Ratusan kapal berukuran lebih dari 150 gros ton mangkrak karena larangan operasi. Pemerintah dinilai perlu fokus mendorong pengoperasiannya untuk mengisi kekosongan perairan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta tetap fokus mendorong upaya penguatan nelayan di Zona Ekonomi Eksklusif Laut Natuna Utara. Kekosongan perairan yang memicu masuknya kapal asing perlu disikapi dengan pengoperasian kembali kapal-kapal berukuran besar yang selama ini mangkrak akibat regulasi.
Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengemukakan, saat ini terdapat sedikitnya 500 kapal berukuran 150-200 gros ton (GT) dan 70 lebih kapal berukuran lebih dari 200 GT yang tidak bisa melaut karena regulasi pemerintah yang melarang kapal-kapal tersebut beroperasi. Padahal, pemerintah berupaya mendorong pengisian ZEE.
”Strategi optimalisasi pemanfaatan sumber daya perikanan kita di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ataupun alokasi tangkapan ikan di perairan internasional dapat dimulai dengan mengembalikan kekuatan kapal-kapal besar,” katanya.
Sementara itu, nelayan-nelayan lokal di Natuna dapat dioptimalkan untuk penangkapan ikan di perairan di bawah 12 mil (22 kilometer). Dengan memberdayakan nelayan kecil di perairan teritorial dan nelayan besar di ZEE, diharapkan penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing dapat ditekan.
Pembatasan ukuran kapal penangkapan dan pengangkut ikan diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 1234/DJPT/ 2015 tentang Pembatasan Ukuran GT Kapal Perikanan pada SIUP/SIPI/SIKPI tanggal 31 Desember 2015. Ukuran kapal penangkap ikan dibatasi paling besar 150 GT dan kapal pengangkut ikan berukuran paling besar 200 GT.
Tak hanya cantrang
Riza menyoroti solusi pemindahan kapal cantrang dari pantai utara Jawa untuk mengisi Laut Natuna Utara sebagai upaya pemerintah menghadang penangkapan ikan ilegal seolah hanya kapal nelayan cantrang yang bisa mengisi Laut Natuna Utara. Padahal, Indonesia memiliki banyak kapal besar dengan beragam alat tangkap. Pengalihan kapal cantrang di Laut Natuna Utara menuai pro dan kontra.
”(Polemik) ini jangan sampai mengalihkan persoalan utama bahwa armada kapal kita selama ini dibatasi ukurannya sehingga sulit berlayar jauh. Pemerintah perlu fokus terhadap izin kapal-kapal besar untuk mengisi ZEEI,” katanya.
Pemakaian cantrang dilarang pemerintah dalam Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI. Alat tangkap yang tergolong pukat tarik itu dinilai merusak lingkungan.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, jumlah kapal ikan berukuran di atas 30 GT di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711 Laut Natuna Utara sebanyak 816 kapal. Potensi ikan lestari di Natuna 767.000 ton, dengan kategori tingkat pemanfaatan yang tinggi. Beberapa jenis ikan tertentu, seperti ikan pelagis kecil, udang, dan kepiting sudah masuk kategori penangkapan berlebih.
Ia mengingatkan, armada perikanan di ZEEI dan internasional dalam empat tahun terakhir cenderung turun. Untuk itu, kebijakan pembatasan ukuran kapal perlu dievaluasi untuk memastikan kapal-kapal Indonesia berukuran di atas 150 GT yang selama ini mangkrak bisa kembali beroperasi.
”Bagaimana kita berdaya kalau melaut saja dihalang-halangi. Mendorong kapal besar beroperasi di laut dalam adalah bagian penting dalam upaya memastikan nelayan kecil dan tradisional dapat melaut dengan tenang di perairan kepulauan,” ujar Riza.
Secara terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, dalam rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Daerah, di Jakarta, mengemukakan, pihaknya sedang menunggu data dari dinas kelautan dan perikanan terkait kapal-kapal besar yang bisa masuk ke Laut Natuna Utara.
Ada empat wilayah provinsi yang diprioritaskan mengisi Laut Natuna Utara, yakni Kepulauan Riau, Riau, Kalimantan Barat, dan Bangka Belitung. ”Dari daya dukung, kami masih bisa memberikan izin baru di Laut Natuna Utara 305 kapal dengan kapasitas 100 GT,” katanya.
Edhy menambahkan, Laut Natuna Utara hanya salah satu perairan perbatasan yang didorong untuk diisi kapal-kapal besar nelayan. Masih ada lima wilayah pengelolaan perikanan (WPP) lain yang lebih luas dan berbatasan dengan laut lepas.
”Kami akan fokus mengisi perairan zona ekonomi eksklusif tidak hanya di Laut Natuna Utara,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini terdapat sejumlah kapal buatan luar negeri yang dimiliki orang Indonesia dengan ukuran di atas 500 GT. Kapal-kapal itu tidak bisa melaut karena regulasi pembatasan ukuran kapal. Pihaknya sedang merevisi aturan terkait batasan ukuran kapal sebagai bagian dari revisi 29 aturan di lingkup KKP.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Zulficar Mochtar mengemukakan, potensi penangkapan ikan di Laut Natuna Utara yang masih bisa dimanfaatkan sebesar 55.000 ton. Pihaknya sedang merevisi pembatasan ukuran kapal untuk pemanfaatan ZEE Laut Natuna Utara.
”Khusus Laut Natuna Utara, kami sedang mengkaji (ukuran kapal). Ada peluang ukuran kapal bisa diperbesar untuk beroperasi di ZEE hingga laut lepas,” katanya.