Pada usia 32 tahun, Maria Sharapova tidak lagi menjadi sosok yang disegani di lapangan tenis. Padahal, dia termasuk satu dari hanya enam petenis putri yang pernah menjuarai keempat turnamen Grand Slam.
Oleh
Yulia Sapthiani
·5 menit baca
MELBOURNE, SELASA — Maria Sharapova sebenarnya termasuk salah satu dari hanya enam petenis putri yang telah menjuarai semua Grand Slam secara lengkap. Namun, petenis yang pernah berada di puncak peringkat dunia dan menjadi atlet putri terkaya itu, kini tak lagi bertaji di lapangan tenis.
Kekalahan terakhir pada babak awal turnamen tenis dengan kasta tertinggi itu dialami pada babak pertama Australia Terbuka. Mendapat kehormatan bermain di Rod Laver Arena, stadion terbesar di Melbourne Park, Australia, Selasa (21/1/2020), Sharapova disingkirkan petenis Kroasia, Donna Vekic, 3-6, 4-6.
Ini menjadi kekalahan ketiga secara beruntun dalam persaingan Grand Slam. Sharapova mendapat hasil yang sama, tersingkir pada babak pertama, pada AS Terbuka dan Wimbledon 2019. Di AS Terbuka, dia disingkirkan salah satu petenis yang pernah menjadi rival utamanya, Serena Williams, sedangkan di Wimbledon kalah dari Pauline Parmentier (Perancis).
Hasil tersebut bertolak belakang ketika Sharapova mencapai masa jayanya pada 2004-2008 dan 2011-2014. Lima gelar yang didapat dari semua Grand Slam menyejajarkannya dengan nama lain sebagai petenis putri yang telah menjuarai Grand Slam secara lengkap. Mereka adalah Margaret Court, Chris Evert, Martina Navratilova, Steffi Graf, dan Serena Williams.
Untuk tampil di Melbourne Park 2020, Sharapova bahkan harus menanti wild card yang dikeluarkan panitia. Posisinya sebagai petenis peringkat ke-145 dunia tak memungkinkan untuk tampil langsung pada babak utama.
Beruntung, petenis Rusia berusia 32 tahun itu memiliki rekam jejak sebagai petenis nomor satu dunia pada 2005, 2007, 2008, dan 2012. Dia juga memiliki gelar juara Australia Terbuka 2008. Statistik itulah yang membuat panitia penyelenggara Australia Terbuka memberi wild card pada Sharapova.
Namun, kesempatan itu tak dapat dimanfaatkan Sharapova dengan baik. Dia hanya tampil selama 1 jam 21 menit di depan pendukungnya.
Kelemahan yang paling mencolok dalam statistik pertandingan adalah banyaknya unforced error. Sharapova membuat 31 kesalahan, sedangkan Vekic dengan 17 kesalahan.
Akurasi pukulan Sharapova tak begitu baik. Pada set kedua, misalnya, dia membuat tiga double fault.
Pukulan half volley, yang seharusnya menghasilkan poin dengan mudah di depan net, gagal didapat. Bola jatuh di belakang baseline. Beragam kesalahan ini membuatnya tak bisa mempertahankan keunggulan, 4-2, pada set kedua. Vekic memenangi pertandingan dengan merebut empat gim beruntun.
Cedera dan bisnis
Mengejutkan dunia tenis ketika meraih gelar pertama Grand Slam dari Wimbledon 2004, pada usia 16 tahun, Sharapova menjadi bintang baru. Dengan tubuh jangkung (188 cm) dan wajah cantik, dia memiliki kelebihan lain hingga selalu menarik perhatian penonton untuk melihat penampilannya.
Ditambah gelar AS Terbuka 2006, Australia Terbuka 2008, serta Perancis Terbuka 2012 dan 2014, nilai jual Sharapova tinggi bagi penyelenggara turnamen.
Sharapova juga menjadi daya tarik bagi sejumlah perusahaan besar. Nike, Porsche, Head, Evian, dan Tag Heuer telah lama menjadi sponsornya. Dari kerja sama itulah, Sharapova masih termasuk daftar 10 atlet putri terkaya pada 2019 meski sudah sangat jarang memenangi gelar juara.
Tak banyak petenis putri yang memiliki daya jual tinggi. Pada era yang bersamaan dengan Sharapova, hanya ada Serena yang bisa menyamai.
Dia berada pada peringkat ketujuh dengan penghasilan 7 juta dollar AS, 6 juta dollar AS di antaranya dari kerja sama dengan sponsor dan berbagai investasi dalam bisnis, salah satunya perusahaan permen dan cokelat bernama Sugarpova.
Tak banyak petenis putri yang memiliki daya jual tinggi. Pada era yang bersamaan dengan Sharapova, hanya ada Serena yang bisa menyamai. Bedanya, Serena masih bisa bertahan di papan atas persaingan putri.
Cedera bahu yang selalu mendera dan kesibukan berbisnis membuat aura Sharapova perlahan menghilang di arena tenis. Apalagi, setelah dia tersandung kasus doping pada Australia Terbuka 2016 yang membuatnya diskors selama 15 bulan.
”Saya bisa bercerita tentang perjuangan dan cedera bahu saya, tetapi itu bukan karakter saya. Saya telah berusaha sebaik mungkin, bermain hingga pertandingan selesai meski dengan hasil yang tidak saya inginkan,” tuturnya.
Ketika kembali ke arena Grand Slam mulai AS Terbuka 2017, hasil terbaiknya hanyalah perempat final Perancis Terbuka 2018. Dari sembilan Grand Slam yang diikuti sejak AS Terbuka 2017 hingga Australia Terbuka 2020, empat kali dia tersingkir pada babak pertama.
Posisinya dalam peringkat dunia terus turun. Untuk pertama kalinya sejak 2003, dia berada di luar peringkat 30 besar pada 2017. Pada 2018 dan 2019, posisi terbaik yang ditempatinya, masing-masing, pada urutan ke-21 dan 27. Namun, sejak September 2019, Sharapova terlempar dari 100 besar dunia dan berada pada urutan ke-145 pada saat ini.
Desember 2019, Sharapova mengatakan bahwa dia memiliki hasrat besar untuk kembali ke persaingan papan atas pada 2020. Motivasi dan cintanya untuk tenis sangat besar. Dia juga terinspirasi oleh Rafael Nadal yang kembali ke puncak peringkat dunia meski telah berusia 33 tahun.
”Saya punya mimpi dan tujuan setelah tak lagi aktif di tenis, tetapi saya masih punya motivasi dan semangat. Setiap pagi saat bangun tidur, yang ada dalam pikiran saya adalah berlatih dan berusaha menjadi petenis yang lebih baik,” katanya.
Namun, cita-cita itu tak mudah diwujudkan ketika Sharapova selalu terhenti pada babak pertama dari dua turnamen yang telah diikuti pada 2020. Masih banyak tantangan berat yang menanti dan harus dilalui di depannya jika ia ingin bertahan dalam persaingan yang makin ketat.
”Sulit bagi saya untuk mengatakan bahwa saya berada di jalur yang benar untuk kembali ke persaingan level tinggi. Namun, saya harus memelihara kepercayaan diri. Tanpa itu, meski kita telah melakukan hal yang benar, saya rasa itu bukan formula yang bagus,” katanya. (REUTERS)