PT Pertamina (Persero) mengajak perusahaan lain untuk menggarap proyek kilang. Kandungan lokal dalam proyek diperkirakan sekitar 30 persen.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
GRESIK, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menggandeng sejumlah mitra dan perusahaan BUMN untuk mempercepat pengerjaan megaproyek pembangunan kilang. Tingkat kandungan lokal pada proyek ini ditargetkan setidaknya 30 persen. Proyek pertama yang akan rampung adalah kilang Balikpapan di Kalimantan Timur pada 2023.
Megaproyek kilang terdiri dari proyek pengembangan kapasitas untuk empat kilang dan pembangunan dua kilang baru. Pengembangan kapasitas kilang dilakukan di kilang Pertamina di Cilacap, Jawa Tengah; Balongan, Jawa Barat; Dumai di Riau; dan Balikpapan, Kaltim. Adapun dua kilang baru dibangun di Tuban, Jawa Timur, dan di Bontang, Kaltim. Total investasinya 65 miliar dollar AS atau setara Rp 890 triliun.
”Megaproyek kilang tak cukup percepatan saja, tetapi perlu bersinergi dengan BUMN lain. Tujuannya, untuk menaikkan tingkat kandungan lokal,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam penandatanganan nota kerja sama (MoU) percepatan proyek kilang, Senin (20/1/2020), di Gresik, Jawa Timur.
Pertamina menggandeng PT Barata Indonesia (Persero), PT Krakatau Steel (Persero), dan PT Rekayasa Industri. Barata Indonesia berperan sebagai pembuat komponen dan alat berat pada proyek kilang, sedangkan Krakatau Steel memasok kebutuhan baja. Adapun Rekaya Industri dilibatkan untuk rancang bangun proyek kilang Pertamina.
”Proyek pengembangan kapasitas kilang yang pertama selesai adalah kilang Balikpapan pada Juli 2023. Kapasitas produksinya dinaikkan dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari dengan mutu produk setara euro 5,” ujar Nicke.
Direktur Utama Barata Indonesia Fajar Harry Sampurno menyebutkan, banyak hal bisa dikerjakan Barata untuk proyek kilang Pertamina. Yang sudah dikuasai Barata adalah membuat mesin penukar panas untuk menaikkan temperatur pada kilang dan bejana bertekanan. Namun, tak terttup kemungkinan ada komponen lain yang bisa diproduksi Barata.
”Akan terus kami teliti, apa saja yang bisa kami buat selain mesin heat exchanger dan pressure vessel. Sebenarnya cukup banyak dan kami beruntung dilibatkan dalam megaproyek kilang Pertamina,” ujar Fajar.
Tak hanya menggandeng BUMN, Pertamina juga menjajaki perusahaan asing dalam megaproyek ini. Perusahaan asing itu adalah Rosneft asal Rusia, Saudi Aramco dari Arab Saudi, serta Mubadala Investment Company dan Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) dari Uni Emirat Arab.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang menambahkan, megaproyek itu akan menaikkan kapasitas kilang dari 1 juta barel per hari menjadi 2 juta barel per hari mulai 2026. Selain itu, ada potensi penambahan devisa negara 12 miliar dollar AS per tahun dari penjualan berbagai produk kilang. Dari sisi pajak, negara akan mendapat tambahan pajak 299 juta dollar AS per tahun.
”Proyek ini juga berpeluang menciptakan lapangan pekerjaan untuk 170.000 orang selama pengoperasian kilang. Adapun untuk tenaga kerja tidak langsung (subkontrak) bisa menyerap 320.000 orang,” kata Ignatius.
Sebelumnya, pemerintah menginginkan percepatan pembangunan kilang tersebut. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, pemerintah siap mendukung Pertamina untuk mempercepat realisasi proyek ini. Namun, ia mengakui, setiap proyek sudah memiliki tahapan-tahapan terukur.
”Kalau kita tidak punya kilang, kita akan sangat bergantung pada pasar apabila ada kebutuhan bahan bakar minyak yang mendadak sewaktu-waktu,” kata Arifin.