Selain bermusik, band Senyawa asal Yogyakarta berjualan jamu siap seduh. Di usianya yang kesepuluh, mereka ingin memberi warna baru dalam proses bermusiknya.
Oleh
Herlambang Jaluardi
·2 menit baca
Duo eksperimentalis asal Yogyakarta, Senyawa telah berusia selama satu dasawarsa. Ada belasan album yang mereka hasilkan, dan puluhan negara telah mereka sambangi. Lantas mau apalagi?
“Kami ingin melakukan kerja nyata,” kata Wukir Suryadi, pemain instrumen yang ia rancang sendiri di Gudskul Ekosistem, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (17/01/2020). Kerja nyata yang dia maksud adalah pendirian perusahaan bernama CV Senyawa Mandiri, yang telah terdaftar sejak Desember 2019.
“Dimulai dengan usaha kecil dulu, misalnya jualan jamu,” tukas Rully Shabara yang memakai vokal sebagai instrumen bunyi. Ya, mereka menjual jamu siap teguk dan siap seduh di arena konser dalam rangkaian tur singkat Senyawa: Dasawarsa Pertama. Jakarta adalah kota pertama; lalu berlanjut ke Bandung dan Jatiwangi di Jawa Barat.
Selain jamu, mereka juga menjual tembakau linting beserta cengkehnya dari Sumedang, Jawa Barat. Turut dijual pula pupuk kompos padat. Tentu saja mereka masih menjual kaus dan album musik layaknya sebuah band.
Usaha kecil yang mereka jalankan ini diharapkan Wukir menjadi warna baru dalam proses bermusik mereka. “Dari interaksi ini mungkin bisa didapat problematikanya apa, lalu bagaimana merepresentasikannya lewat bunyi,” kata Wukir.
Senyawa terbentuk di Yogyakarta pada 2010. Mereka bermain di ranah musik kontemporer yang berakar dari musik tradisi. Wukir merancang sendiri alatnya, yang salah satunya ia beri nama bambuwukir. Sedangkan Rully mengoptimalkan teknik vokal sebagai penghasil bunyi.