Imlek: Rukun, Kerja Keras, Peduli
Imlek adalah momen penting untuk introspeksi dan kontemplasi ke jalan awal yang diajarkan agama-agama, menjadi manusia yang tidak saja beriman, tetapi juga mencintai sesama dan alam lingkungannya.
Imlek adalah salah satu hari raya keagamaan Khonghucu sekaligus tradisi bagi masyarakat Tionghoa, Jepang, Korea, dan Vietnam.
Karena merupakan hari raya keagamaan Khonghucu, presiden keempat Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, hadir dalam Perayaan Nasional I Hari Raya Tahun Baru Imlek 2551 Kongzili. Acara itu diselenggarakan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) di Balai Sudirman, Jakarta, 17/2/2000. Kebetulan saya sebagai ketua panitia.
Sebenarnya apa makna, nilai, atau pesan spiritual Imlek yang paling penting?
Imlek memang multimakna. Ia mempunyai makna astronomis, agamis, agraris, sosial, budaya, tradisi, politis. Namun, sebenarnya ada tiga nilai penting yang perlu diangkat karena relevan dengan kondisi sekarang: kerukunan, kerja keras, dan kepedulian.
Pada setiap perayaan Imlek, kerukunan tecermin dalam setiap momen. Kerabat dan sahabat datang dari tempat jauh untuk berkumpul. Duduk dalam satu meja untuk makan dan bercengkerama.
Namun, sebenarnya ada tiga nilai penting yang perlu diangkat karena relevan dengan kondisi sekarang: kerukunan, kerja keras, dan kepedulian.
Dengan agenda sepadat apa pun, orang akan berusaha meluangkan waktu. Yang tua menyayangi yang muda, yang muda menghormati yang tua. Dengan demikian, tecermin apa yang dikatakan Confucius, Khonghucu, Kong Zi, ”Kerukunan di antara keluarga laksana alat musik yang ditabuh harmonis.”
Apabila kerukunan di dalam keluarga-keluarga tercipta dan kemudian secara sadar diluaskan, niscaya kerukunan dalam negara bisa diwujudkan. Orang mungkin mengatakan bahwa skala keluarga kecil dan homogen. Namun, Sun Zi mengatakan, besar dan kecil hanya persoalan membagi jumlah.
Dalam keluarga pun pasti banyak perbedaan. Namun, ketika kepentingan dan nama baik keluarga menjadi taruhan, niscaya semua anggota keluarga bersatu padu memperjuangkannya. Demikian pula negara.
Kerja keras
Nilai kedua yang tak kalah penting adalah kerja keras. Ketika Kong Zi (551-479 SM) menganjurkan penggunaan kembali Kalender Xia (yang sekarang dikenal kalender Imlek), yang sebenarnya sudah tidak digunakan sejak 1766 SM, ia menyadari bahwa yang utama adalah kepentingan rakyat.
Kong Zi berpendapat, tidak selayaknya kalender hanya menandai kapan seorang raja atau dinasti berkuasa. Karena masa itu rakyat hidup dari bercocok tanam, negara perlu menggunakan kalender yang bisa jadi pedoman saat tanam.
Sekarang perayaan Imlek lebih terkesan glamor. Kesan religiusnya tersapu ingar-bingar pesta. Makna terpenting: kerja keras membalik tanah, mengolah hidup, tergerus waktu. Inilah saatnya kita kembali ke makna hakiki Imlek.
Makna terpenting: kerja keras membalik tanah, mengolah hidup, tergerus waktu. Inilah saatnya kita kembali ke makna hakiki Imlek.
Imlek adalah wujud pertanggungjawaban kita sebagai insan Tuhan, anggota keluarga, dan warga komunitas dan bangsa dengan berbagai atributnya.
Bekerja dan berkarya adalah spirit yang harus dijaga dan dikembangkan, bukan saling menumbangkan. Berkolaborasi bukan saling mengamputasi. Kong Zi mengingatkan, ”Bila ingin tegak dan maju, bantulah orang lain tegak dan maju.”
Kong Zi menekankan pentingnya cara dan etika. Katanya lebih lanjut, ”Kekayaan adalah dambaan setiap orang. Namun, kalau diperoleh dengan cara yang tidak benar, jangan lakukan. Harta benda menghias rumah, laku bajik (harus) menghias diri.”
