Lebih dari 20.000 Warga Bandung Terdampak Banjir Citarum
›
Lebih dari 20.000 Warga...
Iklan
Lebih dari 20.000 Warga Bandung Terdampak Banjir Citarum
Lebih dari 20.000 warga Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terdampak banjir luapan Sungai Citarum. Titik tertinggi banjir yang melanda enam kecamatan sejak Kamis (23/1/2020) itu terpantau sekitar 1,7 meter.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
SOREANG, KOMPAS — Lebih dari 20.000 warga Kabupaten Bandung, Jawa Barat, terdampak banjir luapan Sungai Citarum. Titik tertinggi banjir yang melanda enam kecamatan sejak Kamis (23/1/2020) itu terpantau sekitar 1,7 meter. Ratusan warga memilih mengungsi karena khawatir dampak ke depannya bakal bertambah parah.
Hingga Sabtu (25/1/2020) malam, sebagian Kabupaten Bandung masih terendam banjir dengan ketinggian 10-170 sentimeter. Sebagian wilayah yang terendam berada di kawasan padat penduduk. Warga-warga menggunakan perahu atau ban bekas yang dimodifikasi untuk beraktivitas.
Salah satu wilayah yang terdampak adalah Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Kawasan ini terendam hingga 160 sentimeter. Ketinggian banjir sampai menenggelamkan sebagian dinding rumah warga. Semakin dekat dengan pinggir sungai, ketinggian banjir mencapai ujung atas pintu depan rumah warga.
Sebagian warga yang bertahan memilih tinggal di lantai dua rumahnya dan sebagian lain mengungsi di tempat yang telah disediakan. Imas (60), warga Bojongasih, mengungsi bersama ibu yang telah lanjut usia. Dia menuturkan, mereka mengungsi sejak Kamis malam.
”Saya cuma tinggal berdua dengan ibu yang berumur 90 tahun. Jadi, waktu air sudah masuk ke dalam rumah Kamis sore, saya panik. Sekitar pukul 22.00, kami dievakuasi. Kalau cuaca masih sering hujan seperti ini, kami lebih baik tetap di sini,” kata Imas saat ditemui di pengungsian aula Desa Dayeuhkolot.
Di aula Dayeuhkolot, ia tinggal bersama 92 warga lainnya. Tita (46), warga Kampung Bojongasih yang menjadi koordinator pengungsian Desa Dayeuhkolot, menuturkan, semenjak banjir Kamis malam, selalu ada warga baru yang masuk ke pengungsian.
”Terakhir tadi pukul 10.00 tiga warga dari RW 014. Mereka memilih mengungsi karena khawatir air bertambah besar. Soalnya beberapa malam terakhir selalu hujan deras,” ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bandung, banjir yang terjadi setelah hujan deras di Bandung Raya merendam lebih dari 3.700 rumah. Rumah itu tersebar di Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, dan Kecamatan Rancaekek. Sementara untuk Kecamatan Majalaya dan Kecamatan Ciparay, banjir yang ada menutupi beberapa ruas jalan, di antaranya jalan raya Majalaya-Ciparay.
Banjir tersebut berdampak pada lebih dari 20.000 jiwa. Sebanyak 250 jiwa di antaranya memilih mengungsi. Pengungsi terbanyak ada di Gedung Inkanas, Kecamatan Baleendah (117 jiwa,) dan aula Desa Dayeuhkolot (93 jiwa).
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bandung Enjang Wahyudin menuturkan, pihaknya terus memantau banjir yang terjadi. ”Sampai saat ini Kabupaten Bandung masih berstatus siaga darurat bencana. Kami masih memantau perkembangannya,” katanya.
Banjir berdampak pada lebih dari 20.000 jiwa. Sebanyak 250 jiwa di antaranya memilih mengungsi. Pengungsi terbanyak ada di Gedung Inkanas, Kecamatan Baleendah (117 jiwa), dan aula Desa Dayeuhkolot (93 jiwa).
Cuaca ekstrem
Dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, hujan deras diprakirakan masih akan terjadi di sejumlah wilayah di Jabar selama sepekan ke depan. Karena itu, warga diimbau waspada terjadi banjir susulan di titik-titik rawan.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Tony Agus Wijaya memaparkan, terdapat siklonik di Samudra Hindia sebelah barat Jawa dan Sulawesi bagian tengah. Hal tersebut berdampak pada potensi cuaca ekstrem, seperti hujan deras disertai petir dan angin kencang dalam kurun 25-27 Januari di Bandung Raya.
Selain Bandung, beberapa daerah, seperti Bogor Raya, Cianjur, Subang, Majalengka, Kuningan, Cirebon, dan Sukabumi, juga berpotensi cuaca ekstrem dalam kurun waktu tersebut. Cuaca ekstrem ini diprediksi bergeser ke arah timur hingga pada 29 Januari berakhir di Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran.
”Fenomena tersebut memicu terbentuknya pola belokan dan perlambatan angin yang melewati wilayah Jawa Barat. Hal ini berpotensi suplai massa udara di Jabar menjadi cukup besar,” katanya.