Pemprov Nusa Tenggara Barat membentuk Corona Crisis Center (CCC) sebagai pusat informasi dan komunikasi bagi publik ataupun warga yang keluarganya menjadi buruh migran di sejumlah negara yang terjangkit virus korona.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat membentuk Corona Crisis Center atau CCC sebagai pusat informasi dan komunikasi bagi publik ataupun warga yang keluarganya menjadi buruh migran di sejumlah negara yang terjangkit virus korona, seperti China, Taiwan, dan Hong Kong. Upaya ini juga diharapkan mempersempit informasi sesat yang dapat meresahkan warga.
”Kami sedang mendata jumlah warga NTB di China, Taiwan, dan Hong Kong. Kami akan memediasi informasi soal bagaimana keadaan mereka, bantuan apa yang diperlukan, dan informasi lain yang membuat keluarga tidak gelisah,” ujar Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah NTB Baiq Eva Nurchyaningsih, Selasa (28/1/2020), di Mataram, NTB.
Selama ini, belum ada laporan mengenai warga NTB yang terserang virus korona. Namun, diketahui ada 25 penerima beasiswa asal NTB yang sedang belajar di sejumlah kota di China. Dari jumlah itu, ada empat mahasiswa di kota Wuhan, China. Namun, dua orang di antaranya sedang pulang berlibur ke Lombok. Adapun dua orang lainnya masih berada di Wuhan yang kini tengah diisolasi Pemerintah China.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi NTB dr Lalu Hamzi Fikri, dalam keterangan pers, mengakui, seorang anak perempuan, WX (1,5) asal Henan, China, tengah diisolasi di salah satu ruang rumah sakit. Orangtua anak itu datang ke RSUP Provinsi NTB untuk pemeriksaan, Senin (27/1/2020), dengan keluhan demam, sakit tenggorokan, dan tidak mau makan.
Pasien bersama orangtuanya berangkat dari China pada 16 Januari 2020 menuju Bali. Dari Bali, Jumat (17/1/2020), mereka menumpang kapal cepat menuju obyek wisata Senggigi, Lombok Barat.
Saat menjalani pemeriksaan, anak tersebut mengalami demam dengan suhu tubuh 38,3 derajat celsius, bahkan sempat naik menjadi 38,9 derajat celsius. Pihak RSUP NTB, berdasarkan assessment dan pemindaian di ruang medical tourism, akhirnya memindahkan sang anak ke ruang isolasi. Ia dipisah dengan orangtuanya yang dirawat di ruang lain.
Sesuai dengan prosedur standar operasi, pasien yang datang dari China disertai demam, batuk, nyeri tenggorokan, dan gejala klinis tertentu dimasukkan dalam kasus pengawasan.
Spesialis anak dan konsultan respilogi anak RSUP NTB, dr Sang Ayu K Indriyani, menyebutkan, dari hasil foto dada, diketahui ada gambaran radang paru ringan di paru-paru kanan. ”Pemeriksaan laboratorium, semua penanda infeksi, seperti sampel darah, tidak mengarah ke (virus) korona, tetapi mengarah ke bakteri. Radang paru kanan penyebabnya adalah bakteri,” ucap Sang Ayu.
Sekretaris Daerah Pemprov NTB Lalu Gita Aryadi mengatakan, selain membentuk crisis center, sejumlah dinas terkait bersama organisasi Dharma Wanita dan PKK juga dikerahkan mengedukasi masyarakat dan sekolah-sekolah. Usaha kesehatan sekolah (UKS) di tingkat SD, SMP, dan SMA diminta aktif membantu kegiatan edukasi.
Sementara pengawasan di pintu kedatangan bandara dan pelabuhan diperketat. Di bandara internasional Lombok, alat pemindai suhu tubuh dioperasikan untuk mendeteksi penumpang dari luar NTB. Adapun di pelabuhan, petugas diminta memeriksa penumpang satu per satu.
”Nanti kami bersurat ke pemerintah kabupaten/kota agar proaktif sebagai upaya antisipasi dan preventif,” ujar Gita Aryadi.
Sementara itu, merebaknya virus korona dari China ke Taiwan dan Hong Kong membuat warga NTB yang umumnya menjadi buruh migran tidak bisa keluar rumah. Menurut Chandra (59), pemilik restoran di Causeway Bay, Hong Kong, kondisi jalanan relatif sepi karena masih libur Imlek. Adapun toko-toko di pusat perdagangan umumnya tutup.
Pemerintah Hong Kong juga mengeluarkan imbauan agar menghindari tempat keramaian dan kerumunan serta menggunakan masker jika keluar rumah.
Hal senada dikatakan Abdul Razak yang tinggal di Causeway Bay, Hong Kong. Ia mengatakan, karena ada imbauan itu, buruh migran asal Indonesia tidak bisa mengisi liburan karena diminta majikannya tidak keluar rumah guna menghindari hal yang tidak diinginkan. Dari pejalan kaki hingga penumpang transportasi umum di Hong Kong menggunakan alat pelindung diri.
”Beberapa hari lalu, saya ke Distrik Tai Po, semua penumpang bus pakai masker,” tutur Abdul Razak.
Tai Po berjarak sekitar 24 kilometer dari pusat kota Hong Kong. Di Hong Kong terdapat 185.000 buruh migran warga Indonesia. Adapun 160.000 orang di antaranya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dari total buruh migran itu, 300 orang berasal dari NTB.
Hal senada dikatakan Yuni K (35) yang tinggal di wilayah Tun Chung, Hong Kong. Saat ini kondisi Hong Kong dan sekitarnya relatif sepi. Masa liburan anak sekolah pun diperpanjang, dari yang semestinya masuk pada 29 Januari 2020 menjadi 17 Februari 2020.
”Anak-anak mainnya cuma di apartemen, makanya mau pulang kampung dulu, sekalian ajak anak-anak liburan,” ujar Yuni yang bersama suami dan dua anaknya bersiap-siap pulang kampung ke Malang, Jawa Timur. Ia akan kembali lagi ke Hong Kong setelah situasi dinyatakan aman.