Pembalakan Kayu Sonokeling di Hutan Lindung Lampung Terus Terjadi
›
Pembalakan Kayu Sonokeling di ...
Iklan
Pembalakan Kayu Sonokeling di Hutan Lindung Lampung Terus Terjadi
Pembalakan liar kayu sonokeling di kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung kembali terjadi. Sayangnya, hingga kini pemodal yang mengendalikan bisnis perdagangan kayu ilegal itu belum terungkap.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pembalakan liar kayu sonokeling (Dalbergia latifolia Roxb) di kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung kembali terjadi. Para pembalak yang ditangkap mengaku hanya suruhan. Sayangnya, hingga kini pemodal yang mengendalikan bisnis perdagangan kayu ilegal itu belum terungkap.
Kasus terakhir adalah ditangkapnya dua pembalak liar saat menebang pohon di Register 22, Kecamatan Air Naningan, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Dua pembalak itu adalah SY (56) dan US (38), kakak beradik warga Pekon Ulu Semong, Kecamatan Ulu Belu, Tanggamus.
”Kedua pelaku ditangkap saat beristirahat seusai menebang pohon sonokeling,” kata Kepala Kepolisian Sektor Pulau Panggung Inspektur Satu Ramon Zamora saat dikonfirmasi dari Bandar Lampung, Jumat (24/1/2020). Kepolisian Sektor Pulau Panggung, Tanggamus, menangkap mereka pada Selasa (22/1/2020).
Penangkapan dilakukan setelah polisi mendapat laporan dari warga setempat. Polisi melakukan penyergapan di dalam hutan pukul 06.30 WIB. Polisi menyita barang bukti berupa delapan balok kayu sonokeling siap diangkut. Selain itu, polisi juga menemukan empat potongan kayu sonokeling sisa besetan dan gergaji mesin yang sudah dimodifikasi dengan peredam suara.
Kepada polisi, kedua pelaku hanya disuruh oleh bosnya untuk menebang pohon di kawasan itu. Mereka mengaku mendapat upah Rp 1 juta untuk setiap 1 meter kubik kayu yang ditebang.
”Pelaku utama masih dalam pengejaran. Kami belum bisa mengungkapkan identitasnya karena masih dalam proses penyelidikan,” kata Ramon.
Selama dua tahun terakhir, tercatat sudah 814 batang kayu sonokeling yang ditebang. Kayu-kayu ini merupakan hasil program reboisasi hutan tahun 1980-an. (Walhi Lampung)
Saat ini, barang bukti sudah dibawa ke Polres Tanggamus. Polsek Pulau Panggung juga bekerja sama dengan aparat Polres Tanggamus dalam menyelidiki dan mengembangi kasus ini.
Penangkapan pelaku pembalakan liar ini merupakan yang kedua kali dalam satu bulan terakhir. Pada 2 Januari 2020, RS (19) ditangkap oleh petugas dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung karena memuat 77 buah balok kayu sonokeling.
Punya mata-mata
Ramon mengatakan, petugas kerap mendapat berbagai kendala di lapangan saat hendak melakukan penangapan. Selain lokasi yang jauh, pelaku juga diduga memiliki mata-mata. Tak jarang, para pelaku sudah kabur saat petugas tiba.
Atas perbuatan itu, mereka dijerat Pasal 82 Ayat (1) Huruf b UU RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman maksimal hukuman adalah lima tahun penjara serta pidana denda paling banyak Rp 2,5 miliar.
Upaya penegakan hukum kasus kejahatan lingkungan masih lemah. (Walhi Lampung)
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Lampung Irfan Tri Musri mengatakan, meski petugas telah menangkap sejumlah pembalakan liar, pemodal yang mengendalikan bisnis perdagangan kayu belum terungkap.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, selama 2019 ada 27 kasus pembalakan liar yang diungkap. Jumlah itu meningkat dibandingkan pada 2018 yang tercatat ada 21 kasus.
Dia menyayangkan petugas hanya dapat menangkap pelaku yang dibayar untuk menebang pohon di dalam hutan. ”Hal yang belum terungkap adalah siapa pelaku utama dan pemodal dari aktivitas pembalakan liar yang marak di Lampung,” kata Irfan saat diskusi beberapa waktu lalu.
Hasil investigasi tim Walhi Lampung menunjukkan, upaya penegakan hukum kasus kejahatan lingkungan masih lemah. Di lapangan masih terdapat sejumlah kejanggalan, antara lain hilangnya barang bukti kayu sonokeling yang akan diangkut petugas. Pengungkapan kasus pembalakan liar juga membuat pelaku tidak jera sehingga terus terjadi setiap tahun.
Selain Register 22, lokasi yang rawan pembalakan liar antara lain Register 19 (Kabupaten Pesawaran), Register 39 (Tanggamus), dan Register 22 (Pringsewu dan Lampung Tengah). Para pembalak liar mengincar pohon sonokeling yang banyak tumbuh di kawasan itu. Kebanyakan pohon yang ditebang merupakan kayu dengan diamater di atas 30 sentimeter.
Selama dua tahun terakhir, tercatat 814 batang kayu sonokeling yang ditebang. Kayu-kayu ini merupakan hasil program reboisasi hutan tahun 1980-an.
Untuk itu, Walhi Lampung mendesak agar Pemerintah Provinsi Lampung serius dalam menangani dan menghentikan kasus pembalakan liar. Pasalnya, aktivitas ilegal ini diduga menjadi pemicu utama gundulnya hutan yang menyebabkan bencana banjir di sejumlah daerah.