Napoli telah mengalahkan dua tim kuat secara beruntun dalam sepekan, yaitu Lazio dan Juventus. Sentuhan sang pelatih, Gennaro Gattuso, mulai terasa.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
NAPOLI, SENIN - Napoli kembali membuat kejutan dengan mengalahkan Juventus, 2-1, pada laga Liga Italia, di Stadion San Paolo, Senin (27/1/2020) dini hari WIB. Mereka perlahan bangkit setelah mendapat suntikan motivasi dari pelatih Gennaro Gattuso selama lebih dari satu bulan terakhir.
Kepercayaan diri tim sudah mulai muncul saat Napoli menundukkan Lazio, 1-0, pada laga perempat final Piala Italia, pekan lalu, dan terus menguat pada laga kemarin saat bertemu sang juara bertahan Liga Italia. Piotr Zielinski dan Lorenzo Insigne membobol gawang Juventus pada babak kedua.
Juventus tampil tidak seperti biasanya karena mereka kesulitan untuk menyerang meski sudah memainkan trio Gonzalo Higuain, Paulo Dybala, dan Cristiano Ronaldo. Mereka hanya mencatatkan lima tembakan tepat ke gawang yang salah satunya membuahkan gol. Ronaldo mencetak gol itu ketika laga sudah memasuki menit ke-90.
Kekalahan ini pun membuat Juventus gagal meninggalkan Inter Milan lebih jauh di papan atas klasemen Liga Italia. Mereka berada di puncak dengan 51 poin, sedangkan Inter berada di peringkat kedua dengan 48 poin. Sementara Napoli masih berada di peringkat ke-10 dengan 27 poin.
Bagi Napoli, laga kemarin merupakan kemenangan laga kandang pertama sejak Oktober 2019. Setelah kemenangan kandang itu, Napoli memasuki periode terburuk hingga akhirnya manajemen klub memecat Carlo Ancelotti dan menggantinya dengan Gattuso. “Ini adalah kemenangan bagi seluruh penghuni Kota Napoli,” kata Insigne.
Namun, Gattuso berusaha untuk tidak larut dalam euforia kemenangan dan menyadari perjalanan mereka masih panjang.“Kami sudah mengalahkan dua tim kuat tetapi kami masih berada dalam kesulitan. Kompetisi masih panjang dan kami harus terus memaksa diri,” ujar Gattuso dikutip Football-Italia.
Gattuso baru menjalani delapan laga bersama Napoli di semua kompetisi pada musim ini. Awal perjalanannya sangat berat karena langsung kalah tiga kali dalam empat laga pertamanya. Bahkan, sebelum menghadapi Lazio, Napoli dikalahkan Fiorentina 0-2 di San Paolo.
Oleh karena itu, tidak banyak yang menyangka Napoli bisa mengalahkan Lazio pada laga berikutnya. Apalagi tren kemenangan itu bisa berlanjut dengan mengalahkan tim seperti Juventus. “Saya belum lama berada di Napoli tetapi saya tahu tim ini melukai diri sendiri dengan sikap dan perbuatannya. Sekarang terserah kami apakah mau memperbaiki diri atau tidak,” ujar Gattuso.
Jejak di Milan
Ketika sebuah tim terluka, di situlah peran seorang Gattuso dibutuhkan. Tidak ada yang salah ketika Napoli memilih untuk merekrut pelatih yang minim pengalaman seperti Gattuso untuk menggantikan Ancelotti pada masa-masa sulit. Napoli hanya butuh waktu seperti ketika Gattuso “mengobati” AC Milan pada musim 2017-2018.
Bagaikan seorang dokter, Gattuso bakal mendiagnosa masalah yang ada di tim. Begitu menemukan penyakitnya, ia akan mencarikan obatnya. Proses “penyembuhan” itu tidak berlangsung instan.
Seperti ketika ia dipilih untuk menggantikan Vincenzo Montella sebagai pelatih Milan pada November 2017, sosoknya sempat diragukan. Ia lebih terkenal sebagai eks pemain yang temperamental ketimbang sosok pelatih yang hebat. Sejak mengawali karier sebagai pelatih pada 2013, Milan merupakan klub besar pertama yang ia latih.
Namun, keraguan itu menghilang ketika pelatih yang dijuluki si “badak” itu bisa membuat Milan tidak terkalahkan dalam 13 laga beruntun musim 2017-2018. Milan yang semula terjebak krisis perlahan bangkit dan nyaris mendapat tiket Liga Champions waktu itu.
Efek yang sama diharapkan terjadi di Napoli dan Gattuso butuh kemauan dari seluruh pemain untuk berubah. “Kami harus mempertahankan penampilan ini. Jangan kendur dan tetap fokus memikirkan Napoli 24 jam setiap hari,” katanya.
Kedatangan Sarri
Laga kemarin merupakan pertama kalinya pelatih Juventus, Maurizio Sarri, kembali ke San Paolo setelah dipecat Napoli pada Mei 2018. Bukan sambutan hangat yang ia jumpai, melainkan kata-kata kasar dari para pendukung Napoli. Semasa di Napoli, Sarri bertekad menggulingkan dominasi Juventus dan kini ia berada di kubu seberang. Tidak heran jika Sarri seperti dianggap sebagai pengkhianat.
Meski demikian, Sarri mengaku masih menyukai Napoli. “Jika harus kalah, saya lebih senang kalah di sini (San Paolo) dan membantu Napoli keluar dari masalahnya. Saya berharap pekan depan Napoli menang lagi,” ujarnya.
Di tangan Sarri, Juventus justru menelan kekalahan pertama di San Paolo dalam laga Liga Italia sejak September 2015. Menurut dia, timnya bermain sangat pasif sepanjang pertandingan dan melakukan banyak kesalahan. (AFP/REUTERS)