Sejumlah titik di obyek wisata Pantai Padang, Sumatera Barat, kembali dipenuhi sampah, Rabu (29/1/2020). Fenomena itu selalu berulang akibat masih kurangnya kesadaran masyarakat mengelola sampah.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sejumlah titik di obyek wisata Pantai Padang, Sumatera Barat, kembali dipenuhi sampah, Rabu (29/1/2020). Hujan deras menghanyutkan sampah dari hulu ke muara dan terdampar di pantai akibat angin kencang. Fenomena itu selalu berulang akibat masih kurangnya kesadaran masyarakat mengelola sampah.
Pantauan pada Rabu pagi di Pantai Muaro Lasak, muara Banjir Kanal atau Banda Bakali, aneka jenis sampah menumpuk sepanjang seratusan meter dengan tinggi sekitar 1,5 meter mulai dari plastik, styrofoam, kayu, hingga bangkai ikan. Selain mengganggu keindahan, tumpukan itu mengeluarkan aroma tak sedap.
Satu alat berat digunakan untuk mengeruk tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak. Lima truk kontainer dikerahkan bergantian mengangkut sampah ke TPA Air Dingin. Belasan warga memulung berbagai botol plastik dan kaleng minuman kemasan.
Kondisi serupa juga terlihat di Pantai Muaro dekat Pelabuhan Muaro Padang, muara Sungai Batang Arau. Tumpukan sampah berbagai jenis memenuhi pantai sekitar seratusan meter dengan ketinggian 1 meter. Beberapa warga memulung sampah yang bernilai jual. Sungai yang bermuara ke dua pantai itu memiliki hulu yang sama bagian timur Kota Padang.
Selain mengganggu keindahan, tumpukan itu mengeluarkan aroma tak sedap.
Kondisi itu tidak jauh berbeda dengan kejadian pada Sabtu (11/1) lalu. Saat itu, Dinas Lingkungan Hidup Padang memperkirakan, jumlah tumpukan sampah di pantau mencapai sekitar 80 ton. Jumlah itu diperkirakan setara 20 kontainer, dengan rata-rata per kontainer berisi 4 ton sampah.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Padang Mairizon mengatakan, sampah itu menumpuk pascahujan deras dan angin kencang pada Selasa (28/1) malam. Akumulasi sampah di palung sungai yang berasal dari hulu itu keluar kemudian terdampar dibawa ombak ketika badai.
”Sampah ini berasal dari hulu sungai dan hanyut ke muara. Sampah kemudian bertumpuk di palung sungai dekat pantai. Prosesnya sudah bertahun-tahun. Saat debit hujan tinggi dan pasang naik, sampah dimuntahkan kembali dari palung ke pantai,” kata Mairizon.
Sampah-sampah tersebut akan diangkut seluruhnya ke TPA Air Dingin. Kebijakan ini berbeda dibandingkan penanganan sampah pada Sabtu (11/1/2020) lalu. Saat itu sebagian sampah dikuburkan di tepi pantai. Menurut Mairizon, sampah harus diolah di tempat sampah agar aman dan tidak kembali tersebar di kemudian hari.
Kejadian itu membuat sebagian pedagang di Pantai Muaro Lasak tidak bisa berdagang. ”Bagaimana caranya berdagang kalau kondisinya begini?” kata Irwan (54), salah seorang pedagang.
Saat lapak-lapak pedagang tutup, para pemulung mendapat berkah. Ateng (44), warga Padang Utara, misalnya, dapat mengumpulkan sekitar 50 kilogram botol plastik dan kaleng minuman kemasan hanya dalam dua jam di pantai. Sampah itu dapat dijual Rp 2.000 per kg (kotor) atau Rp 4.000 per kg (bersih).
”Pagi sehabis hujan deras dan angin kencang, saya selalu ke sini (muara). Sampahnya tinggal ambil, tetapi harus dibersihkan dulu. Sehari-hari saya keliling ke bak-bak sampah,” kata Ateng.
Antisipasi
Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Dinas Lingkungan Hidup Padang tahun ini menganggarkan pengadaan kubus apung. Mairizon mengatakan, alat penangkap sampah agar tidak sampai ke muara itu diperkirakan mulai dipasang pada April atau Mei 2020. Karena harganya relatif mahal, Rp 450 juta per unit, pemasangan diprioritaskan di Banjir Kanal karena tumpukan sampah di Pantai Muaro Lasak paling banyak.
Menurut Mairizon, kejadian berulang ini tidak terlepas dari masih kurangnya kesadaran masyarakat mengelola sampah. Sebagian warga masih membuang sampah ke selokan dan hanyut ke sungai. ”Harus ada perubahan perilaku agar penyelesaian masalah sampah bisa menyeluruh dari hulu ke hilir,” kata Mairizon.
Wali Kota Padang pada Desember lalu telah mengeluarkan Peraturan Nomor 109 Tahun 2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah. Aturan itu salah satunya memuat bahwa seseorang dapat berpartisipasi dalam melaporkan oknum yang membuang sampah sembarangan, tidak sesuai waktu, dan dicampurkan dengan limbah B3 kepada Dinas Lingkungan Hidup dengan bukti video.
Pelapor akan diberikan insentif Rp 100.000 dan identitasnya dirahasiakan. Peraturan ini diharapkan bisa memberikan efek jera kepada oknum masyarakat yang tidak mengelola sampah dengan baik.
”Video yang dikirimkan ke kami menjadi bahan dasar menaikkan kasus ke pengadilan. Kami akan berkoordinasi dengan penyidik Satpol PP. Dengan aturan ini, diharapkan tidak ada lagi warga yang membuang sampah tidak sesuai aturan. Kalau pembersihan di hilir terus, tidak menyelesaikan masalah,” ujar Mairizon.
Selain itu, dinas juga memaksimalkan program sekolah adiwiyata serta sosialisasi dan edukasi terkait pengelolaan sampah melalui bank sampah. Mairizon pun mengharapkan masyarakat turut berpartisipasi mengurangi sampah dan mengelolanya dengan baik karena sebagian besar sampah bersumber dari mereka. Jika hanya mengandalkan pemerintah, permasalahan sampah tidak akan pernah selesai.