Saya termasuk penggemar siaran radio berkualitas dan, dengan demikian, paling menggemari stasiun-stasiun radio penyiaran umum, sebuah konsep yang di negara asalnya--Inggris, melalui BBC--disebut public service. Istilah penyiaran umum ini agak kurang tepat, menurut saya. Barangkali lebih baik menyebutnya pelayanan (untuk) umum supaya benar-benar digarisbawahi bahwa tujuan utama siaran-siarannya merupakan kepuasan dan kepentingan pendengar, bukan kepuasan rezim bertakhta, kepentingan ekonomi dunia komersial, atau kelompok sosial tertentu. Radio pelayanan umum harus selalu mandiri dan berdiri kukuh terlepas dari dunia politik dan ekonomi meski pendanaannya bisa memiliki wajah yang berbeda dari negara ke negara. Di Swedia Sveriges Radio (Radio Swedia) didanai sepenuhnya oleh pajak, sedangkan di sejumlah negara lain, sebagian pendanaannya bisa berasal dari iklan atau sumbangan.
Nah, di Indonesia, peran radio pelayanan umum tentu diemban Radio Republik Indonesia yang sudah berdiri sejak 1945. Walaupun perannya pre-Rreformasi agak samar-samar dan sering berpihak secara tak proporsional kepada penguasa (politik), sejak 2005 RRI merupakan radio pelayanan umum sepenuhnya dan dengan sedikit bangga perlu saya kemukakan bahwa Radio Swedia (SR) ikut membantu RRI dalam transformasi ini. Kini RRI merupakan hampir satu-satunya radio yang patut didengarkan di Indonesia dan ini sangat mirip dengan fungsi dan posisi SR di Swedia. Setidaknya pada hemat saya sebagai pendengar awam.
Sebagai radio yang dapat didengar di setiap penjuru Nusantara, niscaya RRI memiliki peran dan tanggung jawab amat besar dan penting menyediakan berita, informasi, pendidikan, dst yang independen dan objektif. RRI juga menyatakan bahwa siaran-siarannya “harus menjaga persatuan, kesatuan, dan Kedaulatan NKRI”. Dengan demikian, tak salah kita menarik kesimpulan bahwa RRI ini juga berperan dan berfungsi sebagai penjaga, penyebar, pengguna dan pengembang bahasa Indonesia yang baik dan betul?
Dan benar juga! Bahasa Indonesia yang digunakan kebanyakan wartawan dan penyiar di RRI itu enak didengar dan cukup jauh dari bahasa yang dapat didengar di stasiun komersial. Jempol patut diacungkan ke arah Jl Medan Merdeka Barat dan ke arah kantor-kantor RRI di daerah. Namun (selalu ada namun-nya), ada beberapa poin yang ingin saya kemukakan di sini. Pertama, mengapa aplikasi ponsel RRI (yang selalu saya pakai) diberi nama RRIPlay Go? Kedua, mengapa kita disuruh "meng-download” aplikasi itu? Ketiga, mengapa bagian informasi lalu lintas lebih sering disebut info traffic? Keempat, mengapa RRI daring mesti disebut RRI online? Kelima, mengapa ketika ingin dibanggakan bahwa RRI telah melalui proses pemutakhiran, mereka harus mengatakan bahwa mereka telah meng-up-to-date-kan RRI tersebut? Keenam, mengapa saluran kerap diganti channel? Ketujuh, mengapa istilah live telephone sesekali terdengar? Pendek kata, mengapa RRI merasa terpaksa harus meng-inggris pada waktu tertentu? Itu yang namanya “menjaga persatuan, kesatuan, dan Kedaulatan NKRI”? Entahlah; kemungkinan besar RRI ingin menampilkan diri sebagai stasiun radio yang modern dan berjalan seiring dengan perkembangan zaman dan, dengan demikian, menyelipkan sejumlah kata dan istilah Inggris pada waktu tertentu. Strategi ini bukan saja kontraproduktif dan naif tapi juga terbelakang, bahkan memalukan.
Meski begitu, sekali di udara, tepat di udara.
André Möller, Penyusun Kamus Swedia-Indonesia