Kisruh pembangunan ribuan rumah bersubsidi di Cirebon, Jawa Barat, segera berakhir. Pemerintah, Badan Pertanahan Nasional, dan pengembang sepakat mengubah peta tata ruang yang tidak sesuai dengan lokasi pembangunan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kisruh pembangunan ribuan rumah bersubsidi yang terhambat di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, segera berakhir. Pemerintah, Badan Pertanahan Nasional setempat, dan pengembang sepakat mengubah peta tata ruang yang tidak sesuai dengan lokasi perumahan bersubsidi.
Keputusan itu diperoleh setelah rapat antara forum koordinasi pimpinan daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Cirebon, dan Forum Komunikasi Pengembang Perumahan Cirebon (FKPPC), Rabu (29/1/2020) petang, di Kantor Bupati Cirebon. ”Kami segera mengirim surat kepada Gubernur Jabar untuk menerbitkan rekomendasi kesesuaian tata ruang. Kalau tidak ada jawaban selama 40 hari, artinya Pemprov Jabar menyetujui,” kata Bupati Cirebon Imron Rosyadi.
Hal itu dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No 22/2019 tentang Percepatan Perizinan Pemanfaatan Ruang. Dalam aturan itu, apabila rancangan tata ruang wilayah (RTRW) belum mengakomodasi kepentingan pemodal, bupati bisa mengajukan usulan pemanfaatan ruang kepada gubernur. Jika disepakati, gubernur menerbitkan rekomendasi kesesuaian tata ruang. Dengan begitu, bupati bisa mengeluarkan izin pemanfaatan ruang.
Sebelumnya, akhir Desember 2019, sejumlah pengembang Cirebon mengeluhkan soal ribuan rumah bersubsidi yang belum bisa dibangun. Penyebabnya, pertimbangan teknis pertanahan yang diajukan pengembang ditolak BPN Kabupaten Cirebon. Pertimbangan itu sebagai syarat mendapatkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB).
FKPPC memperkirakan sekitar 4.000 rumah bersubsidi terancam tidak dibangun tahun ini. Sementara itu, Real Estate Indonesia Wilayah III Cirebon memperkirakan sekitar 12.000 rumah bersubsidi yang akan dibangun tahun ini hingga 2021 bisa mandek jika SHGB belum diterbitkan.
BPN Kabupaten Cirebon menilai, pengembang melanggar Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cirebon 2018-2038. BPN setempat pun menolak areal seluas 481.044 meter persegi yang akan dijadikan perumahan bersubsidi karena tidak sesuai tata ruang. Lokasi tersebut tumpang tindih dengan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dilarang beralih fungsi.
Padahal, pengembang telah mengurus berbagai perizinan selama enam bulan hingga 14 bulan. Pengembang pun sudah mengantongi fatwa lokasi hingga izin mendirikan bangunan dari pemkab. Namun, SGHB belum terbit.
Terdapat perbedaan pandangan antara Pemkab Cirebon dan BPN Kabupaten Cirebon meskipun sumbernya sama dari peta RTRW. Yang penting, masalah sudah selesai. Investasi properti di Cirebon aman.
Imron mengatakan, terdapat perbedaan pandangan antara Pemkab Cirebon dan BPN Kabupaten Cirebon meskipun sumbernya sama dari peta RTRW. ”Yang penting, masalah sudah selesai. Investasi properti di Cirebon aman,” ucapnya.
Pihaknya bersama DPRD Kabupaten Cirebon juga akan merevisi peta RTRW. Revisi itu, lanjutnya, tidak mesti mengubah Perda RTRW yang memakan waktu lama.
Kepala BPN Kabupaten Cirebon Lutfi Zakaria mengatakan, upaya itu sudah sesuai dan tidak melanggar aturan. Solusi atas masalah ini, ujarnya, ada di tangan pemda.
Ketua FKPPC Yudho Arlianto mengapresiasi solusi yang diberikan Pemkab Cirebon. ”Semoga solusi ini bisa dikawal bersama agar terealisasi. Ini bukan kepentingan kami, pengembang, tetapi masyarakat Cirebon yang membutuhkan rumah bersubsidi,” katanya.
Pihaknya juga menampik telah melanggar tata ruang Cirebon. Buktinya, mereka mendapatkan izin dari instansi terkait. Mandeknya pembangunan rumah bersubsidi, katanya, membuat pengembang berpotensi rugi sedikitnya Rp 2,5 miliar untuk 1 hektar lahan. Adapun total lahan pengembang yang terdata sekitar 22 hektar.