Kondisi teraktual itu menggambarkan perubahan dramatis selama 10 tahun terakhir. China di masa lalu adalah importir besar senjata dari Rusia dan Ukraina. Mereka tak lagi bergantung negara lain dalam kebutuhan senjata.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
KOPENHAGEN, SENIN -- Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm atau SIPRI menyatakan, China adalah produsen senjata terbesar kedua di dunia di bawah Amerika Serikat, sekaligus di atas Rusia. Hasil penelitian SIPRI itu menjadi gambaran paling komprehensif dari produksi senjata perusahaan China.
Laporan SIPRI pada Senin (27/1/2020) menunjukkan bahwa produksi senjata China, yang sebelumnya telah diselimuti misteri karena kurangnya transparansi, telah tumbuh. Disebutkan bahwa tiga dari 10 perusahaan senjata top dunia adalah perusahaan China.
"Kita dapat dengan yakin mengatakan bahwa China adalah produsen senjata terbesar kedua di dunia, di belakang AS dan di depan Rusia," Nan Tian salah satu penulis laporan itu.
Namun, laporan itu mencatat bahwa kurangnya transparansi tetap menjadi "peringatan penting" ketika mempelajari industri senjata China. Sebagian besar dari amunisi China yang diperkirakan bernilai 70-80 miliar dollar AS dijual setiap tahun. Amunisi-amunisi itu dibeli oleh beragam angkatan dalam Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.
Kondisi teraktual itu menggambarkan perubahan dramatis selama 10 tahun terakhir. China di masa lalu adalah importir besar senjata dari Rusia dan Ukraina. "Mereka tidak perlu lagi bergantung pada negara lain untuk senjata mereka," kata Tian.
Perusahaan-perusahaan senjata China juga jauh lebih terspesialisasi daripada perusahaan-perusahaan sejenis dari negara lain. Aviation Industry Corporation of China (AVIC), perusahaan persenjataan terbesar di negara itu, misalnya, banyak memproduksi pesawat terbang dan sistem elektroniknya, sementara sebagian besar produsen non-Cina mencakup berbagai produk militer.
Pengumpulan data
Para peneliti SIPRI sebelumnya telah berjuang untuk mendapatkan data yang dapat diandalkan tentang ukuran industri persenjataan China. Hal ini cukup sulit dilakukan mengingat para produsen semuanya adalah badan usaha milik negara. "Semuanya terkunci di bawah istilah keamanan nasional," kata Tian.
Semuanya terkunci di bawah istilah keamanan nasional.
Dalam laporan tersebut para peneliti telah melihat empat perusahaan China tertentu, yang semuanya berada di peringkat 20 besar dunia. Diungkapkan bahwa dengan peningkatan data yang tersedia dalam perusahaan-perusahaan itu, saat-saat ini sangat mungkin bagi China untuk mengembangkan perkiraan skala yang cukup andal dilihat dari skala industri senjatanya.
Meskipun tidak ada statistik resmi tentang ekspor senjata China, laporan itu mencatat bahwa industri senjata China telah berkembang ke titik di mana terjadi peningkatan permintaan senjata bagi pasar di luar negeri. SIPRI pun memperkirakan China saat ini adalah eksportir senjata terbesar kelima di dunia.
Secara khusus Tian mengatakan bahwa salah satu kisah sukses China sebagai pengekspor senjata telah berada di area Unmanned Aerial Vehicle (UAV), yang biasa dikenal sebagai pesawat nirawak. Senjata itu telah digunakan dalam konflik di Libya dan Yaman. Semakin banyak ekspor senjata meningkatkan risiko proliferasi senjata.
Namun, masuknya China ke dunia penjualan senjata menjadi perhatian khusus bagi para peneliti karena Beijing belum menandatangani banyak peraturan pengendalian senjata yang ada. Hal itu termasuk Perjanjian Perdagangan Senjata yang disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2013
"Tidak ada sistem mengikat yang dapat meminta pertanggungjawaban China dan para eksportir itu," kata Tian. (AP/AFP)