Tidak sedikit anak muda mengikuti aktivitas influencer di media sosial dan punya versi keren para influencer. Banyak pula yang menganggap influencer sebagai sumber inspirasi.
Jajak pendapat Litbang Kompas menjelang akhir tahun lalu memotret kebiasaan kalangan mahasiswa di 34 provinsi dalam mengikuti aktivitas influencer. Sembilan dari 10 responden mengaku mengikuti aktivitas influencer di media sosial.
Memang tidak semuanya aktif memantau aktivitas influencer. Hampir separuh responden hanya kadang-kadang mengikuti aktivitas influencer. Akan tetapi, sekitar 46 persen mahasiswa sering atau bahkan sangat sering memantau aktivitas influencer.
Berbagai aplikasi media sosial digunakan untuk memantau aktivitas influencer. Media yang paling sering digunakan adalah Instagram. Enam dari 10 responden menggunakannya. Sementara Youtube hanya digunakan sebanyak 27,9 persen responden.
Rupanya, Twitter bukanlah aplikasi pilihan untuk mengikuti aktivitas influencer. Hanya sekitar satu dari 10 mahasiswa yang menggunakan Twitter atau Facebook untuk melihat aktivitas terkini para influencer.
Konten keren
Beragam konten yang disajikan influencer menjadi pilihan responden. Hampir seperempat responden mahasiswa menyukai influencer yang kontennya bersifat menghibur. Sementara 19 persen intelektual muda memilih influencer yang menyajikan konten sosial.
Tidak sedikit juga kalangan mahasiswa yang mengikuti influencer dengan konten yang dekat dengan keseharian, makanan atau kuliner (15,1 persen) dan fashion atau lifestyle (14,3 persen).
Bahkan, konten pendidikan yang diunggah influencer menjadi perhatian 11,4 persen responden. Konten lain, seperti politik, teknologi, bisnis, dan travelling juga menarik bagi sejumlah mahasiswa. Tak kalah juga, sejumlah responden perempuan muda mengikuti influencer yang mengunggah konten kecantikan. Manfaatnya jelas, untuk belajar berdandan alias tutorial make-up.
Lantas, apakah influencer harus cantik atau tampan? Mayoritas mahasiswa tidak mempersoalkan soal penampilan fisik. Hampir semua mahasiswa mempunyai influencer yang keren. Influencer keren itu, menurut hampir separuh mahasiswa, bisa memotivasi dan menginspirasi.
Ada juga sekitar sepertiga mahasiswa yang mengatakan influencer keren itu punya karakter kreatif dan inovatif. Sementara menurut sekitar seperlima mahasiswa, influencer baru bisa dibilang keren kalau mereka bisa membuat konten bermutu dan menarik.
Salah satu influencer idola adalah Arief Muhammad yang mempunyai banyak pengikut anak muda. Konten-kontennya menghibur, aktivitas kesehariannya bisa dibilang gokil.
Walaupun asyik memantau aktivitas influencer, responden muda tidak lantas hanyut begitu saja. Kalangan intelektual muda tidak serta-merta mengikuti semua saran atau tren yang dikenalkan influencer di media sosial. Hanya sekitar 15 persen responden yang sering atau sangat sering mengikuti anjuran dari influencer.
Salah satu anak muda yang relatif tak peduli influencer adalah Eliesta Handitya, mahasiswa Program Studi Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dalam pandangan dia, influencer cenderung seperti tenaga pemasaran dan terlalu eksis. Dia lebih suka orang-orang yang memamerkan karya ketimbang diri sendiri.
”Saya tidak terlalu peduli dengan media sosial. Saya lebih suka mereka yang kreatif dan memamerkan karya, bukan memperlihatkan diri. Saya punya teman, masih SMA tetapi sudah menjadi influencer dengan follower puluhan ribu. Di mata saya, hidup dia lebih ribet karena apa-apa ada tarif dan harganya,” ujar mahasiswa yang biasa disapa Lista itu.
Mahasiswa Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Jakarta, Nurul Azkiya, mengatakan baru dua tahun ini merasa perlu belajar dandan. Dia beruntung karena kini mudah belajar dengan cara sederhana, menonton aksi beauty vlogger di internet.
”Lebih sering menonton untuk tutorial make-up. Dari mereka, saya jadi tahu tips dandan yang mudah, cara memilih brush yang enak dipakai, dan tips lain. Saya suka influencer yang memberi tips dan kiat seperti tips menabung,” kata Nurul.
Meski sering melihat aksi mereka, dia tidak punya influencer idola dan tidak selalu mengikuti saran serta anjuran si tokoh. Teman-temannya pun senang menonton hal sama, tutorial make-up. Namun, sepengetahuan dia, tidak ada teman-temannya yang mengidolakan influencer.
Walau begitu, kehadiran influencer tidak bisa dihindari. Keputusan mengikuti atau menjadi influencer pun menjadi pilihan bebas setiap orang. Yang pasti, kehadiran influencer juga bisa membawa pengaruh baik dengan berbagai unggahan yang memotivasi dan menginspirasi. (Agustina Purwanti/
Litbang Kompas)