Suara riuh mewarnai sore cerah di sepanjang jalan sekitar Masjid Muhammadan. Ribuan warga antusias menyambut gula pasir yang ditebar dari atap masjid dan empat titik lain.
Oleh
·3 menit baca
Suara riuh mewarnai sore cerah di sepanjang jalan sekitar Masjid Muhammadan. Ribuan warga antusias menyambut gula pasir yang ditebar dari atap masjid dan empat titik lain. Panas akibat berdesak-desakan tertutup keriangan menyambut acara itu.
Tradisi serak gulo atau menebar gula di Jalan Pasar Batipuh, Kelurahan Pasa Gadang, Kecamatan Padang Selatan, Padang, Sumatera Barat, Sabtu (25/1/2020) sore, diadakan warga Padang keturunan India setiap tanggal 1 Jumadil Akhir tahun Hijriah.
Sore itu, setidaknya 4 ton gula dibagikan. Gula dibungkus kain perca warna-warni seukuran kepalan tinju kemudian dilemparkan dari lima titik ketinggian, salah satunya atap Masjid Muhammadan.
Tradisi dilaksanakan setelah shalat Ashar. Sebelum gula ditebarkan, ada pembacaan doa, pemasangan bendera hijau bergambar bulan bintang, dan ditutup dengan pembacaan doa, lalu gula ditebarkan.
Ali Khan Abu Bakar, Ketua Himpunan Keluarga Muhammadan, perkumpulan warga Padang keturunan India, mengatakan, gula yang dibagikan merupakan sumbangan masyarakat. Gula mulai dikumpulkan 10 hari sebelum acara. Sumbangan tidak hanya dari warga sekitar dan keturunan India saja, tetapi juga masyarakat luas tanpa mengenal etnis. Selain dari Padang dan wilayah lain di Sumbar, gula juga berasal dari Medan, Pekanbaru, Kerinci, Sungai Penuh, serta daerah lain.
Ali mengatakan, tradisi ini untuk mengenang Shahul Hamid, ulama yang menyebarkan Islam di India. Ulama tersebut dianggap suci dan sangat berjasa bagi umat Islam India.
”Manisnya ilmu yang disebarkan Shahul Hamid kami lambangkan dengan gula. Ilmunya ditebarkan, orang berebut mengambilnya. Itu makna dari serak gulo,” kata Ali.
Diperkirakan tradisi ini sudah ada di Padang lebih dari 300 tahun. Warga India yang merupakan ulama ataupun pedagang banyak masuk ke Padang tahun 1700-1880.
Di dunia, kata Ali, tradisi serak gulo hanya ada di India, Singapura, dan Indonesia. Di Indonesia, tradisi serak gulo hanya ada di Padang.
Terkait acara yang bersamaan dengan perayaan Imlek, Ali mengatakan tidak masalah. Menurut Ali, dalam rapat dan acara, pihaknya mengundang warga Tionghoa. Bahkan, warga Tionghoa sekitar masjid juga menyumbang gula.
Irvan Rizki (19), warga Kecamatan Kuranji, Padang, mengatakan, selain untuk menyaksikan tradisi unik, ia datang untuk mengambil gula. Irvan yang etnis Minang datang bersama teman-temannya yang keturunan India.
”Hari ini dapat sekitar 3 kilogram gula. Nanti dibagi- bagikan ke tetangga. Sisanya untuk bikin kopi bersama teman-teman,” kata Irvan.
Ichi Desuka (22), mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Padang, datang ke acara bersama lima teman kuliahnya. Mereka mengumpulkan sekitar 30 kilogram gula.
”Tradisi ini harus terus ada. Melalui tradisi ini, kami bisa tahu kebudayaan lain sehingga bisa saling menghargai perbedaan,” katanya.
Masuk kalender wisata
Kepala Dinas Pariwisata Kota Padang Arfian mengatakan, dinas berupaya agar tradisi ini dipertahankan. Salah satunya dengan memasukkan ke kalender wisata. Tiga tahun terakhir, serak gulo merupakan satu dari 35 acara di kalender wisata Sumbar.
Menurut Arfian, keberadaan tradisi ini di Padang memperlihatkan kepada masyarakat bahwa etnis berbeda bisa hidup berkembang dengan berdampingan tanpa gesekan.
Bersamaan acara serak gulo, etnis Tionghoa mengadakan Pasar Malam Sincia di Kelurahan Kampung Pondok, tak jauh dari Masjid Muhammadan. Acara itu berdampingan secara damai. (YOLA SASTRA)