Selama enam tahun kami tinggal di Belanda tidak pernah ada banjir. Padahal, secara topografi, 80 persen kawasan berada 20 meter di bawah permukaan laut dan hampir semua sungai di Eropa bermuara di Belanda.
Oleh
·3 menit baca
Selama enam tahun kami tinggal di Belanda tidak pernah ada banjir. Padahal, secara topografi, 80 persen kawasan berada 20 meter di bawah permukaan laut dan hampir semua sungai di Eropa bermuara di Belanda. Sebagai bandingan, Jakarta dilalui Ciliwung plus 13 sungai.
Belanda bebas banjir karena membangun kanal-kanal dengan sistem pembuangan air atau drainase yang bekerja secara sempurna. Tanggul-tanggul pasir (dunes) ataupun beton di sepanjang pantai menghalangi air laut masuk. Pompa-pompa raksasa bekerja siang malam agar negara itu tidak tenggelam. Para insinyur hidrologi Belanda mampu menanggulangi surplus air laut dan sungai.
Gubernur DKI Jakarta sebelumnya bekerja sama dengan para insinyur Belanda, yang menganjurkan agar sungai dan kanal diperlebar dan diperdalam. Gubernur itu juga teratur mengeruk lumpur di sungai dan kanal yang bermuara di Teluk Jakarta.
Teman-teman dan famili yang tinggal di Sunter, Bekasi Timur, Tebet, dan Kalibata setiap hari melihat kapal-kapal keruk bekerja keras mengeruk lumpur. Gubernur sebelumnya juga menugasi anak buahnya menjaga pompa-pompa air agar siap memompa air surplus.
Pada 1 Januari 2020, hujan turun tanpa henti sehingga air sungai dan kanal meluap. Ternyata semua muara sungai mampat karena lumpur menumpuk. Akhirnya, surplus air menenggelamkan Jakarta.
Untuk apa warga membayar pajak dan dibebani segala macam pungutan kalau menanggulangi banjir saja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak mampu.
L van der Zee-Oehmke
Sentul City, Bogor, Jawa Barat
Tol Banjir
Banjir besar yang melanda wilayah Jabodetabek pada 1 Januari 2020 mencuatkan polemik dan pro-kontra. Masalahnya, musim hujan masih berlangsung dua bulan lagi. Debat berkepanjangan tanpa tindakan berarti akan membuat rakyat berpotensi kebanjiran lagi.
Stop wacana dan gunakan teknologi sebagai solusi. Apalagi, saat ini masih banyak rumah, jalan, tanggul, dan fasilitas publik lain yang rusak.
Pembuatan waduk, sodetan, pengerukan dan normalisasi sungai, rekayasa cuaca adalah cara menjinakkan air. Jika selama ini dikenal infrastruktur tol darat dan tol laut, tol banjir menjadi keniscayaan agar banjir tak berulang.
Pembuatan dam di pesisir Jakarta dan pemompaan terintegrasi bisa melengkapi paket solusi hulu (waduk Ciawi dan Sukamahi) dan paket solusi hilir berupa normalisasi Sungai Ciliwung dan 13 sungai lain yang melintasi Jakarta. Dilengkapi pembangunan jaringan pipa buang raksasa, jadilah tol banjir.
Bersamaan dengan itu, penegakan hukum perlu dijalankan. Class action adalah salah satu upaya penegakan hukum. Singkat kata, jadikan banjir Jabodetabek isu hukum, bukan isu politik pada awal 2020.
Tak ada yang diuntungkan dalam musibah ini. Penderitaan dan kerugian warga harus segera ditanggulangi.
Budi Sartono S
Cilame, Ngamprah,
Kabupaten Bandung Barat
Proyek Strategis
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 92, berbunyi: ”Dalam hal gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak melaksanakan tugas dan wewenangnya, menteri mengambil alih pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil pemerintah pusat”.
Ibu Kota sebagai wajah NKRI perlu menjaga proyek- proyek strategis. Jika dalam bencana banjir, seperti 1 Januari 2020, banyak proyek strategis terdampak, penanganannya perlu diambil alih oleh pemerintah pusat, misalnya kompleks Gelora Bung Karno, Senayan.
Definisi proyek strategis adalah mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, mencakup kepentingan rakyat, butuh anggaran besar, dan berdampak politik signifikan.