Darmini (40) hanya bisa menundukan kepala, menyesali perbuatannya. Karena alasan ekonomi, sedianya ia akan menjual anak bungsunya yang baru berumur 11 hari.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
Darmini (40) hanya bisa menundukan kepala, menyesali perbuatannya. Karena alasan ekonomi, sedianya ia akan menjual anak bungsunya yang baru berumur 11 hari. Namun rencana itu urung ketika polisi membongkar sindikat penjualan bayi seharga hingga Rp 25 juta per bayi yang melibatkan dirinya.
Mengenakan baju tahanan berwarna jingga, Darmini berdiri sejajar dengan para pelaku yang akan menjual anak perempuannya itu yakni Marlina (39), Sri Ningsih (44), dan Mariam (62), yang juga mengenakan baju serupa dengannya. Mereka dihadirkan dalam paparan polisi di Markas Besar Kepolisian Resor Kota Besar Palembang, Senin (20/1/2020).
Di depan mereka, terdapat sejumlah barang bukti yang disita polisi. Seperti sehelai kain gendongan bayi, pakaian bayi, bedak, dan sejumlah perlengkapan bayi lainnya. Perlengkapan itu digunakan untuk mengasuh anak Darmini, yang bahkan belum diberi nama.
Darmini mengaku tidak berniat untuk menjual anaknya. Dia hanya ingin menitipkan anaknya untuk diasuh. Alasannya, dia tidak sanggup lagi membiayai anak ketiganya tersebut. "Saya tidak punya suami. Saya sudah bercerai sejak lama," katanya.
Darmini mengakui anak ketiganya merupakan hasil hubungan gelap dengan kekasihnya. Namun sejak mengandung, kekasihnya telah meninggalkannya. Untuk menghidupi kedua anaknya ia berjualan gorengan.
Karena merasa tidak sanggup mengurus bayi itu, dia meminta Marlina untuk mencarikan orangtua asuh yang bisa menggantikan perannya sebagai ibu. Niatnya tersebut mulai muncul ketika usia kandungan sudah masuk delapan bulan. Seusai melahirkan, Marlina pun memberikan bayi Darmini kepada Sri. Saat diserahkan, tali pusar bayi belum putus.
Berdasarkan kesepakatan, Sri akan membayar biaya persalinan sebesar Rp 1,2 juta ditambah uang penjualan bayi sebesar Rp 5 juta. "Namun, hingga kini, Sri baru membayar biaya persalinan. Sementara uang hasil penjualan yang dijanjikan itu belum saya terima," kata Darmini.
Adapun Sri menampik jika dirinya menjual bayi. Menurutnya, dia hanya membantu Darmini untuk mencarikan orangtua bagi sang bayi mungil itu. "Kebetulan ada yang ingin memiliki bayi, akhirnya saya hubungkan saja," katanya.
Sri lah yang mengatur skenario untuk menjual bayi tersebut. Sri yang mencarikan orangtua bagi si bayi dan mencarikan penitipan anak. Sri berharap bisa meraup keuntungan hingga Rp 10 juta per bayi.
Namun Sri mengaku, ia baru pertama kali melakukan penjualan itu. Sebelumnya, tidak pernah ada yang menawarinya mencarikan orangtua asuh.
Di rumah Mariam lah bayi yang baru dilahirkan itu dititipkan. Mariam dibayar sebesar Rp 200.000 untuk mengurus anak tersebut selama tiga hari atau sampai ada pembeli yang mengambil anak itu. Pada Mariam, Sri mengatakan, bayi ini dititipkan karena ibu sang anak, mengalami pendarahan dan sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Karena alasan itulah, Mariam mau merawat anak tersebut. Namun, Mariam mengaku, banyak pasangan muda yang mau mencari anak. Beberapa waktu lalu, ada orang yang mencari anak namun transaksi itu gagal lantaran bayi itu lahir tidak sempurna dan tanggal lahirnya yang tidak membawa keberuntungan. "Akhirnya, penyerahan bayi batal," ungkapnya.
Kapolrestabes Palembang Komisaris Besar Anom Setyadji mengatakan, aktivitas ini terungkap setelah ada laporan masyarakat adanya transaksi perdagangan bayi. Praktik perdagangannya berjalan rapi melibatkan sejumlah pelaku dengan peran masing-masing.
Proses pembelian bayi, kata Anom, dimulai dengan pencarian ibu hamil. "Biasanya pelaku mencari ibu yang memiliki keterbatasan ekonomi dan memiliki masalah keluarga," kata dia.
Adapun "harga" bayi yang ditawarkan beragam namun berkisar antara Rp 15 juta - Rp 25 juta, tergantung jenis kelaminnya. "Bayi perempuan lebih mahal dibanding bayi lelaki," kata Anom.
Terkait kasus ini, pihaknya masih menelusuri kemana saja dan berapa jumlah bayi yang sudah diperdagangkan. "Semua masih dalam penyelidikan," kata dia.
Saat ini, bayi masih berada di rumah sakit dan rencananya akan dikembalikan ke ibunya. "Bagaimana pun bayi tersebut membutuhkan ibunya," katanya.
Bagaimana pun bayi tersebut membutuhkan ibunya
Atas perbuatannya itu, keempat tersangka dijerat Pasal 76 F juncto Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak. Mereka dapat terkena ancaman penjara antara 3 tahun sampai 15 tahun dan denda Rp 60 juta sampai Rp 300 juta.
Januari 2018 lalu, kasus penjualan bayi juga terjadi di Palembang. Fatima (39) menjual bayinya AZ yang saat itu berusia empat bulan dengan harga Rp 20 juta. AZ dibeli oleh warga Cikande, Serang, Banten.
Ironisnya, uang tersebut justru digunakan Fatima untuk membeli narkotika, berpesta, dan membeli pakaian. Ulah Fatima itu dilaporkan oleh suaminya, Junaidi. Akhirnya, bayi AZ pun dikembalikan ke ayahnya. (Kompas, 21 Januari 2018).
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Sumsel, Eko Wirawan mengungkapkan, pihaknya akan menyelidiki kasus perdagangan anak ini. "Dari sana kita akan memutuskan kebijakan apa yang akan dilakukan," ungkapnya.
Menurutnya, perdagangan anak memang sangat mengancam kehidupan anak, tidak hanya di Palembang, tetapi juga di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Biasanya, ada banyak alasan orangtua menjual anaknya seperti terbentur masalah ekonomi, masalah dengan suaminya, bahkan masalah kejiwaan. Perdagangan ini bisa saja mengancam anak yang orangtuanya adalah pecandu narkoba. " Untuk kasus ini, kami akan mempelajarinya terlebih dahulu, " kata Eko.
Bersama dengan instansi terkait, pihaknya berupaya mengedepankan kepentingan korban anak karena anak perlu perlindungan bukan untuk dijual-belikan.