Akibat Tikus, Sebagian Petani di Karawang Gagal Panen
›
Akibat Tikus, Sebagian Petani ...
Iklan
Akibat Tikus, Sebagian Petani di Karawang Gagal Panen
Sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan hama tikus yang menyerang tanaman padi. Akibatnya, mereka gagal panen dan merugi hingga puluhan juta rupiah.
Oleh
MELATI MEWANGI
·4 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Sejumlah petani di Karawang, Jawa Barat, mengeluhkan hama tikus yang menyerang tanaman padi. Akibatnya, mereka gagal panen dan merugi hingga puluhan juta rupiah. Tak menentunya kondisi cuaca dinilai menjadi salah satu pemicu jumlah tikus tinggi.
Senin (27/1/2020) siang, sejumlah tanaman padi di Desa Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan, Karawang, tampak tinggi menjulang dan berwarna kekuningan. Di tepi sawah, tanaman padi masih memiliki bulir gabah lengkap. Sementara padi yang ditanam di bagian tengah lebih pendek dan tidak ada bulir gabah.
Darto (38), petani di desa itu, menunjukkan tanaman padinya yang habis dimakan tikus. Saat itu, tanaman padinya berusia sekitar 80 hari. Sepuluh hari lagi seharusnya panen. Di lahan seluas 1,5 hektar miliknya itu hanya tersisa 4 kuintal gabah yang bisa dipanen. Idealnya 1 ha sawah menghasilkan 7-8 ton gabah.
”Sudah lebih dari 15 tahun jadi petani, baru kali ini gagal panen yang terparah karena tikus,” ujarnya sambil menggelengkan kepalanya.
Jika diasumsikan harga jual gabah kering panen Rp 5.000 per kilogram, total hasil panen yang ia peroleh Rp 2 juta. Biaya yang dikeluarkan untuk satu kali tanam mencapai Rp 5 juta. Darto gigit jari menghadapi musibah ini. Sebagian modal warung kelontongya sudah digunakan pula untuk membiayai musim tanam.
Hal serupa juga dirasakan Ikin Syarifudin (43), petani lain. Ia menanam padi varietas Pandan Wangi pada pertengahan November 2019. Seharusnya 15 hari lagi ia sudah dapat menikmati hasil panennya. Namun, tikus-tikus telah ”memanen” padinya lebih dulu. Tak ada yang tersisa, semua habis dimakan tikus.
Di lahan sawah miliknya tampak puluhan lubang di antara pematang sawah. Lubang itu merupakan sarang tempat tikus berkembang biak. Padahal, para petani di desa itu rutin melakukan kalagumarang (pembasmian hama tikus secara serentak) sebelum memasuki masa tanam. Mereka berburu tikus yang bersembunyi di lubang-lubang pematang sawah.
Ikin terheran-heran dengan musibah ini. Ia menduga, kondisi cuaca tak menentu dan waktu tanam yang berbeda antarpetani di sekitaran desa menjadi penyebab maraknya jumlah tikus. Ia mengklaim ada sekitar 80 ha lebih sawah di desa itu yang terdampak tikus.
Warsa (38), petani di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, mengeluhkan hal serupa. Tanaman padi berumur 50 hari seluas 1 ha miliknya juga dimakan tikus. Batang tanaman padi tampak berwarna kuning, layu, dan kering.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Karawang, pada 2017 tercatat 1.911 ha sawah terserang tikus. Namun, pada 2018, luasan sawah bertambah menjadi 3.912 ha dan meningkat lagi pada 2019 menjadi 13.018 ha.
Kepala Seksi Perlindungan Tanaman Dinas Pertanian Karawang Yuyu Yudaswara menjelaskan, kemunculan hama tikus dipengaruhi faktor kondisi cuaca. Menurut dia, masa transisi dari musim kemarau ke musim hujan patut diwaspadai. Kondisi kering sangat disukai tikus. Tikus beranak pinak di dalam lubang-lubang sangat cepat.
Ia menambahkan, pihaknya akan membentuk tim verifikasi untuk menghitung luasan terdampak tikus di Desa Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan. Bantuan akan diberikan sesuai dengan kategori serangan organisme pengganggu tanaman dan ketersediaan stok, misalnya rodentisida. Saat ini, pihaknya tengah mengajukan bantuan rodentisida kepada Kementerian Pertanian.
Tanaman padi berumur 50 hari seluas 1 ha milik saya dimakan tikus. Batang tanaman padi tampak berwarna kuning, layu, dan kering.
Para petani jarang menggunakan rodentisida (racun tikus) karena biayanya cukup tinggi. Di 1 ha sawah diasumsikan terdapat 100-200 lubang tikus. Dibutuhkan setidaknya 100-200 batang rodentisida. Harga satu batangnya adalah Rp 10.000. Jika dihitung, biaya minimal yang dikeluarkan petani Rp 1 juta- Rp 2 juta per ha.
Upaya lain yang dilakukan Dinas Pertanian Karawang adalah menggunakan predator alami tikus, yaitu serak jawa (Tyto alba). Konservasi burung ini dilakukan di Desa Pasirmulya, Kecamatan Majalaya, pada tahun 2018. Uji coba konservasi dilakukan di kecamatan ini karena merupakan daerah endemis tikus di Karawang. Semula ada 10 ekor yang dikembangbiakkan. Kini telah ada 23 ekor yang dilepasliarkan dan lima ekor dalam karantina.
Dinas Pertanian Kabupaten Karawang mengalokasikan anggaran khusus untuk program asuransi usaha tani padi. Sasaran program ini adalah petani yang kepemilikan lahannya maksimal 1 ha. Bagi petani yang ikut asuransi, sawahnya akan mendapatkan ganti rugi sebesar Rp 6 juta per ha saat mengalami gagal tanam atau gagal panen.