sah berdiri sebagai bentuk perwujudan janji yang telah disepakati antara Kerajaan Majapahit dan Portugis, ratusan tahun lampau.
“Oleh KAS, perjanjian antara Kerajaan Majapahit-Portugis tersebut disebutkan dibuat pada tahun 1518. Padahal, berdasarkan data sejarah, Kerajaan Majapahit sudah berakhir pada tahun 1478,” ujarnya.
Dari buku-buku sejarah, Rita menuturkan, pada 1518, sebenarnya juga merupakan masa peperangan Portugis melawan Kerajaan Demak. Pada waktu itu, Kerajaan Majapahit juga telah ditaklukkan oleh Kerajaan Demak. Dengan sejumlah data tersebut, para pengikut KAS seharusnya tidak lagi mempercayai cerita Toto perihal Kerajaan Majapahit.
Seperti diberitakan sebelumnya, Toto Santoso selaku raja KAS, menggunakan cerita sejarah Kerajaan Majapahit, sebagai bahan untuk membuat para pengikutnya terkesan dan akhirnya tertipu. KAS juga disebut Toto sebagai bentuk perwujudan dari perjanjian antara Kerajaan Majapahit-Portugis, ratusan tahun lampau. Di masa kini, KAS dinyatakannya memiliki tugas mencari kembali harga peninggalan Kerajaan Majapahit.
Dalam masa perjuangan mencari harta karun inilah, para anggota menyerahkan dana sukarela untuk kegiatan KAS, dengan iming-iming dari pengurus bahwa pada saatnya nanti, mereka akan mendapatkan uang berlimpah.
Kompleks KAS dirancang berdiri di atas tanah milik salah seorang warga bernama Chikmawan, di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.
Kepala Desa Pogung Jurutengah, Slamet Purwadi, mengatakan, pihaknya pun mendukung upaya sosialisasi sejarah yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten Purworejo. “Kami memerlukan data yang benar sebagai sumber referensi agar warga tidak tertipu lagi,” ujarnya.
Kasus KAS ini melibatkan empat warga Desa Pogung Jurutengah yang salah satunya merupakan perangkat desa setempat.
Sementara itu, Teguh (60), salah seorang anggota KAS, saat ditemui akhir pekan lalu, mengaku, penjelasan Toto perihal sejarah dinilainya meyakinkan. Hal itulah yang kemudian membuatnya percaya dan mau terlibat dalam aktivitas KAS.
Dia menambahkan, kasus ini tidak murni penipuan. Pasalnya, semua uang dikeluarkan masing-masing anggota secara sadar. “Saya mengeluarkan dana secara sukarela. Tidak ada paksaan ataupun hal-hal mistis di dalamnya, yang membuat saya merasa harus membayar,” ujar warga Desa Kedung Kamal, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo ini.
Teguh telah mengeluarkan uang lebih dari 10 juta untuk KAS. Dana tersebut dikeluarkannya secara bertahap. Pengeluaran dana tersebut, menurut dia, dianggapnya menjadi hal yang wajar dilakukan dalam aktivitas komunitas ataupun kelompok.