Seiring pesatnya konektivitas antarnegara, kini tak ada satu pun negara yang sepenuhnya aman dari ancaman penyakit menular. Selama kemampuan setiap negara dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons penyakit infeksi baru masih lemah, penyebaran penyakit lintas negara masih sangat mungkin terjadi.
Kota Wuhan memang tak sebesar kota megapolitan Shanghai. Wuhan juga bukanlah ibu kota negara seperti Beijing. Akan tetapi, ibu kota Provinsi Hubei, China, itu merupakan kota metropolitan simpul penting di daratan China bagian tengah yang terhubung langsung dengan banyak kota di dunia.
Wuhan—luasnya mirip London, tetapi lebih kecil dari Washington DC—dihuni oleh sekitar 11 juta penduduk dan menjadi kota terbesar ketujuh di China atau ke-42 di dunia. Kota yang dilintasi Sungai Yangtze ini tetap menjadi kota penting dalam pertumbuhan ekonomi China. Wuhan berada di tengah antara Shanghai di timur dan Chengdu di barat, serta antara Beijing di utara dan Hong Kong atau Guangzhou di selatan.
Mengutip data Fortune Global, BBC menyebutkan, 230 dari 500 perusahaan terbesar di dunia telah berinvestasi di Wuhan. Tidak heran jika lalu lintas orang di Wuhan juga tinggi.
Tahun 2016 Bandar Udara Internasional Wuhan dengan kode Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) WUH menangani 20 juta penumpang atau sekitar 3.300 penumpang internasional sehari. Bandara ini memiliki penerbangan langsung ke negara-negara di Asia, Eropa, Amerika, Timur Tengah, dan Australia.
Pergerakan orang lintas benua di Wuhan yang tinggi itu menjadi faktor yang berkontribusi pada kecepatan penyebaran virus korona tipe baru, yang diduga pertama muncul dari pasar ikan Huanan. Virus ini semula hanya teridentifikasi pada orang-orang yang bekerja di pasar itu atau pengunjung pasar Huanan, tetapi hanya dalam hitungan hari telah mencapai sejumlah negara, bahkan benua, lain.
Hingga Sabtu (25/1/2020) pukul 12.00 WIB, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press, ada 10 negara melaporkan adanya kasus virus korona tipe baru, yaitu Thailand, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Australia, Perancis, Vietnam, dan Nepal. Negara-negara di dunia, terutama yang memiliki penerbangan langsung dengan China, memperketat pemeriksaan wisatawan asal China di bandar udaranya.
Virus korona tipe baru ini telah menular pada 1.320 orang dan menelan korban jiwa 41 orang. Mereka tersebar di 29 provinsi di China. Sebanyak 237 orang di antaranya kini dalam kondisi kritis. Korban meninggal berasal dari Provinsi Hubei (39 orang) serta Hebei dan Heilongjiang (masing-masing 1 orang).
China juga telah mengonfirmasi adanya penularan antarmanusia, satu hal yang sangat dikhawatirkan. Ini berarti virus ini bisa menyebar cepat.
Sejumlah pakar di Inggris memperkirakan jumlah orang yang tertular sebenarnya lebih banyak dari yang diketahui. Meski demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak mengategorikan itu sebagai kedaruratan kesehatan global. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Kamis (23/1), menyatakan, bagi China kondisi ini sudah darurat kesehatan, tetapi secara global belum.
Tedros juga mengingatkan, dengan tidak menetapkan peristiwa ini sebagai kedaruratan kesehatan global, bukan berarti WHO tidak menganggap kasus ini serius. WHO bekerja sama dengan Pemerintah China dan negara lain terus memantau perkembangan virus korona baru ini. Data yang masuk ke Komisi Kesehatan Nasional China memperlihatkan, mayoritas korban meninggal memiliki penyakit penyerta, seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung.
Menurut Tedros, belum banyak informasi yang bisa diperoleh seputar virus korona tipe baru ini: dari mana sumbernya, mengapa begitu cepat menyebar, seperti apa karakter, dan juga seberapa tinggi tingkat keparahannya.
Sebenarnya, salah satu yang menjadi kunci adalah pasar ikan Huanan di Wuhan yang menjadi episentrum virus korona tipe baru ini. Namun, rasanya sulit mendapatkan bukti yang bisa membantu melacak dan mengidentifikasi virus ini. Sebab, pasar yang menjual berbagai daging hewan, termasuk satwa liar, ini telah ditutup dan dibersihkan.
Isolasi
Merebaknya virus korona tipe baru di Wuhan telah membuat China mengisolasi 16 kota di Provinsi Hubei, termasuk Wuhan. Kota-kota itu merupakan rumah bagi populasi yang —jika digabung—lebih besar dari kombinasi New York, London, Paris, dan Moskwa. Semua moda transportasi ke dan dari Wuhan dihentikan.
Tempat-tempat hiburan dalam ruangan juga diimbau untuk tutup. Warga diminta tidak beraktivitas di luar. Kota Terlarang, sebagian Tembok China, dan Shanghai Disneyland ditutup. Sejumlah jaringan restoran cepat saji juga tutup.
Bahkan, Beijing pun menghentikan operasional semua bus antarprovinsi per hari ini, Minggu (26/1). Semua tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah penyebaran virus lebih luas.
Famili korona
Virus korona tipe baru di Wuhan merupakan bagian dari keluarga besar virus korona yang menyebabkan kesakitan dengan gejala ringan, misalnya flu biasa sampai yang lebih parah, seperti sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS- CoV) dan sindrom pernapasan akut parah (SARS-CoV).
Dinamakan virus korona karena permukaan virus ini menyerupai mahkota dengan duri-duri tajam. Kelompok virus korona biasa terdapat di hewan, tetapi bisa menginfeksi manusia. Virus korona pada manusia pertama kali teridentifikasi tahun 1960-an.
Terdapat tujuh tipe virus korona yang bisa menginfeksi manusia dengan empat subtipenya, yaitu alfa (229E), beta (NL63), gamma (OC43), dandelta (HKU1). Virus SARS dan MERS-CoV serta 2019-nCoV termasuk subtipe beta.
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) meyakini bahwa gejala batuk, pilek, dan sesak napas pada mereka yang tertular bisa muncul setelah 2-14 hari setelah terinfeksi.
Seperti MERS dan SARS, virus korona tipe baru di Wuhan adalah tipe virus RNA. Virus itu tidak memiliki material genetik DNA, tetapi RNA. Artinya, virus itu memiliki kemampuan menyatu dengan DNA inangnya dan bisa bermutasi dengan cepat.
Pembelajaran
Kemampuan China mendeteksi virus korona baru patut diapresiasi. Namun, kemampuan mendeteksi saja tidak cukup tanpa kemampuan mencegah dan merespons. Tindakan China mengisolasi banyak kota sebagai langkah pencegahan pun belum terbukti efektif.
Untuk dapat mencegah, surveilans yang terintegrasi antara kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan sangat krusial. Fakta bahwa kontak manusia yang intens dengan satwa liar seharusnya membuat negara menjalankan surveilans yang baik sehingga potensi-potensi penyakit infeksi baru tidak muncul menjadi wabah.
Vital Strategis, organisasi kesehatan global, telah berinisiatif memetakan kesiapan negara-negara menghadapi ancaman infeksi baru dalam laporannya yang bertajuk ”Resolves to Safe Lives”. Sayangnya, China tak bersedia mengikuti evaluasi eksternal yang transparan sehingga kesiapan mereka dalam mencegah, mendeteksi, terlebih merespons penyakit infeksi baru, seperti virus korona tipe baru, ini tidak diketahui pasti.