Pemindahan PNS ke Ibu Kota Baru Dilakukan Serentak
›
Pemindahan PNS ke Ibu Kota...
Iklan
Pemindahan PNS ke Ibu Kota Baru Dilakukan Serentak
Sebanyak 118.513 pegawai negeri sipil di kementerian dan lembaga akan dipindah dari DKI Jakarta ke lokasi ibu kota negara yang baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada 2024. Pemindahan dilakukan serentak.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 2,8 persen dari total 4,29 juta pegawai negeri sipil di kementerian dan lembaga atau 118.513 orang akan dipindah dari DKI Jakarta ke lokasi ibu kota negara yang baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada 2024. Menurut rencana, pemindahan dilakukan secara serentak.
”Arahan Presiden, pemindahan akan dilakukan sekaligus, tidak bertahap,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) saat dihubungi Kompas dari Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Berdasarkan pemetaan Kemenpan dan RB, ada 118.513 pegawai negeri sipil (PNS) dari seluruh kementerian dan lembaga di pemerintah pusat yang akan dipindah ke ibu kota negara yang baru. Dari jumlah total itu, sebanyak 116.157 orang di antaranya adalah pegawai yang berusia maksimal 45 tahun pada 2023 atau setahun sebelum pemindahan. Usia maksimal dipertimbangkan terkait dengan produktivitas.
Sementara itu, 2.356 orang lainnya adalah pejabat pimpinan tinggi. Mereka terdiri dari 16 pejabat pimpinan tinggi utama, 461 pejabat pimpinan tinggi madya, dan 1.879 pejabat pimpinan tinggi pratama.
Tidak ada pertimbangan usia maksimal bagi para pejabat pimpinan tinggi. ”Untuk pejabat struktural pimpinan tinggi dikecualikan dari target usia (45 tahun pada 2023) karena pertimbangan kompetensi,” kata Tjahjo.
Adapun pemetaan jumlah PNS yang berpotensi dipindah itu didasarkan pada dua asumsi. Pertama, kebutuhan kelembagaan untuk menggerakkan roda pemerintahan yang berkonsep smart government. Kedua, perekrutan PNS selama lima tahun ke depan dilakukan dengan prinsip zero growth atau jumlah yang direkrut sama dengan jumlah pegawai yang pensiun.
Meski demikian, kata Tjahjo, Kemenpan dan RB masih terus merinci elemen-elemen pemetaan. Hasil perincian itu bisa saja mengurangi jumlah PNS yang akan dipindah.
Salah satunya dengan memeriksa kembali latar belakang pendidikan dan kompetensi yang dimiliki setiap PNS yang potensial dipindahkan agar sesuai dengan kebutuhan dan mampu bekerja dalam konsep smart government.
”Nanti yang akan pindah ke ibu kota negara baru betul-betul siap dan (jumlahnya) bisa berkurang dari 118.000,” ujar Tjahjo.
Tidak sepihak
Tjahjo mengatakan, meski PNS wajib mengikuti seluruh program pemerintah, keputusan memindahkan nantinya tidak dilakukan secara pihak. Ada mekanisme konfirmasi ulang terhadap para PNS terkait kesediaan mereka dipindahkan.
”Seandainya dia (PNS) tidak mau dipindah, harus jelas tidak maunya karena apa. Ini namanya penugasan, kan, tidak bisa dia tidak mau (karena) maunya di kantor Jakarta, tidak bisa begitulah,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah menanggung seluruh biaya kepindahan PNS. Jaminan fasilitas dasar, seperti permukiman dan pendidikan baik untuk PNS maupun anggota keluarga mereka, juga diberikan.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Agung Budi Santoso, memperkirakan, akan ada penolakan dari sejumlah PNS untuk dipindahkan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengantisipasinya dengan sejumlah strategi. Salah satunya membuka kesempatan bagi PNS, di luar hasil pemetaan, yang bersedia bekerja di ibu kota negara baru.
Seandainya dia tidak mau dipindah, harus jelas tidak maunya karena apa. Ini namanya penugasan, kan, tidak bisa dia tidak mau karena maunya di kantor Jakarta, tidak bisa begitulah.
Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Syamsurizal, mengatakan, pemenuhan kebutuhan PNS dan keluarganya di ibu kota negara baru harus dilakukan pemerintah. Salah satunya dengan cara membangun sekolah, tidak hanya pada jenjang dasar, tetapi juga menengah dan tinggi.
Selektif
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng mengapresiasi pemetaan pemerintah terhadap sejumlah PNS yang akan dipindahkan. Pemindahan harus dilakukan secara selektif, yaitu menyasar pegawai yang tugasnya terkait langsung dengan roda pemerintahan di ibu kota negara baru.
Hal itu juga berlaku untuk mengidentifikasi kementerian/lembaga asal PNS. Pada tahap awal harus dilakukan untuk perangkat kerja presiden. Sementara lembaga pendukung contohnya, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, bisa dilakukan setelahnya.
Selain itu, Robert juga mengingatkan agar pemindahan PNS dipandang secara utuh. Mereka tidak pindah seorang diri, tetapi juga bersama keluarga.
Oleh karena itu, jaminan untuk mereka tidak bisa sebatas tunjangan, gaji, dan fasilitas, tetapi juga menyangkut kehidupan sosiokultur mereka. Hal itu penting, karena akan berdampak langsung pada kualitas kinerja PNS di lokasi yang baru.
”Jangan lupa ini adalah pekerjaan memindahkan manusia yang di dalamnya termasuk soal sosial budaya. Jaminan fasilitas seperti pendidikan dan kesehatan kualitasnya harus sama dengan yang di Jakarta. Persoalan psikologis mereka juga harus diatur,” katanya.