Pencemaran Limbah Minyak di Bintan Nyaris Tanpa Solusi
›
Pencemaran Limbah Minyak di...
Iklan
Pencemaran Limbah Minyak di Bintan Nyaris Tanpa Solusi
Pencemaran minyak kembali terjadi di pesisir utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Setiap tahun, persoalan ini selalu berulang tanpa solusi jitu. Lingkungan bertambah rusak dan pariwisata semakin terpukul.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS – Pencemaran minyak kembali terjadi di pesisir utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Setiap tahun, persoalan ini selalu berulang tanpa solusi jitu. Lingkungan bertambah rusak dan pariwisata semakin terpukul.
Persoalan limbah biasanya terjadi pada November hingga Februari. Pada musim angin utara itu, arus bergerak dari utara ke selatan. Sejumlah kapal yang lego jangkar di perairan perbatasan sebelah utara Pulau Bintan diduga membuang sisa minyak secara ilegal. Limbah itu lalu terbawa arus hingga ke pesisir.
Warga Desa Pengudang, Kecamatan Teluk Sebong, Iwan (42), mengatakan, pencemaran membuat tangkapan nelayan anjlok. Ikan teri yang biasanya mudah didapat saat musim angin utara kini langka. Terumbu karang juga banyak yang rusak karena limbah minyak itu mengendap di dasar laut.
“Nelayan sering melihat penyu berlumuran minyak hitam. Akhir-akhir ini juga semakin banyak lumba-lumba dan dugong terdampar di sepanjang pesisir utara Bintan,” ujar Iwan, Rabu (22/1/2020).
Kerusakan lingkungan akibat limbah minyak membuat nelayan di pesisir utara Bintan harus mencari daerah tangkap lain atau berganti profesi untuk sementara. Namun, semuanya tetap tak mudah karena pariwisata yang biasanya jadi penopang hidup saat tak melaut kini juga terdampak pencemaran.
“Akhir tahun biasanya kami dapat penghasilan tambahan jadi pemandu wisata. Namun, sekarang sudah sulit karena hampir semua wilayah di pesisir utara tercemar limbah,” ujar Iwan.
Kepala Seksi Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Dinas Lingkungan Hidup Kepri Edison mengatakan, daerah yang tercemar kali ini lebih luas daripada sebelumnya. Adapun, wilayah dengan dampak terparah adalah kawasan wisata Lagoi yang selama ini jadi andalan Bintan menggaet wisatawan asing.
Di sana setidaknya ada delapan resor yang terdampak, yaitu Banyan Tree, Bintan Lagoon, Nirwana Garden, The Lagoi Bay, The Sanchya, Club Med, Ria Bintan, dan Pantai Indah. Kerugian ekonomi yang meliputi biaya pembersihan pantai hingga biaya pembatalan kamar diperkirakan mencapai Rp 2,3 miliar.
Manager CSR Resor Banyan Tree, Henry Singer mengatakan, pencemaran minyak di pesisir utara itu akan menimbulkan dampak berkepanjangan terhadap sektor pariwisata Bintan. Banyak wisatawan yang memperpendek masa kunjungan karena kecewa melihat keindahan alam yang rusak akibat limbah.
“Yang bikin pusing itu pencemaran terjadi bertepatan dengan puncak kunjungan wisatawan pada Natal dan tahun baru. Wisatawan banyak yang mengeluh dan mengatakan kapok berlibur di Bintan,” ucap Henry.
Menurut Henry, upaya pemerintah Kepri untuk mempromosikan wisata yang menjajikan keindahan alam seharusnya diimbangi usaha menjaga kelestarian lingkungan. Pencemaran terjadi hampir setiap tahun, tetapi terkesan terus dibiarkan berulang tanpa solusi.
Yang bikin pusing itu pencemaran terjadi bertepatan dengan puncak kunjungan wisatawan pada Natal dan tahun baru. Wisatawan banyak yang mengeluh dan mengatakan kapok berlibur di Bintan. (Henry Singer)
Tindakan tegas
Pencemaran minyak di Bintan terjadi hampir setiap tahun sejak 1970-an dan kini cenderung meluas. Karena posisi kapal pelaku pencemaran minyak diduga berada di perairan internasional, maka pemerintah pusat dianggap lebih mempunyai wewenang untuk menindak pelaku aktivitas ilegal tersebut.
Pelaksana Tugas Gubernur Kepri Isdianto saat meninjau tempat penampungan limbah sementara di Lagoi, Selasa (21/1), meminta, pemerintah pusat membantu penyelesaian masalah limbah minyak di Bintan. Pelaku pembuangan limbah harus dihukum agar persoalan serupa tidak terus berulang.
"Kami hanya bisa mendata dan melaporkan hal ini kepada kementerian terkait. Langkah pencegahan dan penindakan butuh keterlibatan pusat karena menyangkut perairan antarnegara," kata Isdianto.
Komandan Pangkalan Utama IV TNI Angkatan Laut di Tanjung Pinang, Laksamana Pertama Arsyad Abdullah menduga, limbah minyak itu sengaja dibuang kapal-kapal asing di perairan perbatasan dengan Malaysia dan Singapura saat kapal patroli tengah kembali ke dermaga.
“Akan tetapi, kami belum mengidentifikasi kapal (pencemar) itu berasal dari negara mana. Soal itu, TNI Angkatan Laut akan berupaya semaksimal mungkin meningkatkan patroli di kawasan tersebut,” ujar Arsyad.