Pencopotan Pejabat Imigrasi Tak Selesaikan Masalah
›
Pencopotan Pejabat Imigrasi...
Iklan
Pencopotan Pejabat Imigrasi Tak Selesaikan Masalah
Pemberhentian Ronny Sompie sebagai Dirjen Imigrasi terkait kesalahan informasi soal kepulangan buronan KPK Harun Masiku dianggap belum cukup menyelesaikan masalah. Harus diusut kenapa terjadi kesalahan tersebut.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR menghormati keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk memberhentikan dua pejabat di Direktorat Jenderal Imigrasi terkait kesalahan informasi perlintasan buronan KPK Harun Masiku. Namun, pemberhentian harus memperhatikan mekanisme yang diatur peraturan perundang-undangan. Langkah itu juga dinilai tak cukup untuk menuntaskan masalah karena harus ditindaklanjuti dengan pengusutan tuntas penyebab kekeliruan.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Aziz Syamsuddin, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (29/1/2020), menghormati langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly untuk memberhentikan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Ronny F Sompie serta Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian (Sisdik) Ditjen Imigrasi Alif Suaidi. Pemberhentian itu terkait dengan kesalahan informasi perlintasan Harun Masiku, tersangka suap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Menurut Aziz, menteri berwenang mengajukan nama untuk diangkat menjadi dirjen atau jabatan pimpinan tinggi (JPT) utama. Namun, penggantian dan pengangkatan tidak bisa dilakukan begitu saja, tetapi harus merujuk pada mekanisme yang ada di peraturan perundang-undangan. ”Penggantian tentu melalui mekanisme karena diatur dalam peraturan yang masih berlaku,” katanya.
Mengacu pada Pasal 145 Ayat (1) Huruf A Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), pemberhentian JPT dilakukan oleh menteri yang mengoordinasikan kepada Presiden bagi PNS yang menduduki JPT Utama. Aziz mengatakan, pengumuman pemberhentian biasanya dilakukan secara paralel dengan pengurusan keputusan presiden (keppres).
Adapun Ronny F Sompie dan Alif Suaidi diberhentikan Yasonna Laoly pada Selasa (28/1/2020). Kabar itu ia sampaikan kepada wartawan seusai mengikuti rapat terbatas di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.
Menurut Yasonna, pemberhentian dilakukan untuk mempermudah kerja tim gabungan untuk mengusut penyebab keterlambatan informasi perlintasan Harun. Tim tersebut mesti dihindarkan dari potensi konflik kepentingan yang muncul dari personelnya.
”Untuk supaya terjadi hal-hal yang betul-betul independen dalam penelitian, supaya jangan ada conflict of interest nanti, saya sudah memfungsionalkan Dirjen Imigrasi dan Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian (Sisdik),” kata Yasonna (Kompas, 28/1/2020).
Ronny Sompie juga harus diberikan kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
Untuk menggantikan Ronny, Yasonna pun mengangkat Jhoni Ginting sebagai Pelaksana Harian Dirjen Imigrasi. Sebelumnya, Jhoni menjabat Inspektur Jenderal Kemenkumham.
Polemik kekeliruan informasi ini bermula dari keterangan jajaran Ditjen Imigrasi mengenai keberadaan Harun. Pada 13 Januari, Ditjen Imigrasi mengumumkan bahwa Harun pergi dari Jakarta menuju Singapura pada 6 Januari dan belum kembali ke Indonesia.
Berdasarkan data tersebut, dalam jumpa pers pembentukan Tim Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P di Jakarta, 16 Januari, Yasonna yang juga fungsionaris PDI-P mengungkapkan kembali bahwa Harun telah meninggalkan Indonesia sejak 6 Januari dan belum kembali ke Tanah Air. Keterangan serupa disampaikan Ronny F Sompie saat diwawancarai wartawan pada 18 Januari. Bahkan, pada 20 Januari, Ketua KPK Firli Bahuri setelah menemui pimpinan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, masih mengatakan hal yang sama.
Namun, pada 22 Januari, Ronny F Sompie membuat pernyataan yang dilanjutkan dengan jumpa pers yang menyatakan Harun sebenarnya sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari. Informasi perlintasan itu terlambat diketahui jajaran Ditjen Imigrasi karena ada kesalahan sistem.
Atas kesalahan tersebut, Kemenkumham berencana membentuk tim gabungan beberapa institusi yang akan bekerja secara independen mengusut penyebab keterlambatan informasi perlintasan. Tim itu terdiri dari Inspektorat Jenderal Kemenkumham, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara, Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI, serta Ombudsman.
Tak cukup
Dihubungi terpisah, Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Herman Hery mengatakan, pemberhentian pejabat Imigrasi sudah semestinya dilakukan Yasonna. Sebab, kesalahan informasi perlintasan Harun telah menjadi kontroversi dan polemik di tengah masyarakat.
Akan tetapi, itu saja belum cukup. Keterlambatan informasi perlintasan harus diusut tuntas. ”Saya tetap mendorong Menkumham agar segera melaporkan hasil kerja tim gabungan independen itu secara terbuka kepada publik. Harapannya, kesalahan sistem seperti itu tidak terjadi lagi ke depan,” ujar Herman.
Komisi III juga akan mendalami kasus tersebut. Menurut rencana, kekeliruan itu akan menjadi agenda utama yang akan dibahas dalam rapat kerja antara Komisi III dan Kemenkumham pada awal Februari mendatang.
Senada, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, persoalan kesalahan informasi perlintasan tidak serta-merta selesai dengan pemberhentian dua pejabat. Hal itu harus ditindaklanjuti dengan pengusutan mendalam dan penggalian informasi dari semua pihak. ”Ronny Sompie juga harus diberikan kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya,” ucapnya.
Taufik menduga, kekeliruan informasi perlintasan itu bisa terjadi baik karena disengaja maupun tidak. Sekalipun demikian, Kemenkumham tetap bersalah pada dua posisi tersebut. Oleh karena itu, harus ada pertanggungjawaban kepada rakyat.
”Jika pengusutan dilakukan dan ditemukan kesengajaan, maka itu merupakan pelanggaran hukum. Jangan ada yang dikorbankan, harus ada pertanggungjawaban hukum dari pelakunya,” ujar Taufik.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Panjaitan, mengatakan, persoalan Imigrasi ini harus dipertanggungjawabkan secara komprehensif oleh Kemenkumham. Sebab, ini tidak saja menyangkut kasus Harun, tetapi juga terkait dengan sistem keimigrasian secara menyeluruh.
Tanpa sistem keimigrasian yang baik, lanjut Hinca, siapa saja bisa bebas keluar masuk Indonesia, termasuk musuh negara. Oleh karena itu, penyelesaian masalah juga tidak hanya berhenti pada menteri. ”Ini krusial dan sangat penting. Presiden Joko Widodo harus turun tangan,” ujarnya.