Sebagian kawasan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, rawan tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Kawasan seluas 675 hektar atau 11 persen dari total lahan Banda Aceh, potensial terdampak banjir rob 100 tahun ke depan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebagian kawasan di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, rawan tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Dengan kenaikan muka air laut hingga 7 milimeter per tahun, kawasan seluas 675 hektar atau 11 persen dari total lahan Banda Aceh berpotensi terdampak banjir rob dalam 100 tahun mendatang.
Hal itu terungkap dalam penelitian tentang kenaikan muka air laut di Banda Aceh periode 2016-2019 yang dilakukan Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Dokumen hasil penelitian itu telah diserahkan kepada Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman pada Selasa (21/1/2020).
”Harapannya, hasil riset itu menjadi bahan kajian pemerintah menyusun rencana pembangunan jangka panjang,” kata Peneliti dari Pusat Riset Tsunami dan Mitigasi Bencana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Syamsidik, di Banda Aceh, Rabu (22/1).
Syamsidik menjelaskan, penelitian ini menggunakan tiga metode, yakni mengkaji angka-angka kenaikan muka air laut, pengukuran langsung secara berkala, dan pengamatan jarak jauh. Selama tiga tahun, pengukuran dilakukan pada puncak musim pasang dan surut.
Hasilnya muka air laut di Banda Aceh naik 7 millimeter per tahun. Artinya, dalam 50 tahun, muka air laut berpotensi setinggi 35 sentimeter. Hal itu menyebabkan 3 persen atau 184 hektar wilayah Banda Aceh digenangi oleh banjir rob.
Bila tanpa perbaikan, dampaknya bakal lebih parah. Dalam jangka waktu 100 tahun ke depan, kenaikan muka air laut bisa mencapai 70 cm. Dengan laju kenaikan air laut sebesar itu, luas wilayah yang akan tergenang mencapai 675 hektar. Besaran itu setara dengan sekitar 11 persen dari luas Banda Aceh mencapai 6.136 hektar. Sebagian kawasan yang bakal tergenang adalah permukiman yang berada di pesisir pantai.
Kenaikan air laut, kata Syamsidik, juga akan mempercepat laju gelombang tsunami ke daratan. Terlebih Banda Aceh kini tidak memiliki sabuk hijau atau area mangrove yang memadai.
Ke depan, Syamsidik berharap pemerintah segera memasukkan rencana mitigasi kenaikan muka air tanah dalam rencana pembangunan. Alasannya, skenario kenaikan muka air laut bisa saja lebih cepat seiring perubahan iklim global. Saat ini, limpasan air laut saat gelombang pasang ke dalam Krueng Aceh (sungai) mencapai jarak enam kilometer. Syamsidik memprediksi, belasan tahun mendatang limpasan air laut ke sungai mencapai 10 kilometer.
Beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan Pemkot Banda Aceh, kata Syamsidik, adalah mempertahankan daerah sabuk hijau, laguna, dan membangun infrastruktur jalan di pesisir lebih tinggi daripada kondisi sekarang. Khusus untuk rencana pembangunan jalan lingkar, Syamsidik menyarankan, agar dibangun dengan ketinggian lima meter.
Bila tanpa perbaikan, dampaknya bakal lebih parah. Dalam jangka waktu 100 tahun ke depan, kenaikan muka air laut bisa mencapai 70 cm. Dengan laju kenaikan air laut sebesar itu, luas wilayah yang akan tergenang mencapai 675 hektar. (Syamsidik)
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan, penelitian itu sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam menyusun rencana pembangunan jangka panjang. Menurut dia, bencana alam tidak bisa diprediksi, tetapi pemerintah harus menyiapkan warga yang siaga bencana.
Aminullah mengatakan, mitigasi bencana salah satu unsur yang dikaji dalam menyusun rencana pembangunan. Saat ini, Kota Banda Aceh telah memiliki lima gedung penyelamatan dari tsunami. ”Rencana akan kita bangun lagi di kawasan Alue Naga. Namun, yang terpenting kita didik warga agar waspada,” kata Aminullah.