Draf RUU Cipta Lapangan Kerja Belum Resmi Dipublikasikan
›
Draf RUU Cipta Lapangan Kerja ...
Iklan
Draf RUU Cipta Lapangan Kerja Belum Resmi Dipublikasikan
Pemerintah mengklarifikasi adanya draf Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang beredar di masyarakat. Pemerintah tidak mengakui draf yang beredar itu dari sumber resmi.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah angkat suara perihal beredarnya draf Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja ke publik. Draf RUU yang kini beredar diyakini salah karena bukan hasil revisi terbaru.
RUU Cipta Lapangan Kerja ditetapkan sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 pada 22 Januari. Setelah itu, akan digelar rapat terbatas bersama Presiden dan menteri terkait untuk pemberian paraf dalam draf dan naskah akademik RUU.
“Begitu sudah diparaf dan dikirim Surat Presiden kepada DPR, RUU akan dibahas dalam sidang paripurna, dan dibuka ke publik. Jadi, dijamin draf yang beredar (sekarang) tidak benar, karena masih ada di kami,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Sabtu (25/1/2020).
Salah satu dalih pemerintah bahwa RUU yang kini beredar di publik salah karena berjudul Penciptaan Lapangan Kerja. Sementara, draf yang benar berjudul RUU Cipta Lapangan Kerja.
Susiwijono mengatakan, RUU Cipta Lapangan Kerja masih dalam proses finalisasi oleh pemerintah. Dengan demikian, draf RUU yang kini beredar dipastikan bukan hasil revisi terbaru dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pemerintah juga secara resmi tidak pernah memublikasi draf itu.
RUU Cipta Lapangan Kerja disusun melalui mekanisme omnibus law. Omnibus law Cipta Lapangan Kerja ini akan mengakomodasi 79 UU terdiri dari 1.244 pasal terkait investasi.
Substansi pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja terdiri dari 11 kluster, yaitu penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.
Penyusunan RUU Cipta Lapangan Kerja ii menciptakan beragam respons. Dari sisi pekerja dan buruh, mereka khawatir pokok-pokok hak pekerja akan terkikis dalam RUU. Pekerja juga mengkhawatirkan aturan dalam RUU itu diskriminatif.
Sementara, pelaku usaha berharap RUU Cipta Lapangan Kerja dapat mengatasi masalah regulasi yang tumpang tindih. Pemerintah diminta membuka diskusi publik untuk mendapat masukan dari pihak-pihak yang berkaitan dengan aturan sapu jagat itu.
Susiwijono mengatakan, pemerintah berupaya mengakomodasi kepentingan pekerja, calon pekerja, dan pemberi kerja dalam 11 kluster RUU Cipta Lapangan Kerja. RUU ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan tumpang tindih regulasi, rendahnya efektivitas investasi, pemberdayaan pelaku UMKM belum maksimal, serta berbagai masalah ketenagakerjaan. “Pemerintah memikirkan dunia usaha, pekerja, dan ada orang yang masih belum bekerja. Kita pikirkan bersama-sama,” ujar Susiwijono.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, draf RUU yang kini beredar dianggap salah karena tidak bersumber langsung dari pemerintah. Padahal, secara garis besar inti peraturan dalam RUU itu mungkin sama, hanya beberapa substansi detail yang berbeda.
Menurut Tauhid, pemerintah harus membuat aturan secara detail terkait substansi ketenagakerjaan. Misalnya, ada klausul tentang pengupahan untuk pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun yang mengikuti ketentuan upah sesuai struktur dan skala upah masing-masing perusahaan. “Klausul itu bisa berarti upah dapat dinegosiasikan. Ini perlu diatur lebih detail mengingat kemungkinan upah dapat di bawah upah minimum bisa diterapkan karena pasokan tenaga kerja berlimpah,” kata Tauhid.
RUU Cipta Lapangan Kerja akan mengatur tiga aspek utama ketenagakerjaan, yaitu upah minimum, pemutusan hubungan kerja, serta peningkatan perlindungan pekerja dan perluasan lapangan kerja.
Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja baru yang masa kerjanya kurang dari satu tahun. Adapun pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun mengikuti ketentuan upah sesuai struktur dan skala upah masing-masing perusahaan. Kenaikan upah minimum memperhitungkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Tauhid menambahkan, pemerintah juga harus berhati-hati dalam menyusun aturan bagi tenaga kerja asing. Diperlukan aturan turunan berupa peraturan menteri yang secara khusus memuat ketentuan detail perihal jabatan dan waktu kerja yang diperbolehkan untuk pekerja asing. Selain itu, pengawasan tenaga kerja asing juga harus diperkuat.
Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya Ahmad Erani Yustika menambahkan, kelancaran proses politik menentukan keberhasilan RUU Cipta Lapangan Kerja. Deregulasi harus menjadi agenda utama pemerintah dalam lima tahun ke depan. Selama ini terlalu banyak duri dalam aturan lama yang menghambat investasi.
Menurut Ahmad, langkah pemerintah untuk melakukan deregulasi investasi melalui skema omnibus law tepat. Namun, proses pengesahan dan implementasi RUU menjadi kunci utama. Koordinasi di tingkat pusat dan daerah harus berjalan baik agar simplifikasi perizinan benar-benar bisa terimplementasi.