Relasi yang saling menguntungkan antara media dan warganet belum sepenuhnya terjalin harmonis. Padahal, media dan warganet bisa berjalan beriringan.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS-Relasi yang saling menguntungkan antara media dan warganet belum sepenuhnya terjalin harmonis. Padahal, media dan warganet bisa berjalan beriringan. Media bisa mendapatkan informasi awal terkait peristiwa yang terjadi dari warganet, sebaliknya warganet bisa mengontrol media agar terus profesional.
Demikian benang merah yang mengemuka dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen Malang bekerjasama dengan Kompas di kantor Kompas Biro Malang, di Malang, Jawa Timur, Kamis (23/1/2020).
Diskusi dihadiri para jurnalis dari media cetak, online, dan radio di Malang. Ada juga akademisi dan mahasiswa, serta lembaga swadaya masyarakat.
“Keberadaan warganet dan informasi di dalamnya penting tetapi harus diverifikasi lagi oleh wartawan jika ingin menjadikannya sumber berita awal. Harus ada jaminan bahwa ada berita lanjutan konfirmasi dan klarifikasi,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang, Zainudin.
Zainudin mengatakan keberadaan media sosial dan warganet menjadi keniscayaan. Di satu sisi mereka bisa memberikan masukan terkait banyak hal lantaran tidak sedikit warganet yang melek literasi. Namun di sisi lain, apa yang dilontarkan warganet sudah keluar dari kebebasan berekspresi dalam menyampaikan kritik ke media.
Akhir-akhir ini masih ada beberapa media mainstream yang terjebak pada informasi hoax. Mereka mengutip begitu saja tanpa konfirmasi
Menurut Zainudin apa yang dilakukan warganet sebenarnya menjadi sarana autokritik bagi media untuk melihat sudah terlaksana atau tidaknya kaidah jurnalistik dalam produk mereka. Selama ini masih banyak media yang asal comot tanpa konfirmasi dan klarifikasi. “Akhir-akhir ini masih ada beberapa media mainstream yang terjebak pada informasi hoax. Mereka mengutip begitu saja tanpa konfirmasi,” katanya.
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang, Fathul Qorib, mengatakan, saat ini masyarakat tengah diliputi oleh rasa tidak percaya pada institusi apapun. Di sinilah kemudian masyarakat punya harapan besar terhadap media sebagai pihak yang bisa memberikan arahan.
Sehingga, begitu ada yang tidak beres dengan media, mereka beramai-ramai menghantam media melalui komentar-komentar di media sosial (Medsos). Tidak bisa dipungkiri jika medsos merupakan realitas dan keberadaannya terus berkembang.
Karena itu, ke depan, langkah-langkah perbaikan oleh media perlu dilakukan. “Pertanyaannya ke depan apa yang akan dilakukan oleh media. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Memang ada media-media yang telah bekerja bagus,” ucapnya.
Pertanyaannya ke depan apa yang akan dilakukan oleh media. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Memang ada media-media yang telah bekerja bagus
Sementara itu Koordinator Badan Pekerja Malang Corruption Watch M Fahrudin Andriansyah menilai fenomena yang terjadi antara warganet dan media pola perkembangan masyarakat yang semakin kritis. Namun masyarakat perlu terus diedukasi agar bisa semakin cerdas dan tidak menjadi pendengung (buzzer) oleh golongan tertentu.
“Kontrol publik terhadap media penting namun harus ada batasan-batasan. Kami di MCW, misalnya, selalu menggunakan kata terduga koruptor, bukan koruptor terhadap seseorang yang status hukumnya belum jelas,” katanya.