Nilai ketiga yang tidak kalah penting adalah kepedulian. Dikatakan Kong Zi, ”Bila ada keadilan, tak ada persoalan persatuan. Jika ada keadilan, tiada persoalan kemiskinan.”
Namun, kita juga tak bisa memungkiri bahwa tak ada satu bentuk pemerintahan pun yang bisa menjamin seluruh rakyat sama maju, sama sukses, dan sama-sama sejahtera sentosa.
Pasti ada yang melesat jauh, ada juga yang tertinggal. Meski sebenarnya negara yang paling berkewajiban menolong mereka yang jauh terbelakang, masyarakat tak boleh bersikap masa bodoh terhadap sesamanya.
Meski sebenarnya negara yang paling berkewajiban menolong mereka yang jauh terbelakang, masyarakat tak boleh bersikap masa bodoh terhadap sesamanya.
Inilah salah satu nilai yang ditekankan ketika seseorang mau merayakan Imlek, yaitu kepedulian pada sesama, dimulai dari lingkungan terdekat.
Seminggu sebelum Imlek, ada momen penting yang disebut ”Hari Persaudaraan”. Mereka yang mau merayakan tahun baru wajib peduli kepada kerabatnya yang juga mau merayakan Imlek, tetapi berkekurangan. Jika kepedulian ini bisa ditularkan kepada semua anak bangsa, persoalan ketimpangan bisa segera diatasi.
Selama ini kepedulian selalu diidentikkan dengan sumbangan atau donasi. Lebih sempit lagi berupa bantuan makanan, pakaian, dan atau uang. Padahal, bentuk kepedulian bisa beragam. Bisa berupa beasiswa, bisa juga dukungan lain.
Dalam Forum Dialog Islam- Khonghucu, Oktober 2019, muncul rekomendasi kepedulian dalam bentuk magang. Mereka yang sukses usahanya diharapkan mau memberikan kesempatan kepada mereka yang berjuang memperbaiki masa depan lewat proses magang. Selain lebih tepat sasaran, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan manfaat.
Kita sering mendengar atau menyaksikan sendiri betapa sebuah usaha yang sukses dirintis dan dikembangkan generasi pertama ternyata gagal diteruskan anak-anaknya. Sementara sanak kerabat yang ngenger malah sukses menjalankan usaha serupa karena menekuni proses demi proses usaha.
Mereka yang mau merayakan tahun baru wajib peduli kepada kerabatnya yang juga mau merayakan Imlek, tetapi berkekurangan.
Sementara anak-anak kandung, yang mungkin terbiasa menikmati kesuksesan orangtua malah gagal meneruskan karena tak pernah praktik langsung menangani usaha.
Sekolah itu berat ke teori. Meski ada praktik atau studi kasus, tetap saja di atas kertas. Ibarat tentara yang hanya diajari teori perang, tentu berbeda dengan tentara yang biasa diuji di medan laga.
Kembali ke jalan awal
Maka, secara keseluruhan, Imlek adalah momen penting untuk introspeksi dan kontemplasi ke jalan awal yang diajarkan agama-agama, yaitu menjadi manusia yang tidak saja beriman, tetapi—yang tak kalah penting—mencintai sesama dan alam lingkungannya.
Kunci dari semuanya, manusia harus bisa berdamai dengan diri sendiri, saling menghormati, hidup rukun dan peduli dengan sesamanya, bekerja keras dalam proses yang benar, serta mampu bersahabat dan melindungi alam.
Maka, ada baiknya kita merayakan Imlek dengan melihat sekitar kita dengan hati jernih.
Gong He Xin Xi, Wan Shi Ru Yi. Huang Yi Shang Di, Wei Tian You De. Selamat Tahun Baru. Berlaksa perkara terselesaikan dengan baik. Yakinlah Tuhan senantiasa merahmati mereka yang melakukan kebajikan karena hanya pada kebajikan, Tuhan berkenan.
Yakinlah Tuhan senantiasa merahmati mereka yang melakukan kebajikan karena hanya pada kebajikan, Tuhan berkenan.
(Xs Budi S Tanuwibowo, Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pimpinan Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin))