Banjir dan Longsor Terjadi di Dua Kabupaten di Sumsel
›
Banjir dan Longsor Terjadi di ...
Iklan
Banjir dan Longsor Terjadi di Dua Kabupaten di Sumsel
Banjir dan tanah longsor kembali terjadi di Lahat dan Empat Lawang, Sabtu (25/1/2020), akibat meningkatnya intensitas hujan dalam dua hari terakhir. Tak ada korban jiwa, tetapi kerugian ditaksir puluhan juta rupiah.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
LAHAT, KOMPAS — Banjir dan tanah longsor kembali terjadi di dua kabupaten di Sumatera Selatan, yakni Lahat dan Empat Lawang, Sabtu (25/1/2020), akibat meningkatnya intensitas hujan dalam dua hari terakhir. Tidak ada korban jiwa, tetapi kerugian ditaksir mencapai puluhan juta rupiah.
Kepala Penanganan Kedaruratan Ansori, Sabtu (25/1/2020), mengatakan, intensitas hujan yang tinggi sejak Jumat (24/1/2020) hingga Sabtu pagi menyebabkan banjir melanda Desa Nanjungan, Kecamatan Pasemah Air Keruh, Kabupaten Empat Lawang. Satu jembatan gantung miring dan beberapa hektar sawah terendam.
Banjir bandang juga terjadi di Desa Babatan, Kecamatan Lintang Kanan, Kabupaten Empat Lawang. Debit air meningkat akibat hujan deras yang mengguyur. Akibatnya, satu jembatan gantung di kawasan tersebut juga rusak.
Ansori mengatakan, banjir disebabkan kondisi drainase dan kurangnya daerah tangkapan air di kawasan tersebut. Air meluap dan dengan cepat merendam sejumlah kawasan, termasuk area persawahan. ”Walau tidak ada korban jiwa, banjir ini menimbulkan kerugian hingga puluhan juta rupiah,” katanya.
Hujan selama dua hari berturut-turut itu juga menyebabkan longsor di jalur yang menghubungkan Kabupaten Langkat dan Kota Pagar Alam di Desa Muara Siban, Kecamatan Lahat, Kabupaten Lahat, Sabtu dini hari. Jalur terputus sepanjang 200 meter menjadikan kemacetan kendaraan mencapai 10 kilometer
Sabtu pagi, instansi terkait dan masyarakat sekitar bergotong royong menyingkirkan longsoran sehingga jalur tersebut bisa dilalui kembali.
Pembangunan yang terjadi di Sumsel berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan. (Hairul Sobri)
Berdasarkan catatan BPBD Sumsel, sepanjang Januari tahun 2020, Sumsel sudah enam kali diterpa bencana hidrometeorologi. Bencana tersebut terjadi di 10 kecamatan di Kabupaten Empat Lawang, Lahat, dan Kota Pagar Alam. Lima kecamatan di antaranya ada di Kabupaten Lahat.
Bencana itu telah menjadikan 12 jembatan rusak, 8 rumah hanyut, 45 rumah rusak berat, 702 rumah rusak ringan, dan rumah terendam mencapai 166 unit.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Hairul Sobri mengatakan, bencana alam yang terjadi di Sumsel disebabkan rusaknya ekosistem akibat pembangunan yang serampangan. ”Pembangunan yang terjadi di Sumsel berbanding lurus dengan kerusakan lingkungan,” katanya.
Deforestasi kawasan hutan, baik untuk petambangan maupun perkebunan, masih marak. Hal ini diperparah dengan masih banyaknya pemberian izin di kawasan gambut yang berfungsi sebagai tempat penyerapan air. Jika hal itu terus dibiarkan, bencana tahunan dikhawatirkan akan terus terjadi.
Pada awal dan akhir tahun, banjir dan longsor selalu terjadi di Sumsel. Sementara pada pertengahan tahun atau saat musim kemarau, Sumsel pasti diterpa bencana kekeringan dan kebakaran lahan.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel Herman Deru meminta semua pihak turut serta memperbaiki ekosistem yang telah rusak. ”Saya butuh masukan dari semua pihak dalam menangani bencana. Bukan hanya bagi saya, pedoman itu akan dijadikan acuan melainkan juga bagi kepala daerah yang lain di Sumsel,” tegasnya.
Herman juga mengingatkan, pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) harus didasari dengan penelitian agar pembangunan tidak berdampak pada kerusakan lingkungan. ”Jangan hanya tanda tangan di atas kertas, tetapi harus melihat ke lapangan dan melalui kajian yang benar,” ucap Herman.