Korban meninggal dunia akibat virus korona galur baru terus berjatuhan dan mulai memicu kekhawatiran global. Kita mesti bersiaga menghadapi virus mematikan ini.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
Korban meninggal dunia akibat virus korona galur baru terus berjatuhan dan mulai memicu kekhawatiran global. Ratusan orang telah terinfeksi dan 9 orang meninggal dunia dalam dua pekan sejak virus ini pertama kali diidentifikasi di Kota Wuhan, China. Kekhawatiran bertambah setelah terkonfirmasi, virus ini bisa menular dari orang ke orang.
Melihat reputasi sepupunya yang memicu SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome atau sindrom pernapasan akut parah) dan menginfeksi 8.500 orang di hampir 40 negara, dan 900 orang meninggal pada 2002-2003, kita memang perlu mewaspadai galur baru virus korona ini atau novel corona virus (nCoV).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih mempertimbangkan untuk mendeklarasikan darurat kesehatan masyarakat internasional atas virus tersebut, seperti yang terjadi pada flu babi dan ebola.
Untuk mengantisipasi dampaknya, kita perlu memelajari karakteristik virus ini, terutama dari ledakan kasus sebelumnya. Virus korona merupakan kelompok besar virus yang umum ditemukan pada binatang. Dengan yang ditemukan baru-baru ini di Wuhan, setidaknya ada tujuh galur virus ini yang bersifat zoonosis, artinya bisa ditularkan dari hewan ke manusia.
Dari tujuh virus korona yang menginfeksi manusia itu, SARS dan MERS (Midlle East Respiratory Syndrome atau Sindrom Pernapasan Timur Tengah), dapat menyebabkan pneumonia atau radang paru parah, bahkan kematian. Sisanya menyebabkan gejala lebih ringan, seperti flu biasa. Saat ini tidak jelas di mana posisi nCoV pada spektrum itu.
Informasi terbatas
Hingga kini, informasi mengenai galur baru virus ini terbatas. Seperti dilaporkan WHO, gejala utama yang dilaporkan adalah demam diikuti kesulitan bernapas. Sinar-X dada menunjukkan tanda-tanda pneumonia pada paru-paru pasien.
Namun, sejauh mana tingkat kematian atau mortalitasnya dibandingkan SARS, menurut peneliti Emerging Virus Research Unit Lembaga Eijkman, Frilasita Yudhaputri, "Sejauh ini belum bisa dipastikan."
Sebagai perbandingan, seperti diumumkan WHO pada Mei 2003, rasio kematian kasus SARS berkisar dari 0 persen hingga 50 persen tergantung pada kelompok usia yang terkena dampak, dengan perkiraan keseluruhan fatalitas kasus antara 14 persen hingga 15 persen.
Rasio kematian atau fatalitas SARS kurang dari 1 persen pada orang berusia 24 tahun atau lebih muda, 6 persen pada orang berusia 25-44 tahun, 15 persen pada orang berusia 45-64 tahun, dan lebih besar dari 50 persen pada orang berusia 65 tahun ke atas.
Seperti SARS, nCoV sepertinya memiliki kemudahan penyebaran. Zhong Nanshan, ahli pernapasan dan Kepala Tim Komisi Kesehatan Nasional China yang menyelidiki wabah itu, seperti dilaporkan kantor berita Xinhua pada Senin (21/1), menyampaikan, ada kasus nCoV telah menyebar dari satu orang ke orang lain, dengan beberapa petugas kesehatan terinfeksi setelah merawat pasien dengan penyakit yang sama.
Hal itu mengonfirmasi bahwa, virus yang semula hanya menular di antara hewan, dan kemudian dari binatang ke manusia, menjadi dari manusia ke manusia. Dengan perkembangan ini, nCoV bisa merebak luas sebagaimana SARS.
Virus korona baru yang melompat dari satu spesies ke spesies lainnya ini menandai terjadi mutasi. Itu membuatnya lebih mudah menyebar dari satu orang ke orang lain atau bahkan bisa memicu gejala yang lebih parah.
Virus memang dikenal dengan kemampuannya bermutasi. Dari temuan-temuan berkaitan dengan virus Ebola, HIV, virus flu babi, dan virus penyebab SARS, disimpulkan bahwa virus yang semula parasit jinak pada tumbuhan atau binatang akan mengalami mutasi kalau lingkungan habitatnya terganggu.
Misalnya, orang-orang suku Pygmi dan suku-suku lain yang berabad-abad menghuni tepian sungai Ebola, sumber awal virus paling mematkan ini, dulu tidak pernah terkena penyakit ebola, kini banyak dari mereka yang menjadi korban virus ebola.
Bersiap menghadapinya
Sejumlah negara telah melaporkan ada beberapa kasus infeksi nCoV, seperti Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan belakangan Amerika Serikat. Orang-orang itu bepergian dari Wuhan baru-baru ini. "Menurut kolega di Singapura, kasus nCoV ini juga dikonfirmasi di sana," kata Frilasita.
Laporan Pusat Analisis Penyakit Menular Global di Imperial College London mengatakan, "Sangat mungkin bahwa wabah virus corona novel di Wuhan telah menyebabkan lebih banyak kasus penyakit pernapasan sedang atau parah daripada yang dilaporkan saat ini."
Sangat mungkin bahwa wabah virus corona novel di Wuhan telah menyebabkan lebih banyak kasus penyakit pernapasan sedang atau parah daripada yang dilaporkan saat ini.
Ada kekhawatiran bahwa virus itu dapat disebarkan oleh ratusan juta orang yang bepergian untuk Tahun Baru Imlek akhir bulan ini. Dengan pola penyebaran seperti ini, cepat atau lambat virus ini bisa masuk juga ke Indonesia.
Saat ini WHO sudah menerbitkan panduan sementara untuk semua negara tentang bagaimana mereka dapat mempersiapkan diri untuk virus ini, termasuk cara memantau orang sakit, menguji sampel, merawat pasien, mengendalikan infeksi di pusat kesehatan, memelihara persediaan yang tepat, dan berkomunikasi dengan masyarakat tentang virus baru ini.
Menurut penjelasan WHO, tanda-tanda umum infeksi meliputi sakit pernapasan, demam, batuk, sesak napas dan kesulitan bernafas. Pada kasus lebih parah, infeksi dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian.
Virus korona menyebar melalui udara dan kontak langsung dengan penderita. Rekomendasi standar untuk mencegah penyebaran infeksi termasuk mencuci tangan secara teratur, menutupi mulut dan hidung ketika batuk dan bersin, memasak daging dan telur dengan saksama. Hindari kontak dekat dengan siapa pun yang menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin.
Tetesan-tetesan kecil ludah yang dibawa oleh batuk, bersin atau muntahan penderita akan dapat menular ke orang lain. Karena itu, warga dianjurkan untuk menggunakan masker penutup mulut dan hidung jika berhadapan dengan pembawa virus ini.
Hingga saat ini kita belum tahu sejauh mana kekuatan virus ini. Namun, seperti perang melawan musuh, upaya terbaik mengatasinya adalah menangkalnya sebelum memasuki garis pertahan kita. Upaya diagnostik menjadi kunci, misalnya penapisan suhu di pintu-pintu masuk seperti bandara atau pelabuhan, terutama terhadap orang yang baru pulang dari China.