Manchester United kini ibarat kapal yang kehilangan arah dan terancam karam. Hal itu terlihat ketika mereka dipermalukan Burnley di Old Trafford untuk pertama kalinya sejak 1962.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
MANCHESTER, KAMIS – Dalam waktu kurang sepekan, Manchester United dipermalukan dua kali di Liga Inggris. Pertama, mereka dibekap rival abadinya, Liverpool, Minggu. Empat hari berselang, MU juga menyerah 0-2 dari tim gurem, Burnley, Kamis (23/1/2020) dini hari WIB. Dua kekalahan beruntun ini bak tamparan keras bagi “Setan Merah”.
Suasana di Stadion Old Trafford, Manchester, mendadak hening bak kuburan ketika Burnley menambah keunggulannya atas MU lewat gol Jay Rodriguez di menit ke-56. Nyaris tiada suara kecuali teriakan kegirangan Rodriguez dan para suporter tim tamu yang segelintir jumlahnya. Tidak lama kemudian, nyanyian keras akhirnya muncul dari pendukung MU.
Namun, isi nyanyian itu sangat mengejutkan. “Berdirilah bersama, jika Anda memang membenci Glazers” teriak mereka kompak diiringi gerakan meninggalkan bangku penonton dan tribune stadion itu.
Kekecewaan, rasa malu, dan frustrasi bercampur aduk menuntun para fans MU ketika itu melakukan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu gerakan mengosongkan Old Trafford. “Teater Impian”, julukan Old Trafford dulu, kini dipelesetkan banyak orang sebagai “Teater Memalukan”. Untuk pertama kalinya dalam 58 tahun, MU dipermalukan Burnley di stadion itu.
Padahal, MU masih berstatus tim paling kaya di Inggris saat ini. Gaji para pemainnya, pun yaitu 163 juta poundsterling atau Rp 2,9 triliun per musim, adalah yang tertinggi di Liga Inggris. Namun, kenyataannya, mereka tidak berdaya menghadapi tim yang anggaran gajinya hanya seperempat dari MU, yaitu Burnley.
Darren Fletcher, mantan pemain MU, mengibaratkan bekas klubnya itu sebagai kapal pesiar mewah yang kini menuju karam. Sejak pensiunnya Sir Alex Ferguson, bekas manajer terhebatnya, MU berlayar tanpa arah. Meskipun silih berganti nakhoda alias manajer, seperti Louis van Gaal, Jose Mourinho, dan Ole Gunnar Solskjaer, klub itu tidak kunjung berprestasi tinggi.
Gerah dengan situasi itu, fans MU pun kini kompak menyalahkan pemilik klub, yaitu keluarga Glazers dan pejabat eksekutifnya, Ed Woodward. Kebijakan mereka, antara lain soal transfer pemain dalam tujuh tahun terakhir, ditengarai menjadi penyebab hilang arahnya MU saat ini. “Untuk pertama kalinya, atmosfer (di Old Trafford) menjadi beracun. Mereka (para pemain MU) kini tenggelam,” ujar Fletcher dikutip BBC.
Rio Ferdinand, mantan pemain MU lainnya, berpendapat senada. Kekalahan dari tim papan bawah Liga Inggris itu tidak lagi bisa ditolerir. “Fans meninggalkan stadion seusai 84 menit (laga). Ini memalukan. Mereka yang ada di atas (pemilik MU), harus melihat ini dan melakukan perubahan,” ujarnya dengan nada geram di BT Sport.
Salah asuh
Menurut Mark Ogden, analis sepak bola Inggris, MU bak klub salah asuh dalam tujuh tahun terakhir. Di era Ferguson, klub itu berorientasi performa dan gelar juara. Pembelian pemain baru pun disesuaikan visi besar itu, yaitu kompatibel dengan karakter tim dan target juara. Semua itu berubah seiring pensiunnya Ferguson dan diangkatnya Woodward sebagai Wakil Ketua Eksekutif MU pada 2012 silam.
Sejak itu, MU lebih fokus pada urusan komersial alih-alih mengejar prestasi. Dalam hal pembelian pemain misalnya, mereka lebih fokus dengan nama-nama glamor yang laris menjual kaus dan mendatangkan sponsor seperti Angel Di Maria, Memphis Depay, Bastian Schweinsteiger, dan Alexis Sanchez. Padahal, mereka kurang cocok dengan kebutuhan tim maupun manajer. Uang yang digunakan membeli mereka pun terbuang percuma.
Cilakanya, di saat tim dan manajer sungguh membutuhkan pemain baru, para pejabat MU itu justru diam seribu bahasa. Sebagai contoh, mereka kini butuh striker baru menyusul cederanya Marcus Rashford yang terancam absen hingga April. Terbukti, tanpanya, MU bak macan ompong dan kalah beruntun 0-2 dari Liverpool dan Burnley.
Namun, hingga detik ini, belum satu pun striker baru yang merapat ke Old Trraford. Di saat sama, MU juga gagal memenuhi permintaan lain Solskjaer, yaitu gelandang kreatif baru bernama Bruno Fernandes. Selain striker, mereka juga membutuhkan tenaga kreatif baru mengingat rendahnya variasi serangan dan produktivitas gol mereka.
Cilakanya, transfer Fernandes kini tengah buntu akibat MU yang mendadak “pelit”. Dari permintaan dana senilai 60 juta pounds dari Sporting Lisbon, MU hanya menyanggupi 50 juta pounds. MU pun lantas menjadi bahan olok-olok dari sejumlah pihak, tidak terkecuali dari Mourinho, terkait mandeknya transfer itu. Di era ferguson, hal itu tidak bakal terjadi.
“Jadi, Bruno Fernandes datang ke MU atau tidak? Jadi, mereka (MU) telah pergi ke Lisbon dan dia (Fernandes) ternyata tidak datang?” ungkap Manajer Tottenham Hotspur itu menyindir bekas klubnya, MU. (AFP)