”Omnibus Law”: Hilangkan Tumpang Tindih, Bukan Hilangkan Masukan
›
”Omnibus Law”: Hilangkan...
Iklan
”Omnibus Law”: Hilangkan Tumpang Tindih, Bukan Hilangkan Masukan
”Omnibus law” berupa RUU Cipta Lapangan Kerja dilakukan untuk mengatasi aturan yang tumpang tindih. Desakan agar pemerintah membuka diskursus RUU ini ke publik menguat.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2019 berpidato pada Sidang Paripurna MPR dalam rangka pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024. Saat itu, Presiden menyebut istilah omnibus law. Mulai saat itu, omnibus law hangat diperbincangkan di negeri ini.
Sekelumit kutipan dari pidato Presiden Joko Widodo saat itu sebagai berikut, ”... segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, UU Pemberdayaan UMKM. Masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU. Puluhan UU yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan UU yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi.”
Berawal dari pidato tersebut, frasa omnibus law kian menyeruak ke ruang publik di Tanah Air. Dinamika, aneka pandangan, dan pro-kontra menyertai proses pembahasan dan penyusunan omnibus law.
Saat memberikan pidato kunci pada seminar Dentons HPRP yang bertajuk Law and Regulations Outlook 2020: The Future of Doing Business in Indonesia, di Jakarta, Rabu (22/1/2020), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menceritakan tentang hal terkait omnibus law. Sekitar 190 tahun lalu, tepatnya pada 1830, di Paris, Perancis, ada perkembangan baru dalam dunia transportasi, yakni kemunculan sebuah bus besar. Bus besar tersebut mampu mengangkut semuanya, berbagai barang dan orang, dengan tujuan sama.
Sebagai perbandingan, di masa sebelumnya berbagai barang dan orang biasanya diangkut sendiri-sendiri dengan kendaraan berlainan. Bus besar yang mampu mengangkut semua dengan tujuan sama itu kemudian disebut omnibus.
”Sejak itu istilah omnibus masuk ke Amerika Latin, menjadi istilah hukum. Di mana sebuah undang-undang bisa mengatur banyak hal,” kata Mahfud.
Segi-segi terkait dari berbagai urusan dimasukkan dalam satu UU dan sejak itu dikenal istilah omnibus law. Omnibus law ibarat bus besar di Paris itu; yang mampu memuat banyak hal, tetapi efisien, efektif, dan lebih cepat.
Saat menjadi panelis di acara Dentons HPRP tersebut, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa omnibus berasal dari khazanah Bahasa Latin, omne yang berarti ’segala’ atau ’semua’.
Yustinus mengatakan, kata omnibus muncul dalam ungkapan klasik Latin: in necessariis unitas, in dubiis libertas, in omnibus caritas. Lebih kurang terjemahan bebasnya adalah dalam hal yang prinsip (kita) bersatu, dalam hal yang ragu-ragu (kita) dibebaskan, dalam semuanya adalah kasih.
Merujuk arahan Presiden Joko Widodo pada pertemuan tahunan industri jasa keuangan 2020 di Jakarta, Kamis (16/1/2020), Mahfud mengatakan, RUU omnibus law mencakup revisi 79 undang-undang yang terdiri atas 1.244 pasal.
Pasal yang direvisi akan memangkas hal yang selama ini menghambat masuknya investasi ke dalam negeri. ”Undang-undangnya sendiri tidak diapa-apain, cuma diambil bagian-bagiannya yang saling tumpang tindih,” ujar Mahfud.
Mahfud MD menambahkan, omnibus law Cipta Lapangan Kerja bukanlah undang-undang tentang investasi. ”Investasi itu bagian kecil saja. Ini undang-undang tentang cipta lapangan kerja dengan mempermudah proses atau prosedur berinvestasi,” katanya.
Terkait omnibus law, Yustinus Prastowo berpendapat, pemerintah tidak perlu tertutup. Diskursus menyangkut omnibus law justru harus dibuka karena perlu banyak masukan.
Pemerintah tidak perlu tertutup.
Alasan buruh berdemo terkait RUU Cipta Lapangan Kerja, beberapa waktu lalu, pun ditengarai karena ketidakpahaman mengenai paradigma RUU tersebut.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, Apindo meyakini omnibus law Cipta Lapangan Kerja mampu meningkatkan serapan tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2019 sebanyak 133,56 juta orang. Angkatan kerja sejumlah itu dibentuk oleh komponen penduduk bekerja 126,51 juta orang dan penduduk menganggur yang 7,05 juta orang.
Sebagai gambaran, Apindo sejak beberapa tahun terakhir menyoroti tren penurunan investasi per Rp 1 triliun investasi. Apindo mencatat, pada 2013 per Rp 1 triliun investasi mampu menyerap 4.594 orang. Sementara pada 2018 serapan tenaga kerja per Rp 1 triliun investasi hanya 1.331 orang.
Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi sepanjang semester I-2019 senilai Rp 395,6 triliun dengan total serapan tenaga kerja tercatat 490.715 orang. Artinya, apabila dirata-rata, serapan tenaga kerja untuk setiap Rp 1 triliun investasi pada paruh pertama 2019 tersebut sekitar 1.240 orang.
Namun, Hariyadi B Sukamdani mengakui, hingga Kamis (23/1/2020), pihaknya belum melihat draf omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja. ”Pembicaraan di pemerintah saya yakin pasti sangat dinamis. Jadi, sampai hari ini, kami enggak ada yang tahu,” kata Hariyadi.
Di sisi lain, ada terbetik kekhawatiran kalangan pekerja dan buruh menyangkut perihal akan terkikisnya hak-hak mereka dalam RUU Cipta Lapangan Kerja.
Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Kahar S Cahyono pun menuturkan, hingga kini pihaknya belum menerima draf RUU Cipta Lapangan Kerja (Kompas, 22/1/2020).
Diskursus, diskusi publik, konsultasi publik, penjaringan masukan, apa pun langkah yang akan dilakukan lainnya, kiranya memerlukan keterbukaan semua pemangku kepentingan. Transparansi akan menghindarkan kesalahpahaman.
Aspek terkait lapangan kerja berhubungan dengan banyak pihak, termasuk pemerintah, pengusaha atau perusahaan sebagai pemberi kerja, dan juga buruh atau pekerja. Selalu ada titik temu sejauh ada komunikasi dan komitmen bersama demi kemanfaatan bersama. (C Anto Saptowalyono)