Target Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Turun
›
Target Penerbitan Surat...
Iklan
Target Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Turun
Target penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun 2020 sebesar Rp 27,35 triliun. Jumlah itu lebih rendah dari tahun 2019 yang sebesar Rp 28,4 triliun. Padahal, proyek yang dibiayai dengan SBSN meningkat.
Oleh
karina isna irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan menurunkan target penerbitan Surat Berharga Syariah Negara tahun 2020. Kendati target penerbitan menurun, jumlah proyek yang dibiayai dari Surat Berharga Syariah Negara ini tetap meningkat menjadi 728 proyek.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan, target penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun 2020 sebesar Rp 27,35 triliun. Jumlah itu lebih rendah dari tahun 2019 yang sebesar Rp 28,4 triliun.
Penerbitan SBSN itu untuk membiayai pembangunan proyek-proyek infrastruktur di 34 provinsi. Target penerbitan SBSN itu tergantung dari proyeknya yang ditentukan oleh Kemenkeu dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
”Proyek yang akan dibiayai dari SBSN tahun 2020 ini justru bertambah,” kata Luky seusai acara forum koordinasi peluncuran pelaksanaan proyek SBSN tahun 2020 di Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Target penerbitan SBSN tahun 2020 sebesar Rp 27,35 triliun. Jumlah itu lebih rendah dari tahun 2019 yang sebesar Rp 28,4 triliun.
Pada 2020, penerbitan SBSN senilai Rp 27,35 triliun untuk membiayai 728 proyek yang terdapat di delapan kementerian/lembaga. Adapun penerbitan SBSN tahun 2019 digunakan untuk membiayai 619 proyek di tujuh kementerian/lembaga.
Proyek baru yang akan dibiayai SBSN tahun 2020 adalah proyek Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
Luky mengatakan, pembiayaan proyek melalui penerbitan SBSN untuk mendorong percepatan pembangunan infrastruktur nasional. Di tengah keterbatasan APBN, kapasitas pembiayaan infrastruktur harus ditingkatkan melalui berbagai inisiatif.
Nilai pembiayaan proyek melalui SBSN setiap tahun terus meningkat. Kemenkeu akan melelang SBSN sebanyak 24 kali sepanjang 2020.
”Sejauh ini, pembiayaan melalui SBSN banyak digunakan untuk proyek infrastruktur, termasuk infrastruktur sosial, seperti madrasah, perguruan tinggi Islam, dan asrama haji,” ujar Luky.
Pembiayaan melalui SBSN banyak digunakan untuk proyek infrastruktur, termasuk infrastruktur sosial, seperti madrasah, perguruan tinggi Islam, dan asrama haji.
DJPPR mencatat, pembiayaan proyek melalui SBSN terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013, nilai pembiayaan itu Rp 800 miliar, Rp 1,5 triliun (2014), Rp 7,1 triliun (2015), Rp 13,67 triliun (2016), Rp 16,7 triliun (2017), Rp 22,5 triliun (2018), dan Rp 28,4 triliun (2019).
Cakupan proyek yang dibiayai SBSN meliputi perkeretaapian, jalan dan jembatan, infrastruktur sumber daya air, asrama haji, gedung perguruan tinggi negeri, balai nikah dan manasik haji, madrasah, infrastruktur lingkungan hidup dan kehutanan, serta laboratorium.
”Proyek yang dibiayai SBSN diarahkan untuk proyek tahunan, bukan hanya tahun berganda (multiyears),” lanjut Luky.
Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah mengemukakan, kementerian/lembaga yang gagal menyelesaikan proyek infrastruktur dari dana SBSN akan mendapat sanksi berupa moratorium. Mereka tidak bisa mengajukan proyek untuk didanai SBSN selama satu tahun.
”Pembiayaan SBSN ini dilakukan melalui akad untuk mengikat kepercayaan investor sehingga kementerian/lembaga yang kerjanya buruk akan diberi denda, sementara yang kinerja bagus diberi penghargaan,” ucapnya.
Sebaliknya, lanjut Dwi, kementerian/lembaga atau satuan kerja yang menyelesaikan proyek tepat waktu atau lebih cepat dari tenggat akan diberikan penghargaan. Mereka dapat mengajukan tambahan proyek untuk dibiayai SBSN pada tahun berikutnya.
Mayoritas proyek yang dibiayai SBSN adalah proyek-proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Dwi, salah satu penyebab pembangunan proyek meleset dari target adalah gagal lelang. Beberapa pembangunan proyek berskala besar di daerah terkendala minimnya jasa kontraktor.
Salah satu penyebab pembangunan proyek meleset dari target adalah gagal lelang. Beberapa pembangunan proyek berskala besar di daerah terkendala minimnya jasa kontraktor.
”Selain itu, permasalahan internal seperti pergantian pimpinan satuan kerja acap kali menghambat proses pembangunan proyek,” katanya.
Berdasarkan data DJPPR, total penerbitan SBSN hingga 16 Januari 2020 mencapai Rp 1.230,44 triliun melalui metode lelang, penawaran awal menentukan harga jual saham dengan melihat minat beli investor (book building), dan penjualan saham tanpa melalui transaksi reguler di bursa (private placement).
Adapun penerbitan SBSN khusus untuk pembiayaan proyek infrastruktur sekitar Rp 90,7 triliun sejak 2013.