Iklim investasi di Indonesia perlu diperbaiki. Di samping itu, perlu koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — The Jakarta Japan Club atau JCC, yang mewakili sektor komersial dan industri dari Jepang, memberikan empat rekomendasi untuk kabinet baru periode kedua Presiden Joko Widodo. Keempat rekomendasi tersebut adalah perbaikan iklim investasi, peningkatan daya saing, pengembangan infrastruktur, dan pengembangan sumber daya manusia. Jepang dan Indonesia memiliki visi bersama menjadi negara dengan kekuatan ekonomi lima besar dunia pada 2045.
Keempat rekomendasi itu disampaikan dalam konferensi pers, Jumat (24/1/2020), di Hotel Mulia, Jakarta. Sebagai pembicara adalah Presiden JCC Kanji Tojo, Wakil Presiden JCC Kyoji Ueda, Ketua Bidang Hubungan Masyarakat dan Kebudayaan Masamichi Tanaka, Ketua Komite Rekomendasi Kebijakan Keishi Suzuki, dan anggota direksi JCC Shinichi Yamanaka.
Secara resmi, rekomendasi tersebut sudah diserahkan kepada Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada November 2019.
Menurut Tojo, Jepang merupakan negara dengan peringkat kedua dalam hal investasi asing di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, nilai investasi Jepang di Indonesia mencapai 31 miliar dollar AS atau setara Rp 424,7 triliun. Nilai kontribusi perusahaan Jepang di Indonesia untuk ekspor mencapai 24,4 persen pada 2018.
”Perusahaan Jepang sudah hadir di Indonesia sejak tahun ’70-an. Kedua negara memiliki riwayat hubungan yang baik di bidang ekonomi dan terus berkomitmen mempertahankan hubungan tersebut secara seimbang,” ujar Tojo.
Terkait rekomendasi bagi kabinet periode kedua Presiden Joko Widodo, Suzuki mengatakan, perlu ada perbaikan iklim investasi di Indonesia, khususnya dalam hal kestabilan regulasi dan transparansi pada sistem perpajakan. Pihak Jepang juga menyarankan harus ada koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Mereka juga berharap daya saing Indonesia di level internasional membaik dengan cara memperluas ekspor.
”Soal kebijakan baru, kerap ditemukan pejabat Indonesia mempunyai pernyataan yang berbeda-beda. Tentu ini membingungkan. Kami berharap ada konsistensi atas kebijakan yang sudah dikeluarkan,” tutur Suzuki.
Harus ada koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Sementara itu, saat ditanya tentang program pemerintah yang memfokuskan pada sumber daya manusia, Tanaka mengatakan, perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia berkomitmen melaksanakan alih teknologi dan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kerja di Indonesia. Dalam prosesnya, perusahaan tetap menggandeng mitra dengan industri lokal dan pemerintah daerah setempat.
”Sebagai contoh, Toyota memberikan pelatihan perakitan otomotif secara berkala selama tiga sampai enam bulan. Selain itu, kami secara rutin menerjunkan tim kecil ke lokasi pabrik kami yang ada di Indonesia untuk memantau pelatihan dan pembekalan alih teknologi tersebut agar tetap berjalan baik,” ujar Tanaka yang juga menjabat Asisten Presiden Direktur Toyota Indonesia.
Lebih jauh, Jepang dan Indonesia akan membentuk kelompok kerja antarpemerintah dan swasta. Kelompok kerja tersebut menginisiasi diskusi tentang promosi ekspor dan pengembangan sumber daya manusia di Indonesia. JCC akan secara aktif memberikan masukan kepada Indonesia dalam perspektif perusahaan Jepang.