Tantangan Menguat, tetapi Perlindungan Belum Optimal
›
Tantangan Menguat, tetapi...
Iklan
Tantangan Menguat, tetapi Perlindungan Belum Optimal
Perlindungan pekerja di negara penerima dan keamanan bermigrasi belum optimal, serta menguatnya sentimen global terhadap pekerja migran.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Ada beberapa catatan penting terkait penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Catatan penting itu antara lain belum optimalnya perlindungan pekerja di negara penerima dan keamanan bermigrasi, serta menguatnya sentimen global terhadap pekerja migran.
Catatan itu mengemuka dalam paparan Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, Senin (27/1/2020), di Jakarta, tentang Migrant Care Outlook 2020: Proyeksi Isu Pekerja Migrant Indonesia dalam Analisis Berbasis Data.
Dalam kesempatan itu, Wahyu mengatakan, sentimen negatif akan jadi salah satu tantangan utama yang dihadapi pekerja migran pada 2020. Sentimen itu disebabkan tiga faktor, yakni ideologi politik, kecemburuan sosial, dan perlambatan ekonomi global. Ia menambahkan, peningkatan itu antara lain menguat di Eropa, Amerika, dan Australia.
Pekerja lokal menganggap pekerja asing merebut lahan pekerjaan mereka.
”Negara-negara itu sedang dikuasai oleh sayap kanan yang mendukung populisme sehingga anti-imigran,” katanya.
Di Asia, Wahyu mengatakan, faktor pemicu sentimen terhadap pekerja migran berbeda. Di Asia, sentimen negatif umumnya dipicu kecemburuan.
”Pekerja lokal menganggap pekerja asing merebut lahan pekerjaan mereka. Di Indonesia, sentimen terhadap pekerja asing sebenarnya muncul, pada pekerja asing China. Padahal, sudah ada aturan yang mengatur soal pekerja asing,” ujarnya.
Perlindungan
Di sisi lain, isu keamanan bermigrasi tetap jadi perhatian. Hingga kini, pekerja migran Indonesia masih dibayangi berbagai masalah terkait perlindungan dan perekrutan tenaga kerja. Kasus-kasus lama, seperti penipuan, pembuatan kontrak kerja yang tak adil, dan penyalahgunaan dokumen ilegal, masih terjadi.
Migrant Care memberi catatan, masih ada kecenderungan terjadinya impunitas. Bahkan, korban dikriminalisasi, dengan cara dideportasi.
Selain itu, pekerja migran juga rentan jadi korban kekerasan ketika bekerja, terutama bagi perempuan. ”Kekerasan berbasis jender dalam bentuk pelecehan dan pemerkosaan menunjukkan tren peningkatan,” kata Wahyu.
Ketua Pusat Studi dan Kajian Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menambahkan, penyelesaian kasus kekerasan berbasis jender tidak hanya memerlukan intervensi ketika kasus berlangsung. Pemerintah perlu mendorong pemberdayaan perempuan setelah kasus selesai karena masih ada stigma yang menempel di mata masyarakat. Untuk itu, pemerintah perlu meresponsnya dengan meningkatkan kualitas perlindungan pekerja migran.