JAKARTA, KOMPAS—ASEAN ingin menjadi rujukan global tata kelola penanggulangan bencana. Modalnya antara lalain status sebagai daerah rawan bencana dan kerja sama dengan Uni Eropa untuk tata kelola penanggulangan bencana.
Direktur Eksekutif ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) Adelina Kamal mengatakan, status sebagai daerah rawan bencana membuat Asia Tenggara menjadi sumber pengetahuan kebencanaan.
”Uni Eropa punya pengetahuan dan teknologi, ASEAN punya sumber untuk dipelajari. Namun, ASEAN tidak mau hanya menjadi laboratorium. ASEAN ingin belajar bersama,” ujar Adelina di sela-sela peluncuran program Dukungan UE pada AHA Centre, Senin (27/1/2020), di Sekretariat
ASEAN di Jakarta.
Asia Tenggara jadi salah satu kawasan paling rawan bencana. Pada periode 2004-2014, 50 persen bencana global terjadi di kawasan ini. Pada 2018, AHA Centre terlibat dalam 8 bencana besar di kawasan, seperti banjir bandang di Laos, topan mangkhut di Filipina, dan dua gempa di Indonesia. ”Bencana-bencana itu menunjukkan pentingnya peningkatan kemampuan pengelolaan penanggulangan bencana,” katanya.
Hibah
Wakil Tetap UE untuk ASEAN Igor Driesmans mengatakan, amat penting untuk senantiasa siap menanggulangi dampak bencana. ”Kesiapan sama pentingnya dengan tanggapan yang memadai demi mengurangi korban jiwa. Kita membutuhkan pendekatan terpadu untuk mengurangi korban dan kerugian. Kita, sebagai masyarakat dunia, perlu menghadapi fakta adanya bencana akibat perubahan iklim,” ujarnya.
Karena itu, UE menghibahkan 10 juta euro kepada ASEAN untuk peningkatan kemampuan penanggulangan bencana. Dari seluruh hibah, 7,2 juta euro diterima AHA Centre untuk program selama lima tahun. UE juga siap memberikan akses ke satelitnya agar ASEAN bisa memantau perkembangan bencana setiap saat. Selain itu, UE juga siap berbagi pengalaman pengelolaan penanggulangan bencana.
Kerja sama UE-AHA bertujuan mengurangi dampak bencana pada manusia, lingkungan hidup, serta secara ekonomi dan sosial. Program itu juga mendukung kemampuan tanggap darurat. Program UE-AHA akan bekerja sama dengan lembaga-lembaga penanggulangan bencana di setiap negara ASEAN dan AHA Centre untuk penyediaan pelatihan kesiagaan bencana dan peningkatan kemampuan tata kelola penanggulangan bencana.
Adelina mengatakan, kesempatan berbagai pengalaman dan pengetahuan amat penting bagi AHA Centre. Sebab, selama ini UE punya sumber daya pada hal itu. ”Pakar bencana ASEAN bisa belajar manajemen penanggulangan bencana Eropa lewat program ini,” ujarnya.
Dengan alih pengetahuan itu, AHA Centre ingin lebih mampu mengelola penanggulangan bencana di masa depan. Kemampuan pengelolaan penting karena menolong korban bencana tidak semudah meminta tolong saat tertimpa bencana. ASEAN belum bisa seperti UE yang sudah mapan dalam tata kelola mitigasi dan penanggulangan bencananya. ASEAN akan belajar soal itu dari UE dan mitra lain. (RAZ)