ZA (17), anak beperkara dengan hukum, dituntut pidana pembinaan dalam lembaga selama 1 tahun atas kasus pembunuhan terhadap begal yang berusaha merampas sepeda motor, telepon, dan akan memerkosa teman perempuannya.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — ZA (17), anak beperkara dengan hukum, dituntut dengan pidana pembinaan dalam lembaga selama satu tahun atas kasus pembunuhan terhadap begal yang berusaha merampas sepeda motor, telepon seluler, dan akan memerkosa teman perempuannya. Tuntutan jaksa itu dibacakan pada sidang tertutup di Pengadilan Negeri Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (21/1/2020) sore.
Seusai sidang yang berlangsung kurang dari 1 jam itu, kuasa hukum ZA, Bhakti Riza Hidayat, mengungkapkan, Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana yang menjadi dakwaan primer tidak terbukti dalam proses persidangan. Begitu pula dakwaan subsider Pasal 388 KUHP juga tidak terbukti.
”Tapi jaksa ingin membuktikan bahwa Pasal 351 Ayat (3) KUHP terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian, yang didakwakan kepada ZA dengan ancaman (maksimal) 7 tahun. Namun, jaksa kemudian menuntut satu tahun dan ZA harus ditaruh di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Darul Aitam di Wajak (Kabupaten Malang),” ujarnya.
ZA yang masih berstatus pelajar di salah satu sekolah menengah atas di Kabupaten Malang didakwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan biasa, Pasal 351 Ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dan Undang-Undang Darurat tentang Senjata Tajam.
Terkait tuntutan itu Bhakti mengatakan, pihaknya akan menanggapi dalam pledoi pada Rabu (22/1/2020). Pihaknya tetap berpendirian bahwa Pasal 351 harus dihubungkan dengan Pasal 49 Ayat (2) dan (1) KUHP terkait unsur pembenar dan pemaaf. ”Karena idealnya keinginan kami onslag van recht vervolging, lepas dari tuntutan,” ujarnya.
Disinggung soal kondisi psikis ZA, Bhakti mengatakan, saat ini kliennya cukup terpukul dengan kasus ini. Dia pun meminta agar narasi seputar kehidupan pribadi ZA tidak terlalu diekspos ke publik. Adapun sejauh ini belum ada pendampingan dari psikolog. ”Dia tidak membayangkan kasusnya bakal seperti ini,” katanya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, jaksa dari Kejaksaan Negeri Malang belum berhasil dimintai tanggapan soal tuntutan terhadap ZA. Kepada Seksi Pidana Umum Kejari Malang Sobrani Binzar belum bisa dihubungi, baik melalui telepon maupun aplikasi percakapan Whatsapp (WA). Kompas mencoba telepon, tetapi tidak diangkat. Begitu pula pesan WA belum direspons.
Sehari sebelumnya, Binzar mengatakan, penggunaan Pasal 340 didasarkan pada pertimbangan terdapat jeda waktu ketika ZA beradu mulut dengan pelaku begal, dengan saat ZA mengambil pisau di jok sepeda motor yang berlanjut dengan penusukan terhadap begal yang diketahui bernama Misnan (35). ”Timbul niat di situ, cuman nanti kembali lagi ke fakta-fakta di persidangan,” ucapnya.
Menurut Binzar, pidana penjara sendiri merupakan hukuman terakhir untuk peradilan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, ada jenis hukuman yang lain, seperti pidana dengan syarat, pidana pelatihan kerja, dan pidana pembinaan dalam lembaga.