Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berencana merevisi 29 regulasi untuk mendorong optimalisasi potensi perikanan tangkap. Aturan yang akan dirombak seperti penggunaan alat tangkap ramah lingkungan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berencana merevisi 29 regulasi untuk mendorong optimalisasi potensi perikanan tangkap di Indonesia. Sejumlah aturan yang akan dirombak misalnya terkait penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, penyaluran BBM bersubsidi, dan pembenahan pelabuhan perikanan tangkap.
Hal ini disampaikan Edhy saat membuka Rapat Kerja Teknis Perikanan Tangkap di Palembang, Sumatera Selatan, Senin (27/1/2020). Edhy mengatakan setelah mendengar aspirasi nelayan, pemangku kepentingan, dan pemerintah daerah, ia berencana merevisi 29 item peraturan yang dibuat dalam rentang 2006-2019.
Revisi ini dimaksudkan untuk memperbaiki sejumlah peraturan yang sebenarnya menjadi kendala dalam upaya mendongkrak produksi perikanan tangkap. "Peraturan yang direvisi ini harus mengacu pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan industri," kata dia.
Menurut Edhy, potensi perikanan tangkap di Indonesia sangat besar, tetapi harus dikelola sehingga mendatangkan kesejahteraan bagi semua pihak terutama nelayan. Hal itu yang membuat setiap peraturan harus berdasarkan pada kesepakatan semua pihak.
Sejumlah peraturan yang akan direvisi antara lain terkait penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, penyaluran BBM bersubsidi, pembenahan pelabuhan, dan peraturan untuk menggaet investor.
Edhy mencontohkan, saat ini ada 538 pelabuhan perikanan tangkap yang beroperasi di Indonesia, tetapi beberapa di antaranya belum optimal karena ketersediaan perlengkapan masih minim. Beberapa perlengkapan itu seperti gudang pendingin (cold storage), tempat pendaratan kapal, dan crane. "Pembenahan ini tentu akan dilakukan secara bertahap," ucapnya.
Proses ini, lanjut Edhy, tentu membutuhkan waktu. Apalagi anggaran yang tersedia terbatas. Tahun ini, anggaran KKP sekitar Rp 6,45 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 3 triliun digunakan untuk kebutuhan internal seperti gaji pegawai dan belanja lain.
Untuk itu, ungkap Edhy, ada daerah yang akan diprioritaskan terutama yang memiliki kawasan laut luas. Cara lain adalah mengundang investor untuk turut berperan mengelola bisnis perikanan Indonesia.
Sudah ada beberapa negara yang menunjukkan ketertarikan seperti Jepang, Cina, Spanyol, dan Korea Selatan. Dengan cara ini, diharapkan pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia lebih baik. "Namun sebelum mengundang investor, kita rapikan dulu investasi yang sudah ada," katanya.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zulficar Mochtar mengatakan, potensi perikanan tangkap Indonesia mencapai 12,54 juta ton. Dari potensi itu, total perikanan tangkap di tahun 2019 hanya 7,5 juta ton. "Karena itu, tahun ini, kami menargetkan jumlah perikanan tangkap mencapai 8,2 juta ton," ujarnya.
Untuk itu, sejumlah kebijakan harus ditinjau kembali, terutama dari sudut pandang sejauh mana dapat mendatangkan manfaat. Setidaknya ada 29 item dalam instruksi menteri yang akan ditinjau kembali.
Oleh karena besarnya potensi perikanan tangkap ini, lanjut Zulficar, banyak negara tertarik berinvestasi di Indonesia. Belum lagi, potensi ikan tuna hingga 900.000 ton, menjadikan Indonesia penghasil ikan tuna terbesar dunia.
Namun untuk merealisasikan industri perikanan terpadu, perlu sinergitas antar instansi. "Dengan langkah ini diharapkan Indonesia dapat memanfaatkan 80 persen dari potensi perikanan yang ada," kata Zulficar.