KPAI: Sewa Harian Apartemen Menjadi Celah Prostitusi Anak
›
KPAI: Sewa Harian Apartemen...
Iklan
KPAI: Sewa Harian Apartemen Menjadi Celah Prostitusi Anak
Sewa harian apartemen menjadi celah sindikat dan oknum tertentu untuk menjajakan diri atau memperdagangkan orang. Pengelola harus mempunyai sistem kontrol untuk menjamin perlindungan anak dengan mengatur broker hunian.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mempersoalkan sewa harian apartemen karena menjadi salah satu celah prostitusi anak. Hal itu berkaca dari berulangnya kasus prostitusi anak di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan.
Kasus prostitusi anak terulang di Apartemen Kalibata City pada Selasa (28/1/2020). Kali ini JO (15), AS (17), dan NA (15) dieksploitasi dan dianiaya oleh MTG, NA, dan AS. AS merupakan korban sekaligus pelaku.
Sebelumnya, praktik serupa terjadi pada Januari dan Agustus 2018. Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menangkap NHT karena transaksi prostitusi bermodus pijat plus-plus di apartemen tersebut pada Januari.
Selanjutnya, polisi mengungkap setidaknya lima kasus prostitusi di Apartemen Kalibata City pada Agustus. Lima dari 32 pekerja seks komersial yang diperiksa masih berusia di bawah umur.
Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI Ai Maryati Solihah di Jakarta, Rabu (29/1/2020), mengatakan, KPAI telah mengadvokasi pengelola apartemen setelah terungkap kasus prostitusi anak pada 2018. Salah satu advokasi itu adalah perlunya menerapkan pengelolaan apartemen ramah anak.
Pengelola apartemen itu bisa menyediakan pos pengaduan dan psikolog yang mendampingi jika terjadi kasus kekerasan terhadap anak. Adapun untuk mengatasi terjadinya prostitusi di apartemen, pengelola harus membatasi sewa harian.
”Kasus prostitusi ini kembali terulang. Ini menunjukkan pengelola kesulitan mengontrol broker atau agen yang menyewakan hunian,” ujarnya.
Kasus prostitusi ini kembali terulang. Ini menunjukkan pengelola kesulitan mengontrol broker atau agen yang menyewakan hunian.
Menurut Maryati, sewa harian apartemen ini menjadi celah sindikat dan orang-orang untuk menjajakan diri atau memperdagangkan orang lain. Apalagi, di era perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, perdagangan tersebut mudah dilakukan secara daring.
”Kok, bisa terjadi lagi? Kan, prostitusi daring bisa merekrut orang di mana saja dan kapan saja. Banyak orang yang terlibat dan mirisnya ada permintaan terhadap gadis usia belia,” ujarnya.
Maryati menyadari apartemen sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh swasta. Salah satu sumber pemasukannya adalah dari sewa harian. Akan tetapi, pengelola harus mempunyai sistem kontrol untuk menjamin perlindungan anak dengan mengatur broker atau agen hunian.
”Tidak semua apartemen punya kontrol umum berupa rukun tetangga ataupun rukun warga. Pengelola harus berinisiatif membuat kontrol,” katanya.
KPAI mencatat terjadi 244 kasus pada anak-anak sepanjang 2019. Kasus tertinggi ialah eksploitasi seksual anak (71 kasus), prostitusi anak (64 kasus), perdagangan anak (56 kasus), dan pekerja anak (53 kasus).
Sementara itu, pada awal tahun ini terdapat enam kasus. Kasus itu antara lain perdagangan dan eksploitasi anak di Jakarta Utara, perdagangan dan pencabulan anak di Buton Utara, dan puluhan anak di bawah umur untuk prostitusi di Kalimantan Tengah.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan, pemangku kepentingan terkait harus duduk bersama untuk membahas pencegahan kasus prostitusi anak ataupun kasus-kasus yang mengancam anak.
”Polisi berwenang menindak jika ada kasus. Untuk pencegahannya harus bersama semua pihak, baik pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, terutama warga. Tidak bisa kalau hanya satu atau dua pihak saja,” ujarnya.