Patroli maritim tersebut diharapkan dapat mengatasi problem keamanan yang menghantui para nelayan yang mencari nafkah di sekitar perairan Sulu serta Sabah.
Oleh
·2 menit baca
Penculikan yang berulang kali di perairan Sabah, Malaysia, mengingatkan kita bahwa masih ada gangguan keamanan di kawasan laut Asia Tenggara.
Rasanya kita semua kaget, marah, dan kecewa saat mengetahui lima warga negara Indonesia (WNI) kembali diculik kelompok bersenjata Abu Sayyaf beberapa waktu lalu. Kali ini, insiden terjadi tak lama setelah Muhammad Farhan, WNI korban sandera Abu Sayyaf, dibebaskan oleh militer Filipina.
Kelompok Abu Sayyaf telah berulang kali menculik WNI di wilayah perairan sekitar Sulu, Filipina, dan Sabah, Malaysia. Sebelum 2020, penculikan WNI dilakukan oleh kelompok Abu Sayyaf setidaknya pada tahun 2016, 2018, dan 2019.
Wajar kiranya muncul desakan kepada Pemerintah Indonesia untuk segera mengatasi situasi yang merugikan RI itu. Seperti ditulis harian ini pekan lalu, Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari meminta pemerintah menemukan langkah penyelesaian berjangka panjang. Penangkapan yang berulang memberi kesan Pemerintah RI dipermainkan.
Pemerintah Indonesia pun, dalam hal ini Kemenlu, telah meminta Malaysia agar lebih serius menjaga keamanan perairannya. Tercatat ada 44 WNI diculik kelompok bersenjata Filipina di sekitar perairan Malaysia sejak 2016. Diduga, beberapa kelompok bersenjata di Filipina menjadikan penculikan sebagai sumber penghasilan.
Di sekitar perairan Sulu dan Sabah sudah dikembangkan patroli maritim bersama tiga negara: Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Patroli maritim tersebut diharapkan dapat mengatasi problem keamanan yang menghantui para nelayan yang mencari nafkah di sekitar perairan Sulu serta Sabah.
Kenyataannya, penculikan kembali terjadi. Selain meminta Malaysia lebih meningkatkan keamanan perairannya, sudah sepantasnya Indonesia berupaya memimpin kerja sama lebih intensif di antara ketiga negara. Keamanan perairan sebuah negara memang merupakan tanggung jawab negara tersebut. Meski demikian, dalam skala lebih luas, problem gangguan penculikan di perairan Sabah maupun Sulu perlu pula menjadi perhatian organisasi kawasan, dalam hal ini ASEAN.
Peningkatan kehidupan ekonomi serta perbaikan pendidikan diharapkan akan mengurangi faktor pendukung kemunculan kelompok bersenjata dengan motif ekonomi.
Sementara itu, isu kesejahteraan di Filipina selatan disebut menjadi salah satu faktor pendukung kemunculan kelompok bersenjata yang memotori penculikan. Maka, tidak ada salahnya jika bersama Filipina, negara Malaysia dan Indonesia mempertimbangkan kerja sama pembangunan di Filipina selatan. Peningkatan kehidupan ekonomi serta perbaikan pendidikan diharapkan akan mengurangi faktor pendukung kemunculan kelompok bersenjata dengan motif ekonomi.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah pendekatan oleh negara-negara, termasuk Indonesia, terhadap para penculik. Pendekatan yang ditempuh jangan lagi sampai membuat kelompok bersenjata menjadikan penculikan sebagai sumber pendapatan. Ketegasan dan kesamaan sikap ketiga negara dalam berhadapan dengan kelompok bersenjata sangat diperlukan.