Lebih dari 575.000 jiwa warga Surabaya pada pilkada 2020 nanti merupakan generasi milenial. Namun, mereka belum dirangkul oleh para kandidat pemimpin sehingga berpotensi tak berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Oleh
Ambrosius Harto
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Lebih dari 575.000 jiwa warga Surabaya pada pemungutan suara pemilihan wali kota pada 23 September 2020 merupakan generasi milenial atau yang lahir setelah tahun 2000. Namun, keberadaan mereka belum dirangkul oleh para kandidat pemimpin sehingga berpotensi tak berpartisipasi dalam pemungutan suara.
Jumlah itu setara dengan 27 persen dari 2,13 juta jiwa warga yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Kota Surabaya untuk Pemilihan Umum 2019. Menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Timur, sebanyak 7 persen dari jumlah pemilih berusia kurang dari 20 tahun dan sebanyak 20 persen berusia 21-29 tahun.
Dari survei kami dua bulan terakhir, generasi milenial Surabaya belum banyak dirangkul.
“Dari survei kami dua bulan terakhir, generasi milenial Surabaya belum banyak dirangkul,” ujar Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Moechtar Oetomo, di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (22/1/2020). Survei memakai 600 responden yang berasal dari generasi milenial “Kota Pahlawan” itu.
Dari survei itu, lanjut Moechtar, untuk saat ini, generasi milenial Surabaya belum tertarik dengan nama-nama calon wali kota-wakil wali kota. Mereka lebih tertarik jika ditanya tentang isu-isu yang perlu dikuasai oleh calon pemimpin Surabaya. Yang menonjol, generasi milenial sangat berharap sosok pemimpin nanti setara dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang akan berakhir masa jabatan dua periodenya pada Februari 2021.
Generasi milenial Surabaya menilai Risma merupakan sosok wali kota Surabaya terbaik. Perempuan pertama yang menjabat wali kota Surabaya ini dinilai berkarakter egaliter, kerja keras, turun ke lokasi dan menyapa rakyat. Selain itu, dia dinilai lugas, tegas, terbuka, mampu menyelenggarakan pemerintahan yang bersih (antikorupsi), serta bertabur prestasi nasional dan internasional untuk Surabaya dalam berbagai bidang.
“Generasi milenial belum melihat karakter itu pada sosok-sosok yang namanya muncul sebagai calon pemimpin Surabaya,” kata Moechtar. Jika kualitas-kualitas itu tidak ada pada kandidat nantinya, masih dari survei itu, kemungkinan besar generasi milenial tidak akan menggunakan hak pilih atau jadi golongan putih (golput) yang sengaja mencoblos kertas suara pada bidang putih sehingga suara tidak sah.
Meski demikian, lanjut Moechtar, bukan berarti generasi milenial tidak bisa disentuh. Mereka tidak terpaku pada pemikiran bahwa sosok wali kota nanti harus dari generasi milenial juga. Hal itu terbukti saat bagaimana mereka dulu bisa menerima Risma saat maju sebagai calon wali kota.
Anggota KPU Kota Surabaya Naafilah Astri mengatakan, DPT sejumlah 2,13 juta jiwa itu merupakan yang terakhir digunakan untuk Pemilu dan Pilpres 2019. Karena itu, jumlah tersebut dipastikan bertambah. Saat ini, KPU masih dalam tahap penyusunan daftar pemilih untuk Pilkada 2020.
Anggota KPU Kota Surabaya Subairi menambahkan, generasi milenial menjadi perhatian khusus. Misalnya, untuk pendaftaran panitia pemilihan kecamatan yang sedang berlangsung, bisa diikuti oleh mereka yang telah berusia 17 tahun atau memiliki kartu tanda penduduk Surabaya. “Kami berharap ada generasi milenial yang berpartisipasi sebagai panitia penyelenggara sehingga mengerti dan bisa bercerita tentang bagaimana mekanisme pemilihan umum itu berlangsung,” ujarnya.
Selain itu, KPU Kota Surabaya akan membuat berbagai lomba bagi kalangan generasi milenial dengan tujuan sosialisasi pemilihan wali kota-wakil wali kota. Antara lain, cerdas cermat, mural atau grafiti, dan festival seni-budaya. “Ada jalur perseorangan atau independen yang bisa dipakai bagi sosok dari generasi milenial untuk ikut bertarung. Artinya, partisipasi untuk mereka terbuka lebar,” kata Subairi.
Pendaftaran calon wali kota-wakil wali kota dari jalur independen sudah dibuka. Sampai sejauh ini, baru pengacara M Sholeh dan Ketua Dewan Kesenian Jatim Taufik Hidayat yang mengambil formulir pendaftaran. Namun, secara usia, mereka tidak termasuk generasi milenial
Untuk maju dari jalur ini, sosok milenial perlu mempersiapkan bukti dukungan foto kopi KTP sebanyak minimal 138.565 atau 6,5 persen dari DPT. Bukti dukungan juga harus mencakup 16 dari 31 kecamatan atau lebih dari separuh wilayah kecamatan di Kota Surabaya.
Dari jalur partai politik, baru sosok Machfud Arifin yang mendapatkan restu Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Meski begitu, gabungan 3 kursi PAN dan 5 kursi PKB belum cukup sebagai modal bagi Machfud mendaftar.
Mantan Kepala Polda Jatim dan Tim Kampanye Daerah Jatim Jokowi-Ma’ruf ini perlu setidaknya 2 kursi lagi. Tidak sulit baginya, sebab Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan 5 kursi sudah merekomendasikan sosok ini, tinggal menunggu persetujuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Adapun partai lainnya belum menurunkan rekomendasi. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sebagai pemenang Pemilu 2019 di Surabaya dengan 15 kursi di DPRD juga belum memberi kepastian informasi siapa calonnya. PDI-P adalah satu-satunya partai politik yang bisa mengusung calon tanpa koalisi.
Di sini, ada nama Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya Ery Cahyadi yang santer dibicarakan. Namun, rekomendasi itu menjadi hak mutlak Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.