Janjikan Bebas Sampah Plastik 2040, Indonesia Didesak Serius
›
Janjikan Bebas Sampah Plastik ...
Iklan
Janjikan Bebas Sampah Plastik 2040, Indonesia Didesak Serius
Pada pertemuan World Economic Forum yang kini masih berlangsung di Davos, Swiss, Pemerintah Indonesia menyatakan komitmen bebas polusi plastik pada tahun 2040. Realisasi komitmen tersebut dinantikan banyak pihak.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum yang kini berlangsung di Davos, Swiss, Pemerintah Indonesia menyatakan komitmen mengatasi krisis sampah plastik. Pemerintah berencana mewujudkan Indonesia terbebas dari polusi plastik tahun 2040.
Dalam situasi World Economic Forum, tertanggal 20 Januari 2020, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan pidato berisi target serta strategi yang dilakukan Indonesia dalam mencapai pengurangan 70 persen sampah plastik di laut pada 2025 dan bebas polusi plastik pada 2040. Strategi itu dilakukan dengan menekankan pengelolaan sampah melalui pendekatan ekonomi sirkular.
Menanggapi target Indonesia bebas polusi plastik 2040 yang disampaikan Luhut dalam pidato di WEF tersebut, Kamis (23/1/2020) di Jakarta, Muharram Atha Rasyadi, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia, mengatakan Indonesia sudah berda pada titik kritis masalah sampah plastik. Ia menyambut positif pernyataan Menteri Luhut yang akan bekerja sama dengan industri untuk mengaplikasikan ekonomi sirkular yang memuat unsur penggunaan kembali dan isi ulang serta mereduksi penggunaan plastik.
Ia mengakui hal ini telah diterjemahkan pemerintah melalui antara lain penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. “Permen peta jalan ini memang salah satu regulasi yang ditunggu sejak lama karena dapat menjadi payung hukum untuk \'memaksa\' produsen terlibat lebih jauh dalam permasalahan sampah,” katanya.
Namun, pihaknya masih memelajari isi Peraturan Menteri LHK yang diundangkan pada 5 Desember 2019 tersebut. Beberapa catatan yang didapatkannya yaitu target yang tak selaras dengan peraturan presiden lain.
Pada Peraturan Menteri LHK 75/2019 menargetkan pengurangan sampah oleh produsen minimal 30 persen pada tahun 2029. Itu lebih “longgar” dibandingkan Peraturan Presiden 83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut yang menargetkan pengurangan sampah di laut 70 persen pada 2025. Pada Peraturan Presiden 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, tiap kabupaten/kota diperintahkan menurunkan timbulan sampah 30 persen pada 2025.
“Pemerintah perlu lebih ambisius dan yang paling penting bagaimana memastikan implementasinya nanti di lapangan,” kata dia.
Catatan lain, ia mengatakan Peraturan Menteri LHK 75/2019 terkesan memberi pilihan bagi produsen terkait pengurangan sampahnya. Ia khawatir hal itu membuat produsen memilih cara termudah yakni menempuh jalur daur ulang dan pemanfaatan kembali tanpa memikirkan strategi untuk redesain produk dan beralih dari kemasan sekali pakai ke guna ulang.
Pemerintah perlu lebih ambisius dan yang paling penting bagaimana memastikan implementasinya nanti di lapangan.
Selaras dengan hal ini, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lembaga Kajian Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) Fajri Fadhillah menyarankan agar masing-masing jenis plastik diperjelas spesifikasi langkah 3R-nya. Semisal jenis plastik tersebut sulit di-recycle maka perusahaan wajib mengurangi produksinya.
Ia pun melihat dari sisi transparansi pelaksanaan peta jalan pengurangan sampah oleh produsen tidak dikategorikan sebagai informasi publik yang bisa diakses. Ini membuat publik tak bisa ikut memberikan komentar dan memantau secara langsung.