Kecemasan Makin Meluas
Merebaknya virus korona tipe baru membuat mayoritas warga China merayakan Imlek dengan tinggal di rumah. Kecemasan akibat virus itu makin meluas di banyak negara.
Merebaknya virus korona tipe baru membuat mayoritas warga China merayakan Imlek dengan tinggal di rumah. Kecemasan akibat virus itu makin meluas di banyak negara.
BEIJING, SABTU—Mayoritas warga China, terutama warga di kota Wuhan dan kota-kota lain di Provinsi Hubei, China bagian tengah, Sabtu (25/1/2020), hanya tinggal di rumah. Kuil-kuil, obyek wisata, dan tempat-tempat hiburan di wilayah itu ditutup. Seluruh transportasi publik dihentikan sehingga pergerakan warga terbatas.
Suasana tersebut mewarnai hari pertama tahun baru Imlek, yang seharusnya mulai dirayakan Sabtu kemarin, akibat merebaknya virus korona tipe baru. Jumlah korban meninggal akibat virus itu terus bertambah. Hingga kemarin, tercatat 41 orang meninggal dan lebih dari 1.400 orang tertular di seluruh dunia.
Televisi China, Global Television Network, melaporkan, seorang dokter yang merawat para pasien di Wuhan, Liang Wudong (62), juga meninggal. Namun, belum jelas apakah ia sudah termasuk dalam 41 orang yang meninggal itu.
Presiden China Xi Jinping memperingatkan bahwa China menghadapi ”situasi gawat” menyusul penyebaran virus korona tipe baru yang cepat tersebut. ”Menghadapi situasi gawat ini... perlu untuk memperkuat kepemimpinan Komite Pusat Partai yang terpusat dan satu kesatuan,” ujar Xi, seperti dikutip kantor berita Xinhua.
Hingga Sabtu, sebanyak 237 orang di antara korban tertular masih dalam kondisi kritis. Mereka tersebar di 29 provinsi di China. Kasus positif juga dilaporkan oleh 10 negara, antara lain Thailand, Jepang, Amerika Serikat, Australia, Vietnam, dan Perancis.
Koresponden Kompas, Harry Bhaskara,di Brisbane, Australia, melaporkan bahwa di Australia terdapat empat orang yang terkonfirmasi terjangkit virus korona tipe baru dari Wuhan. Negeri jiran Malaysia melaporkan tiga kasus, sementara Perancis menjadi negara Eropa pertama yang melaporkan kasus virus tersebut.
Harian The Wall Street Journal melansir, Pemerintah Amerika Serikat tengah menyiapkan pesawat carter untuk memboyong warganya dan para diplomatnya keluar dari Wuhan.
Di Hong Kong, yang telah mengonfirmasi adanya lima kasus, Pemimpin Eksekutif Carrie Lam menyatakan bahwa penerbangan dan kereta cepat antara Hong Kong dan Wuhan akan dihentikan.
Sekolah-sekolah di Hong Kong, yang saat ini libur Imlek, bakal tetap diliburkan hingga 17 Februari. Lomba maraton, yang akan diikuti 70.000 peserta dan dijadwalkan pada 9 Februari 2020, juga dibatalkan.
Antrean periksa
Di Wuhan, kemarin, warga antre di rumah sakit untuk diperiksa. Ada juga yang berburu bahan makanan yang kian menipis di supermarket.
Dalam suasana itu, kuil-kuil di wilayah utara China tidak bisa menampilkan pertunjukan, permainan untuk anak-anak, dan menjual suvenir dalam perayaan Imlek. Beijing membatalkan seluruh acara itu. Beijing juga menghentikan operasional semua bus antarprovinsi.
Kompleks Kota Terlarang, Disneyland Shanghai, dan beberapa taman kota juga ditutup. Semua itu dilakukan untuk mencegah penyebaran virus korona tipe baru yang pertama kali teridentifikasi di Wuhan akhir 2019.
Hu Yinghai, Wakil Direktur Jenderal Departemen Urusan Sipil Provinsi Hubei, kemarin, mengatakan, pihaknya meminta bantuan pasokan masker dan alat pelindung diri. ”Kami terus mengendalikan dan mencegah penyakit ini. Akan tetapi, saat ini kami menghadapi krisis kesehatan yang sangat parah,” katanya.
Di Hong Kong, menjelang malam tahun baru Imlek, warga mengantre untuk menyalakan hio dan berdoa di Kuil Wong Tai Sin. ”Suasana tahun baru Imlek sekarang tak sebaik tahun lalu meski jika tak ada virus korona sekalipun,” kata May, warga setempat, sambil mengenakan masker biru.
Hong Kong telah membatalkan pertunjukan kembang api dan karnaval empat hari yang sedianya dimulai Minggu (26/1) akibat merebaknya virus korona baru itu. Di Taiwan, ribuan warga yang memakai masker mendatangi Kuil Longshan di Taipei. Mereka berdoa kepada Dewi Matsu, sang pelindung nelayan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa kasus virus korona baru dari Wuhan merupakan kondisi darurat kesehatan bagi China, tetapi belum merupakan darurat kesehatan global.
Xinhua melaporkan, militer China mengirim 450 tenaga kesehatan yang beberapa di antaranya berpengalaman dalam menangani kasus sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan ebola ke rumah sakit di Wuhan untuk membantu penanganan kasus virus korona baru di sana.
Selain personel, dikirimkan juga alat-alat kesehatan, termasuk 14.000 alat pelindung diri, 110.000 sarung tangan, masker, dan kacamata pelindung.
Di Asia Tenggara, Malaysia melaporkan adanya kasus positif virus korona baru pertama, sedangkan Jepang melaporkan kasus positif ketiganya.
Belum bisa dipastikan
Di Indonesia, dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Omni Pulomas, Dirga Sakti Rambe, mengatakan, kecepatan penyebaran virus korona Wuhan (2019- nCoV) hingga kini belum bisa dipastikan. Diperlukan pengamatan dari hari ke hari untuk mengetahuinya.
”Ada yang mencoba membuat model matematika untuk menghitung laju penyebarannya. Menurut saya, prediksi itu sangat bisa salah walaupun bisa juga benar,” katanya.
Kendati demikian, Dirga menjelaskan, sejauh ini rata-rata kasus kematian yang disebabkan virus korona baru masih lebih rendah dibandingkan dengan SARS dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) yang sama-sama disebabkan oleh virus dari famili korona.
”Satu dari 10 pasien SARS meninggal, sedangkan satu dari tiga pasien MERS meninggal. Untuk virus korona baru dari Wuhan, rata-rata kematiannya masih berkisar 3-4 persen,” ujarnya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menegaskan, kewaspadaan terhadap pencegahan masuknya virus korona tipe baru tidak mengendur sejak pertama diberlakukan. Pemerintah terus melakukan prosedur standar operasi (SOP) karantina kesehatan di bandara dan pelabuhan.
”Begitu tiba di Indonesia, penumpang dari China akan diberikan health alert card (HAC). Kartu itu untuk memantau penumpang selama 14 hari ke depan,” katanya.
Di dalam kartu itu dijelaskan, jika selama 14 hari berada di Indonesia mengalami demam, batuk, dan kesulitan bernapas, pemegang kartu dianjurkan untuk segera menuju pusat layanan kesehatan terdekat. Dari situ, petugas akan menghubungi dinas kesehatan terkait atau Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso jika berada di Jakarta.
(REUTERS/AP/FRD/ADH)