Di tengah desakan empat Dewas, hanya Supra yang memiliki perbedaan pandangan dan membela Helmi. Ia menjelaskan, sebenarnya program Liga Inggris merupakan salah satu capaian besar yang dilakukan Helmi.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menyarankan agar segera dilakukan audit investigatif menyeluruh terkait kisruh internal Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia yang berimbas pada pemberhentian Helmi Yahya sebagai Direktur Utama. Audit tersebut juga bertujuan mengungkap potensi tagihan yang tidak terbayar akibat banyaknya program luar negeri yang ditayangkan di TVRI.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis Almasyhari menjelaskan, perlu ada audit investigatif terhadap LPP TVRI karena ada dugaan potensi tagihan yang tidak bisa terbayar. Nantinya, DPR juga akan memanggil jajaran direksi LPP TVRI untuk mencocokkan apakah laporan Dewan Pengawas (Dewas) sudah sesuai atau tidak.
”Dewas memang punya wewenang memberhentikan Direktur Utama. Kami menyarankan agar Badan Pemeriksa Keuangan kembali melakukan audit investigatif terhadap TVRI,” ucapnya dalam rapat dengar pendapat dengan Dewas LPP TVRI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/01/2020).
Rapat dihadiri Ketua Dewas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin beserta anggota Dewas LPP TVRI, yaitu Made Ayu Dwie Mahenny, Maryuni Kabul Budiono, Pamungkas Trishadiatmoko, dan Supra Wimbarti.
Dalam rapat, Arief menyampaikan kronologi bagaimana Helmi Yahya akhirnya diberhentikan dari jabatan Dirut. Menurut ia, kasus ini bermula pada 2018 ketika terjadi keterlambatan pembayaran honor SKK pegawai TVRI.
”Setelah itu para pegawai melakukan mogok siaran pada 10 Januari 2019. Dewas menegur jajaran direksi TVRI. Setelah peristiwa tersebut, sekitar akhir 2019, Komisi I DPR juga menegur jajaran direksi karena banyaknya program asing berbiaya tinggi,” ucapnya.
Arief mengatakan, program luar negeri yang dimaksud adalah Liga Inggris dan Discovery Channel. Ia pun mempermasalahkan program Kuis Siapa Berani yang diusulkan Helmi Yahya. Menurut dia, program kuis ini sudah berjalan sekitar 200 episode.
”Selain itu, program rebranding yang dilakukan TVRI juga tidak berjalan maksimal karena program siaran ulang yang ditayangkan di TVRI. Kami mendapat protes dari masyarakat karena ketika peristiwa banjir awal tahun ini, TVRI malah menayangkan program Discovery Channel,” ucapnya.
Tagihan ”Liga Inggris”
Trishadiatmoko menyampaikan rincian besaran potensi tagihan yang tidak bisa terbayar akibat tayangan Liga Inggris. Menurut dia, untuk menayangkan satu pertandingan Liga Inggris memakan biaya Rp 552 juta.
”Biaya itu berbanding jauh dengan program acara TVRI lain yang hanya memakan anggaran sekitar Rp 15 juta untuk setiap episode,” ujarnya.
Trishadiatmoko juga mendapat informasi bahwa pada 31 Oktober 2019 ada tagihan Global Media Visual untuk Liga Inggris senilai Rp 27 miliar dan jatuh tempo pada 15 November 2019. Namun, dari data yang Dewas cek pada Desember 2019, tidak ada anggaran pembayaran untuk itu.
”Total kontrak yang telah disepakati untuk Liga Inggris yaitu selama tiga sesi dengan biaya sekitar Rp 126 miliar di luar pajak dan biaya lain. Kontrak tiga sesi ini sifatnya tahun jamak dan tidak ada permintaan tertulis kepada Dewas untuk membelanjakan program seperti ini,” katanya.
Menurut Trishadiatmoko, uang sebesar itu berpotensi menjadi biaya yang tidak terbayarkan dan bisa berakibat keterlambatan pembayaran SKK bagi pegawai. Ia pun mengatakan, seharusnya biaya tersebut bisa digunakan untuk membiayai program lokal yang bernilai edukasi tinggi.
Capaian besar
Di tengah desakan empat Dewas, hanya Supra yang memiliki perbedaan pandangan dan membela Helmi. Ia menjelaskan, sebenarnya program Liga Inggris merupakan salah satu capaian besar yang dilakukan Helmi.
”Sebab, setahu saya, banyak TV swasta yang menginginkan program tersebut, tetapi TVRI yang berhasil mendapatkan hak siarnya,” katanya.
Selain itu, Supra mengatakan, perlu ada kembali musyawarah dengan jajaran direksi terkait pemberhentian Helmi. Ia juga mengatakan bahwa dugaan dan laporan para Dews harus bisa dibuktikan nantinya.
Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Tubagus Hasanuddin, mengatakan, di jajaran Dewas masih ada perbedaan pandangan. Hal ini menyebabkan laporan yang disampaikan Dewas perlu dicocokkan lagi kebenarannya.
”Oleh karena itu, perlu ada audit kinerja dan audit keuangan untuk mencocokkan, mana laporan yang benar dan mana laporan yang tidak. Perlu ada kejelasan dalam kasus ini,” katanya.
Sebelumnya, setelah diberhentikan sebagai Dirut TVRI oleh Dewas TVRI, Helmy menyiapkan langkah-langkah hukum seminggu ke depan. Untuk menyiapkan gugatan, ia menggandeng mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra Hamzah, sebagai penasihat hukum.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, jajaran Dewas dan direksi TVRI perlu duduk bersama untuk membahas masalah ini. Hal ini diperlukan untuk mengembalikan marwah TVRI sebagai media pemersatu bangsa.
”Polemik ini jangan sampai mengganggu kinerja karyawan TVRI yang mencapai 4.000 orang lebih. Sebagai lembaga penyiaran publik yang memiliki tagline Media Pemersatu Bangsa, TVRI harusnya bisa membuktikan persatuan di internalnya terlebih dahulu,” katanya.